Alessandra melakukan pengecekan terakhir pada mobil sport hitamnya di garasi rahasia. The Usurper Queen belum menunjukkan wajahnya, tetapi Sandra siap beraksi menjadi Luna.
Dingin, fokus, menganggap ini sebagai misi rahasia, bukan hiburan. Ini adalah pelepas adrenalin yang terkontrol.Kakek meminta Alessandra mengawasi wilayah utara.Balapan ini adalah penyamaran yang sempurna. Mereka mencari kecepatan, aku mencari kelemahan. Mereka mencari kesenangan, aku mencari kebenaran. Setiap mobil di sana adalah potensi ancaman, setiap pengemudi adalah bidak. Aku adalah pion yang ditanamkan, dan seperti yang Dion ajarkan, pion harus selalu bergerak dua langkah di depan lawan. Tidak ada emosi. Hanya eksekusi misi. Aku tidak akan gagal seperti yang terjadi sepuluh tahun lalu.misi ini adalah alasan yang bagus untuk berada di sana tanpa menarik perhatian klan Ferretti.
Alessandra mengenakan pakaian balab serba hitam, jaket kulit hitam, sepatu hitam,dan sarung tangannya.ia mengelus kap mobilnya,lalu melajukan mobil sport nya itu dengan kecepatan tinggi.
.....
Gudang kosong di pinggiran kota atau jalur jalan tol lama. Penuh dengan mobil mewah,bising, penuh adrenalin, bau bensin, musik keras, dan penonton yang bersemangat.
Suara deru mesin dan musik keras tiba-tiba teredam oleh jeritan kerumunan. Sebuah mobil mewah hitam pekat (bukan mobil balap Leonard, tapi mobil pengantar mereka) memasuki area, diikuti oleh mobil-mobil sport yang lebih kecil.
Lampu sorot arena seolah sengaja diarahkan ke kedatangan mereka. Itu bukanlah iring-iringan, melainkan pawai takhta. Di gerbang itu, yang masuk bukanlah sekelompok pemuda, melainkan Il Leone Ferretti dan klan yang kini dikenal sebagai Black Crow.
Kerumunan penonton, para pembalap amatir, dan bahkan bandar taruhan, langsung bersorak histeris. Mereka adalah idola, penguasa jalanan, dan raja. Leonardo Ferretti turun dari mobilnya dengan aura arogan yang dingin, seolah-olah ia sedang menghadiri penobatan, bukan balapan. Di belakangnya, berdiri Nathan , Vano , dan Lukas tiga serigala yang siap melakukan apa pun yang diperintahkan Raja mereka.
Leonardo Matteo Ferretti:,Dingin dan Kejam,Agresif, Dominan, dan Memiliki pesona yang mematikan . Dia terbiasa selalu menang dan menjadi pusat perhatian. Mudah terprovokasi, terutama jika ada yang meremehkan kekuasaannya, Cerdas Jalanan dan Taktis. Dia tidak cerdas secara akademis seperti Dario, tetapi sangat cepat mengambil keputusan di bawah tekanan dan memiliki insting yang tajam.
( Ketua Mafia Black Crow )
Nathanio Jasper Sebastian:,Pintar,Penasihat dan Ahli Informasi,Tenang, Logis, dan Dingin. Dia adalah satu-satunya yang mampu berpikir rasional saat Leonard marah,Loyalitas Kalkulatif.,Selalu tenang, pandai meretas dan mengumpulkan informasi.
( Tangan Kanan Leonardo/Black Crow )
Kekuatan Fisik dan Intimidasi,Pendiam, Loyal, dan Cepat BertindakLoyalitas Buta.
Devano Samuel Bramasta :Sosial dan Jaringan. Dia memiliki koneksi paling luas, tahu semua rahasia sekolah dan jalanan.Ramah, Genit, dan Sleazy.Dia menggunakan pesonanya untuk mendapatkan informasi, tetapi sangat licik.Terlihat seperti anak gaul biasa, tetapi dia selalu mendengarkan dan melaporkan segala hal yang mencurigakan kepada Nathan atau Leonard.
Lukas Dravinca Dwijaya : Kekuatan Fisik dan Intimidasi,Pendiam, Loyal, dan Cepat BertindakLoyalitas Buta. Dia menganggap Leonard adalah pemimpin sejati dan akan melakukan apa pun yang diperintahkan tanpa bertanya,Berperan sebagai bodyguard yang menakutkan, memastikan tidak ada yang mendekati Leonard tanpa izin
Luciano Solvio Corvino (Anak Paman Pengkhianat/Solvio Vittorio Corvino )berdiri agak terpisah di kerumunan, menatap Leonard dengan mata berbinar. Ia berpura-pura menjadi penonton biasa, tetapi kekagumannya sangat jelas.
"Dia... dia benar-benar 'The King'. Lihat bagaimana semua orang tunduk padanya, bahkan di sini. Ayah bilang aku harus berhati-hati dengan Ferretti, bahwa mereka adalah rival. Tapi, bagaimana mungkin ada rival yang begitu sempurna? Leonard Matteo Ferretti. Dia memiliki segalanya—kekuatan, ketakutan, dan yang terpenting, dia memiliki aura yang tidak pernah dimiliki Ayah. Jika aku bisa dekat dengannya, jika aku bisa membuatnya mengakui aku, Ayah akan bangga. Aku akan menjadi bagian dari d******i itu. Dia harus melihatku, dia harus tahu aku ada di sini."batinya dengan penuh kepercayaan
Leonard berjalan melewati kerumunan, matanya hanya terpaku pada lintasan. Ia mungkin sekilas melihat Luciano, tetapi segera mengabaikannya, hanya menyisakan rasa haus pengakuan yang lebih besar pada diri Luciano.
Leonard bahkan tidak berusaha membalas sapaan para penggemarnya. Wajahnya adalah topeng yang kejam. Saat ia berjalan melewati area pinggir, matanya menyapu Luciano yang tampak gugup. Leonard tidak mengenalinya secara pribadi, atau setidaknya, dia tidak peduli. Dia hanya melihat satu lagi wajah yang mengaguminya. Sebuah gumaman sinis keluar dari bibir Leonard.
Leonard : "Terlalu banyak lalat hari ini, Nathan. Bersihkan jalanku. Aku tidak di sini untuk tanda tangan."
Kalimat itu, meskipun tidak ditujukan langsung padanya, seolah menampar Luciano. Ia hanya bisa mengepalkan tangan, berjanji pada dirinya sendiri bahwa suatu hari nanti, Leonard akan memperhatikannya.
Setelah keramaian mereda karena kedatangan Black Crow, muncul keheningan yang berbeda. Tidak ada sorakan; hanya bisikan yang penasaran.
Hampir sepuluh menit setelah pawai Leonard Ferretti usai, di ujung arena yang paling gelap, sebuah bayangan hitam meluncur masuk. Bukan iring-iringan, melainkan satu unit yang terisolasi. Sebuah Lamborghini Aventador yang dimodifikasi sempurna, berwarna hitam pekat—The Black Shadow. Mobil itu bergerak dengan presisi fatal, seperti predator yang baru bangun dari tidur. Tidak ada suara musik keras, hanya mesin yang menderu rendah, seolah-olah berbisik janji kematian.
Kedatangan Alessandra tidak menimbulkan sorakan, tetapi rasa ingin tahu yang dingin. Leonard, yang sedang berbicara dengan Nathan, merasakan perubahan energi di udara.
Leonard: (Berhenti bicara, matanya tertuju pada mobil hitam itu. Dia menyipitkan mata.)
"Siapa itu?" tanyanya, nadanya bukan bertanya, melainkan menuntut jawaban.
Nathan: (Mengecek tabletnya, alisnya berkerut.)
"Tidak ada di daftar partisipan resmi, Leo. Anonim. Kami menyebutnya 'Ghost' atau... 'The Black Racer' di kalangan bandar taruhan. Dia muncul tanpa peringatan, balapan sekali, dan menghilang. Selalu menang."
Tawa sinis Luciano terdengar dari kerumunan, namun ia segera bungkam saat Leonard menoleh ke arahnya, lalu kembali menatap mobil hitam itu.
Leonard tidak suka anonimitas. Itu adalah tantangan langsung terhadap dominasinya.
Leonard: (Senyumnya menghilang. Ada kilatan berbahaya di matanya.)
"Bagus. Akhirnya ada yang berani. Biarkan dia tahu siapa yang punya lintasan ini."
Mobil hitam Porsche 911 GT3 RS (Generasi Terbaru) Alessandra itu berhenti di garis start. Jendela gelap tidak menunjukkan wajah. Hanya keheningan.Mereka kagum dengan mobil nya itu karena harga nya yang sangat fantastis hanya ada tiga pemiliknya.
Leonardo menggerakkan Ferrari Merah-nya dengan agresif ke samping Porsche 911 GT3 RS hitam Alessandra, memaksanya. Jendela gelap Porsche itu tidak menunjukkan wajah. Hanya keheningan.
Dia mengabaikanku. Mobil ini. Siapa pun di dalamnya, dia menantangku. Bukan dengan teriakan, melainkan dengan keheningan mahal ini. Tiga unit di kota. Siapa yang berani memamerkan kekayaan sebesar ini di sarangku?batin Leo
Leo memposisikan Ferrari-nya. Ia tahu ia harus menunjukkan siapa yang berkuasa. Dengan suara deru mesin yang memekakkan telinga, ia mencoba memprovokasi. Ia ingin melihat reaksi—sekecil apa pun—dari pengendara misterius di sebelahnya.
Dia mengabaikanku. Porsche itu... salah satu dari tiga unit di kota ini. Ini bukan pembalap jalanan. Ini adalah pernyataan.batinya lagi
Leo membiarkan Ferrari-nya meraung. Deru mesin itu bukan teriakan, melainkan tekanan yang disengaja, sebuah pertanyaan yang memekakkan telinga: Siapa dia?
Alessandra, di dalam kokpit, tidak bergerak. Tidak ada respons terhadap intimidasi mesin Ferretti. Tangannya di kemudi tetap stabil, napasnya terkontrol. Ia adalah La Rosa Nera kejam, tetapi dingin dan tidak terburu-buru
Intimidasi yang murah. Dia mencoba memaksaku bereaksi. Emosi adalah kelemahan, dan aku tidak akan memberikannya padanya.batin Alessanda (sekarang kita sebut sebagai Luna samaran )
Tiba-tiba, mesin Porsche GT3 RS milik Alessandra meraung pelan, namun nadanya jauh lebih tajam dan fokus daripada auman Ferrari yang emosional. Itu adalah respons yang dihitung, sebuah sinyal non-verbal bahwa tekananmu sia-sia.
Menarik. Responnya bukan marah, tapi presisi. Dia tidak mencoba menyamai kekuatanku; dia menunjukkan bahwa dia tidak perlu melakukannya. Pengendara ini... dia mengemudi seperti seorang strategist. batin Leo
Fokusnya telah sepenuhnya dicuri oleh keheningan di mobil hitam itu. Ketertarikannya pada misteri ini kini melampaui kebutuhan untuk mendominasi. Ia ingin tahu. Ia ingin melihat apa yang bisa dilakukan oleh si pengendara itu.
Seorang pria dari panitia balap melangkah maju, mengangkat pistol suar. Leo mengatur pedal gasnya. Permainan pikiran ditunda.
Pistol Suar Menyala. Suar merah naik, mencapai puncaknya
HIJAU
Dua mesin mahal meledak dalam kecepatan. Ferrari Merah Leo melesat dengan agresi mentah, mengambil posisi terdepan dengan cepat. Tapi di belakangnya, Porsche GT3 RS hitam Alessandra bergerak seperti pisau bedah—memotong udara, mengejar dengan presisi yang sempurna dan mematikan
Ferrari Merah Leo unggul di putaran pertama, didorong oleh tenaga mentah dan keinginan d******i. Leonardo mengemudi dengan agresif, mesinnya meraung seperti singa.
Namun, Porsche GT3 RS hitam tidak tertinggal. Alessandra mengemudi dengan perhitungan yang dingin, memanfaatkan setiap sudut sirkuit dengan presisi militer. Leo melaju dengan emosi; Luna melaju dengan kalkulasi.
Dia cepat, terlalu cepat. Tidak ada slip. Dia membaca lintasan ini seperti formula matematikan.batin Leo
Leo mencoba memotong jalur di tikungan tajam, sebuah gerakan yang berisiko.
Tepat pada saat itu, Alessandra melakukan manuver tak terduga. Tanpa sedikit pun deselerasi yang terlihat, ia memanfaatkan celah kecil, melakukan drift terkontrol yang hampir tidak mungkin, dan melesat ke depan.
Kesenjangan tercipta. Ferrari Leo tertinggal.
Apa-apaan?! Itu... sempurna. Gerakan seorang profesional yang dingin, bukan pembalap jalanan.
Kerumunan di pinggir lintasan mulai berteriak, bingung dan terkejut.batinnya lagi
Alessandra melewati garis finish dengan perbedaan jarak yang signifikan. Keheningan tiba-tiba menyelimuti sirkuit, jauh lebih tebal daripada sebelumnya.
LUNA TELAH MENANG.
Alessandra menghentikan Porsche-nya. Ia mematikan mesin. Keheningan di dalam kokpit mobil hitam itu terasa mematikan.
Leonardo menarik Ferrari-nya ke samping mobil Alessandra. Wajahnya diwarnai campuran kekalahan, kejutan, dan kekaguman.
Leo hanya bisa menatap kekalahannya dari Ferrari Merah.Leo tidak turun dari mobil.
"Dia mengemudi seperti hantu. Tanpa emosi, tanpa kesalahan. Aku tidak suka kalah, tetapi aku tertarik pada apa yang mengalahkanku."batin Leo
Alessandra tidak turun, tidak menoleh. Ia hanya menyalakan mesin dan pergi, meninggalkan Leo yang terpaku.
Leo keluar dari mobilnya, matanya terpaku ke tempat Porsche menghilang. Ia menelepon Nathan di saat itu juga.
Leonardo: "Aku mau profil lengkap pengemudi Porsche hitam GT3 RS itu. Segera. Aku tidak peduli sebersih apa datanya, gali hingga ke akar. Aku mau tahu siapa dia".
Nathan:"Oke,aku akan meretas secepatnya"