BAB 2

1104 Words
Elena tersenyum dengan rasa kerinduan yang mendalam. Air mata yang sejak tadi di tahannya jatuh sudah. Ia berhambur ke dalam pelukan Ethan. Elena sangat merindukannya, perpisahan terakhir bukanlah sesuatu yang bisa dibuat menjadi sebuah kenangan indah di antara mereka. Pelukan hangat ini dan aroma fermonom yang sangat di rindukannya. Elena semakin memeluk tubuh Ethan dengan erat menyalurkan hasrat kerinduan yang begitu mendalam kepada nya. Kehadiran Ethan membuatnya emosional.  "A... aku merindukanmu."ucapnya. Suaranya bergetar karena menangis. Elena merasa begitu bahagia bisa bertemu dengan Ethan namun ia terus saja menangis dan tak bisa menghentikan tangisannya. Teo tersenyum memandang Elena, ia juga merindukan wanita ini, sangat. "Aku juga."ucapnya. Suaranya lembut begitu lembut dan menenangkan. Elena melepaskan pelukannya dan beralih memandang wajah Ethan yang kini menangkup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Elena dapat melihat wajah Ethan dengan jelas, ia merindukan wajah ini. Wajah pria ini. begitu merindukannya hingga ia menangis dan tersedu-sedu. "Maafkan aku, sungguh maafkan aku."ucap Ethan berkali-kali. Ethan menyeka air matanya. Bibirnya selalu tersenyum membuat hati Ethan seakan tersayat karena perasaan bersalahnya. Salahnya berjanji melindungi wanita itu namun pergi meninggalkannya. "Jangan menangis. Kau hanya boleh tersenyum mengerti." "Aku tidak pergi. Aku akan selalu memperhatikanmu walau aku tidak ada di sisimu." "Aku akan selalu melihatmu." "Aku tidak akan pernah membiarkanmu menangis." "Bagiku.... " "Senyumanmu adalah sesuatu yang istimewa." Elena tersenyum lebar ia merasa begitu senang. Ia benar-benar sangat senang dapat kembali melihat Ethan. Hal itu tergambar jelas di wajahnya. Mendadak raut wajah Ethan berubah, keningnya mengerut ketika menatap Elena. Hal itu membuat Elena mengernyit bingung tak mengerti. "Elena kau seharusnya tidak di sini."ucapan Ethan membuat Elena mengernyit bingung. Ia tak mengerti apa yang baru saja Ethan katakan. Memangnya kenapa. Kenapa Elena tidak boleh di sini bersamanya. "Apa maksudmu Ethan?." *** "Siap... Satu" DAG! Dokter tengah menempelkan alat kejut jantung pada Elena. Wanita itu sudah di operasi namun saat sedang melewati masa kritisnya mendadak jantungnya melemah membuat dokter memberikan alat kejut jantung padanya agar membuat kinerja jantungnya kembali normal. "Yang kedua.. Semua siap." Dokter kembali menggesekan dua alat pengejut jantung itu sebelum menempelkannya pada Elena. "Dua" DAG! William nampak frustasi. Raut wajahnya jelas menunjukan betapa ketakutannya dia saat ini.William begitu gelisah, kedua tangannya bergetar karena ketakutan. "Sayang bangunlah."William hanya bisa menatap nanar istrinya dari luar kaca ruangan.  "Kau mohon tolong buka matamu." "Yang ketiga.. Semua siap,"para perawat menangguk dan dokter siap memberikan kejut jantung yang ketiga. "Tiga" DAGG! Nafas Elena kembali naik dan detak jantungnya kembali normal membuat dokter bernafas lega begitu juga dengan Wiliam yang sejak tadi berada di luar ruangan memperhatikan mereka. Tubuh William limbung hampir saja dia terjatuh kalau saja sekertarisnya Mr, Simund tidak menahan bobot tubuhnya secara sigap. "Tuan baik-baik saja?."Mr. Simund membantu William mencoba menegakan tubuhnya, menjadi kembali berdiri. William merasa begitu bersyukur melihat keadaan Elena sudah lebih baik. *** Elena membuka matanya secara pelahan. William mengeratkan genggaman tangannya pada sebelah tangan kanan istrinya. Ia tersenyum lalu mengecup kening Elena. Simund berdiri di ambang pintu kamar. "SUSTER."teriaknya pada salah seorang suster yang sedang berjalan di lorong ruang. Suster itu berlari datang menghampiri Simund. Lalu ia masuk melihat Elena yang sudah siuman. Suster tersebut melepaskan beberapa alat yang berada di tubuh Elena. Menyisakan alat infus. Elena terduduk seraya bersandar pada headboard ranjang rumah sakit. "Sudah berapa lama aku di sini?."Hyumi bertanya pada ketua pelayan Mrs. Eve yang kini sedang berdiri di hadapannya. "Satu minggu nona."ucap ketua pelayan Mrs. Eve. Membuat Elena menganggukkan kepalanya mendengar hal itu. "Cukup lama."Jawab Elena terdengar begitu sendu.  William terus memperhatikan Elena. Wajahnya begitu khawatir. Elena belum sadar akan bayi mereka yang sudah tidak ada.Hal ini membuat William dilanda rasa cemas. Wajahnya terlihat gelisah. William mulai mencoba untuk memikirkan berbagai aspek tentang apa yang mungkin terjadi pada istrinya setelah mendengar kabar ini. Bagaimana reaksi istrinya nanti? William sangat khawatir, benar-benar merasa begitu khawatir. "Tunggu sebentar."gumam Elena membuat William, Simund dan pelayan Eve menjadi was-was menatapnya. Elena merasakan ada sesuatu yang kosong dalam dirinya. Perasaanya berubah tidak enak. Panik.... Mendadak ia menjadi ketakutan. "Aku terjatuh dan... Bayiku."gumamnya saat kembali mengingat akan bayinya. Elena langsung menyibak selimut yang menutupi perutnya. Di saat itu William mengalihkan pandangannya ke arah pintu, Simund membalikan tubuhnya dan pelayan Eve tertunduk.Kedua tangan Eve yang saling bertaut Eve bergerak gelisah. Tubuh Hyumi mendadak bergetar. Kedua matanya menatap nanar perutnya yang kembali rata. Hatinya terasa sesak. Hyumi menyentuh perutnya. Perut buncit itu sudah menghilang. Perut besarnya sudah tidak ada lagi. Elena beralih menatap William yang duduk tepat di sebelahnya. "William. Di....dimana dia?"tanya Elena dengan suara bergetar membuat hati William terasa hancur. "Dimana dia.....?."tanya Elena panik. Elena beralih mencengkram kemeja William. "William dimana dia?." "William jawab aku." "William dimana bayi kita?." "Kenapa perutku sudah mengecil... Hiks... Hiks.... Hiks... "Air mata itu mengalir membasahi wajah cantiknya dengan rasa sesak yang terasa perih. William hanya diam. Ia hanya bisa diam mendengar rintihan pilu istrinya tentang bayi mereka. William mengigit bibir bawahnya, ia pindah duduk di atas ranjang Elena, di sisinya. William meraih tubuh Elena dan memeluknya dengan erat. "Hiks... Jawab aku William. Kenapa kau diam saja... Hiks... Hiks... "Elena terus menarik-narik kemeja bahu William menuntut jawaban.Hahuatinya hancur mengetahui hal ini. "DIMANA DIA!!" "DIMANA BAYI KITA!!" "DIMANA BAYIKUU?!"teriak Elena histeris karena William terus saja diam dan hal itu semakin membuatnya kesal. Elena begitu kesal. Suaminya terus diam tanpa menjawab pertanyaannya yang bertanya tentang keberadaan bayi mereka. Elena ingin jawaban. Elena ingin William menjawab pertanyaan nya. William menggerakan wajahnya secara perlahan menjadi menatap istrinya. Wajahnya begitu sendu membuat khawatiran di wajah Elena terlihat begitu kontras. Sesuatu pasti telah terjadi. Sesuatu yang begitu buruk. Sorot mata teduh William penuh kesakitan. Wajahnya menggeleng lemah membuat hati Elena seakan di robek-robek. Elena terdiam menatap William yang memberikan jawaban atas pertanyaannya. Kepala suaminya menggeleng lemah. Jawaban atas pertanyaannya terjawab sudah. Tentu bayi mereka sudah tidak ada. Hati Elena mencelos. Terasa seperti ada sesuatu yang barus saja hilang dari dalam dirinya. William mengecup kening Elena yang tubuhnya seolah membatu. Membeku di tempatnya terduduk setelah mendengar jawaban William. Deraian air mata Elnena makin membasahi wajahnya. "Tidak mungkin" "Tidak mungkin" "Tidak mungkin..... Hiks... Hiks... Hiks... William bayi kita... Hiks... Hiks... " "Hiks... Hiks.... tidak mungkin."tangis Elena penuh kesakitan. William menatap Elena nanar. Lalu merengkuh tubuh istrinya yang bergetar ke dalam pelukannya. "Ini salahku"desahnya merasakan sesak yang begitu mendalam di hatinya. "William maafkan aku... Hiks... Hiks.. Ini salahku... Ini salahku"gumam Elena berada dalam dekapan William. Air mata itu terus menetes membasahi wajahnya. Namun Elena tidak lagi berontak. Ia terdiam dengan tatapan kosongnya yang merasakan kesedihan dan kehancuran yang mendalam. "Hah!"Simund mendesah panjang seraya menatap ke langit-langit kamar. Sebelah tangannya terangkat menyeka air mata yang menetes di sudut matanya. Kepala pelayan Eve sudah sejak awal menangis, ia seolah tahu dan dapat merasakan betapa hancurnya hati Elena saat ini. Jelas ini terlalu menyakitkan, kehilangan orang yang kau sayangi itu bukan sesuatu hal mudah yang bisa di anggap biasa dan berlalu begitu saja.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD