Part-1

487 Words
"Mas, Mas bisa kan, datang ke acara Mbak Muti?" Putri bertanya pada Alan suaminya. "Maaf Put, aku nggak bisa." "Kenapa?" "Aku harus menemani Luna." "Sepenting itukah Luna bagi Mas?" "Tentu saja. Kita sudah pernah membahas ini. Tolong! Jangan membahasnya lagi!" *** Putri dan Alan sudah menikah selama dua tahun. Saat itu, Alan yang diputuskan oleh Luna dan ditinggal menikah mengalami patah hati akut. Hingga akhirnya Alan menerima saja saat orang tuanya menjodohkannya dengan Putri. Putri dari kerabat jauh orang tua Alan, yang saat ini sudah tiada. Hanya Muti, kakak perempuan Putri yang perempuan itu miliki saat ini. Alan yang sama sekali tidak mencintai Putri, mencoba membuka hatinya untuk wanita yang kini sudah sah menjadi istrinya tersebut. Dan memutuskan untuk melupakan Luna. Namun, takdir berkata lain. Setahun usia pernikahan mereka, Luna hadir kembali dengan kabar bahwa dirinya telah bercerai. Luna kembali mendekati Alan. Meskipun awalnya Alan menghindar, hatinya tidak bisa dibohongi bahwa ia masih sangat mencintai Luna. Hingga akhirnya rasa benci dan kecewanya kepada Luna musnah begitu saja. *** "Aku pikir kamu nggak jadi datang ...," ucap Luna dengan nada begitu manja saat Alan datang ke apartemennya. "Mana mungkin aku mengabaikanmu." "Terima kasih." Luna mencium pipi Alan. Alan pun tersenyum sumringah karenanya. Entah hubungan apa yang mereka jalani. Namun, Luna adalah prioritas Alan saat ini. Meskipun Alan sudah memiliki istri yaitu Putri. "Makan ya, aku masak makanan kesukaan kamu." "Boleh." Luna menyiapkan alat makan untuk mereka berdua. Sambil menyantap makanan, sesekali mereka melempar candaan. Mengenang masa lalu mereka, di mana semuanya masih terasa indah. Alan menatap mata Luna intens. Mata yang dulu selalu saja membuatnya hanya fokus pada benda itu. Mata hazel yang selalu bisa menyihirnya. "Kenapa liatin aku kaya gitu?" "Masih sama." "Ya iyalah sama, kan mataku asli. Aku juga nggak pakai softlens." "Bukan itu, masih sama seperti dulu. Selalu bisa membuat hatiku bergetar," ucap Alan tanpa sadar. "Apa?!" "Hah?! Oh, tidak! Lupakan! Kita jadi nonton?" "Jadi dong ... abis makan, kita berangkat!" "Ok!" *** "Alan sibuk ya, Put? Sampai-sampai buat nemenin kamu saja nggak bisa?" tanya Muti. "Iya Mbak, lagi ada kerjaan," bohong Putri. Tentu saja, ia tidak ingin ada yang tahu jika suaminya lebih mementingkan orang lain yang merupakan mantan kekasihnya. "Tante! Emang Om Alan punya kakak cewek ya, Tan?" tanya Oliv, anak Muti yang sudah duduk di bangku SMA saat baru saja masuk rumah. "Kamu ini! Pulang bukannya kasih salam!" tegur Muti. "Maaf Bun, abisnya aku penasaran," jawab Oliv. "Punya ya, Tan?" Oliv masih menunggu jawaban Putri. "Setahu Tante sih enggak Liv, memangnya kenapa?" "Tadi Oliv abis nemenin temen Oliv ke mall, Oliv kayak liat Om Alan gandengan gitu sama cewek. Kayaknya abis nonton. Oliv kira, itu kakaknya. Abisnya kelihatan mesra banget. Kalau pacarnya kan nggak mungkin. Om Alan kan udah nikah sama Tante." Putri tersenyum gamang. Hal itu tak luput dari pandangan Muti. Muti berharap, yang dilihat putrinya bukanlah adik iparnya. Sebab, ia tidak akan rela jika adik satu-satunya ada yang menyakiti. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD