Bab 2 Pendekatan Abiyan

1026 Words
Alena masuk kedalam kamarnya, namun saat itu langkah kakinya langsung terhenti disana, tatapannya memandang seluruh isi kamar, kamar satu-satunya yang biasanya ia tempati dengan ibunya setiap harinya. Tiba-tiba bayangan ibunya tengah terlintas disana, membuat genangan di kedua pelupuk mata Alena, namun belum sampai ia menepisnya genangan itu sudah menetes. "Jangan terus meratapi kesedihan Le...kalau ibumu melihatpun pasti ia akan sangat bersedih Le..." ucap Alena dalam hatinya, lalu berjalan menuju keatas ranjangnya dan mulai naik kesana, merebahkan tubuhnya yang ia rasa kelelahan seharian karena berlarian kesana kemari meminta bantuan yang nyatanya semua sudah ada yang melunasi semua biaya rumah sakit. "Siapakah orang baik yang sudah melunasi semua biaya rumah sakit mama? siapa?" ucap dalam hati Alena, yang tanpa terasa lalu tertidur begitu saja. Dengan air mata yang mengering disana. Abiyan yang merasa tidak ada pergerakan atau apapun dari dalam yang ia khawatirkan, hanya bisa izin pamit pada Nayla malam itu, dan Nayla sengaja malam itu menginap di rumah Alena, ia pun khawatir pada gadis itu. Lalu ia masuk kedalam rumah dan mengunci pintunya, ia lalu masuk kedalam kamar yang Alena tempati, ikut merebahkan tubuhnya disana diatas pembaringan, disamping Alena yang terlihat meringkuk tanpa selimut, Nayla pun segera menyelimuti tubuh sahabatnya itu disana dan ia pun tertidur malam itu. Setiap harinya Alena tidak tahu menahu apa yang harus ia lakukan untuk peringatan ibunya sampai tujuh hari, dan selama itu ia juga tidak masuk sekolah, selama kerepotan itu hanya para tetangga yang berbaik hati membantu dan menyiapkan semuanya, bahkan Abiyan pun setiap hari selalu datang menjenguk Alena di rumahnya, tidak lupa ia juga merangkumkan pelajaran setiap harinya sesingkat-singkatnya untuk gadis itu pelajari. Hingga waktu tujuh hari itu pun usai, pagi itu nampak rumahnya sepi tidak seperti biasanya para tetangga yang datang beramai-ramai ke rumahnya. Tepat pukul setengah tuju saat itu, saat Alena akan mengambil roti sebagai sarapan setiap harinya, meskipun dari almarhum ibunya masih hiduppun, Alena dan ibunya selalu sarapan dengan roti selai, namun nyatanya keduanya selalu bersyukur akan hal itu. Tiba-tiba Alena terkejut saat ada tetangganya yang datang dan membawakannya makanan untuk sarapan pagi itu. "Mau ke sekolah ya nak?" tanya bibi tetangga itu pada Alena. Dan saat itu Alena hanya mengangguk sembari tersenyum sebagai jawabannya. "Ini nak sayur sisa kemarin yang masih bibi angetin, mungkin kamu juga terlalu lelah dan bahkan lupa kalau tidak bibi bawa, dimakan ya jangan lupa...sekarang kamu sendirian nak...jaga kesehatannya ya...jangan sampai sakit, mengerti?" ucap bibi sembari menaruh makanan itu keatas meja ruang tamu Alena. "Makasih banyak ya bi...bibi sangat baik pada Ale..." ucap Alena yang mendapat elusan tangan di kepalanya. Setelah selesai sarapan, Alena pun lalu berangkat ke sekolah, dan lagi-lagi langkah kakinya terhenti saat ia melewati jalan yang akan membawanya menuju ke makam. "Mah...Alena berangkat sekolah dulu ya mah...ini sudah pertengahan bulan mah...tapi Alena belum membayar spp, Alena bisa bekerja sambilan di toko bunga lagi tidak ya mah? Alena belum kesana setelah kepergian mama, kira-kira ibu tokonya masih mau mempekerjakan Alena tidak ya mah?" ucap gerutu dalam hati Alena saat itu. Lalu dengan langkah cepatnya kembali Alena menuju ke jalan besar, ia bermaksud akan menunggu angkutan umum untuk ke sekolahnya yang ada di tengah Kota, namun tatapanya saat itu tertuju pada seorang anak laki-laki yang ada di tepian jalan, dan seragam yang dikenakannya sama persis seperti seragam yang ia pakai. Alena segera menuju kearah cowok tersebut. "Abiyan..." ucap Alena saat cowok itu membuka helem yang dikenakannya. "Hai Le...tadi Nayla bilang kalau kamu masih belum berangkat, ya sekalian aku tungguin lah..." ucap Abiyan dengan senyumannya, dan entah mengapa saat itu membuat Alena tersenyum pula pada cowok itu. "Makasih ya Bi...iya memang Nayla berangkat duluan karena ada piket pagi ini, ya sudah biasa sih...kita tidak satu kelas soalnya, jadi ini mau ngasih tumpangan aku apa bagimana sih Bi?" tanya Alena pada cowok di depannya yang masih nangkring diatas motornya. "Yakali Le aku disini cuma mau mastiin kamu sudah dapat angkot apa belum...ya yang pasti jemput kamu lah...masih tanya lagi!" gerutu Abiyan yang lalu memberikan helem yang ia bawa untuk Alena. Dengan tertawa Alena menerima helem tersebut lalu memakainya, Alena lalu naik ke boncengan motor Abiyan, dan cowok itu pun langsung menarik gas motor di tangannya, Abiyan melajukan motornya ke jalan raya, hingga beberapa saat keduanya sampai ke pintu gerbang sekolah, disana hampir saja pintu gerbang itu di tutup pak satpam karena sudah waktunya untuk di tutup, jika pintu itu di tutup, anak-anak yang ada di luar gerbang pasti akan mendapatkan sangsi. "Akh...syukurlah Bi kita nggak terlambat, waaah...lima menit lagi pasti kita kebagian ngebersihkan toilet sekolahan ini nanti." Ucap Alena dengan wajah berbinar senang karena ia tidak terlambat hari itu. Abiyan yang melihatnya pun ikut senang pula. Keduanya saat itu masih berada di parkiran khusus motor siswa-siswi. "Syukurlah Le...kamu sudah terlihat lebih baik daripada terakhir kali aku melihatmu." Ucap Abiyan yang merasa sangat senang pula. "Ayo Bi...kok malah bengong sih..." ucap Alena saat ia melihat Abiyan malah terbengong menatap kearahnya. Dan saat itu pula Abiyan tersadar dan tahu bahwa ia ternyata tengah melamun sesaat tadi. "Oh...iya, iya...maaf Le...yuk lah kalau begitu..." ucap Abiyan yang lalu mengajak Alena untuk melanjutkan jalannya lagi, keduanya berangkat bersama dan menuju ke kelas yang sama. Abiyan adalah siswa yang rajin dan juga pandai, ya bisa dibilang idola kelas lah...ia pernah di nobatkan sebagai king of clas, dan kabar itu sudah menyebar ke seluruh sekolah, membuat nama Abiyan dikenal semua siswa-siswi, sengaja Alena menjaga jarak dari cowok itu karena menurutnya ia tidak ingin di buly oleh para fans Abiyan yang begitu banyak, meski keduanya masih kelas dua SMA, namun Abiyan begitu popoler saat itu. Tanpa terasa siang pun tiba, pelajaran yang Alena lewati ternyata tidak membuatnya ketinggalan jauh, karena rangkuman dan ringkasan yang setiap hari Abiyan berikan padanya meski ia tidak masuk sekolah sudah tujuh hari lamanya. Sampai...terdengan bel yang berbunyi dua kali, tanda waktu istirahat sudah tiba, semua berhambur keluar tepat pelajaran usai saat itu, dan Abiyan pun langsung menuju ke bangku yang ditempati Alena. Terlihat gadis itu masih santai dan tidak bergegas memasukkan bukunya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD