11. Aku tidak tahan lagi.

2074 Words
Terkadang Ren betanya-tanya apa yang ada di dalam pikiran Arisa yang rela membiarkan kekasihnya menjadi seorang pria panggilan. Menggoda wanita lain selain dirinya, memanfaatkan ketampanan Ren dan membiarkan sang kekasih dalam pelukan wanita lain. Jujur, tak ada masalah bagi Ren selama ia bisa menaklukkan hati Arisa. Tujuannya jelas dalam mendekati Arisa. Hanya saja, semakin lama Ren semakin muak dengan perbuatan tersebut. "Arisa, aku tidak bisa bekerja seperti ini." "Aku muak menggoda wanita-wanita itu!" Ren memperlihatkan sisi lemahnya pada Arisa. Ia memohon dengan sangat pada Arisa untuk menghentikan segala rencananya. Kini sejak Ren menjadi umpan buruan Arisa, Ren baru menyadari jika nyaris setiap malam Arisa akan berburu darah manusia. Di sana, ia juga menyaksikan kengerian yang ada di hadapannya. Fakta jika bangsa vampir adalah sosok yang sangat berbahaya. Manusia benar-benar lemah. Tak berdaya, bahkan tak ada sedikit pun kesempatan untuk melawan. Semua terjadi dalam sekejap mata, vampir bisa dengan mudah memperdaya manusia. "Tidak ada harapan." Begitulah yang terus terlintas di kepala dan benaknya saat ia menyaksikan kengerian tersebut. Aroma darah sudah menjadi hal yang tak asing baginya, suara hisapan yang penuh hasrat kehausan itu terus terngiang di telinga Ren. Belum lagi saat Ren mencoba mencari tahu tentang keadaann para mangsa yang telah di hisap darahnya itu oleh vampir. Ren mendapati jika mereka semua tampaknya melupakan segala hal terkait vampir. Bisa di bilang jika Ren menyerah saat ini. Ia sudah pasti akan mengalami hal yang sama. Segala penyelidikan dan juga pengawasannya akan kembali sia-sia jika Arisa juga menghapus ingatannya. Meski begitu ada satu cara agar Ren tidak terlalu terlibat dengan hal menjijikan seperti pria panggilan itu. Satu hal yang sama dari menaklukkan hati wanita yaitu dengan membuatnya merasa yang paling istimewa dan itulah yang saat ini tengah Ren lakukan. "Arisa, aku tidak sanggup melakukannya. Hatiku sedih dan terluka. Aku hanya ingin menyentuhmu, memelukmu dan terus bersamamu. Bahkan jika aku sekedar berbasa basi untuk menyenangkan hatinya. Aku lebih suka melakukan itu untukmu. Aku sungguh lebih suka bermesraan denganmu Arisa!" Kali ini Ren sungguh memohon pada Arisa. Ia sudah tak sanggup lagi melakukan hal hina itu. Meski Ren tidak melakukan apapun pada para wanita itu dan Arisa langsung menghisap darah para wanita itu. Tapi, Ren sangat tidak nyaman dengan status tersebut. Apa lagi, tak bisa di pungkiri jika ia harus melihat tubuh tanpa busana dari para wanita itu. Wanita-wanita yang haus akan sentuhan pria, yang langsung mencoba melahap tubuh pria bila ada kesempatan. "Tapi, aku butuh darah. Tidak ada cara yang lebih mudah selain melakukan hal ini." Ren cukup paham maksud ucapan Arisa, dengan menjajakan diri seperti ini. Maka mangsa akan datang dengan sendirinya. Tapi, Ren cukup yakin jika beberapa orang yang ia kenal sebelum ia terlibat dengan Arisa bukanlah pria-p****************g yang akan mencari belaian wanita dengan menyewa jasa wanita panggilan. Keyakinan itu bisa Ren pastikan, mengingat ia cukup kenal dengan para korban tersebut. Sehingga Ren mencoba untuk mengungkap hal tersebut saat ini. Ren berusaha untuk menggali lebih dalam hal apa saja yang Arisa lakukan untuk berburu. "Tidak mungkin bagi seorang predator tidak menikmati proses berburu!" benak Ren yang yakin akan pendapatnya. Seperti yang pernah Ren pikirkan sebelumnya, Ren yakin jika semakin kuat mereka, maka semakin menyenangkan untuk memburu yang lemah. Proses yang rumit dan mangsa yang memberontak, Ren yakin pasti akan sangat menarik dan menjadi hiburan tersendiri bagi para predator. Jika tidak, mana mungkin mereka akan menghilang dan lenyap begitu saja. Sampai berita tentang orang hilang bisa merebak di setiap media. Pasti ada sebuah tindakan ilegal yang mungkin masih di tutup rapat oleh Arisa. Hal yang membuat orang-orang itu menghilang. Bisa dibilang mungkin sebuah penculikan. Semua terbukti dari para mangsa yang masih hidup dan hanya melupakan kejadian penghisapan darah itu begitu saja. Tak ada satu pun dari mereka yang hidup tidak normal. Semua hidup seperti tidak terjadi apa-apa. "Arisa, aku tahu kamu membutuhkannya. Aku rela melakukannya, tapi nuraniku terluka setiap kali para wanita itu menyentuhku. Aku berusaha mengelak tapi terkadang kamu juga tidak datang tepat waktu." "Bahkan ... Bahkan ..." Ren mendekap tubuhnya, ia mengeratkan pelukan dirinya sendiri itu dan menunduk dengan dalam. Meringkuk dan meneteskan air mata seraya menatap Arisa dengan putus asa. "Aku bahkan belum pernah melakukannya denganmu tapi para wanita itu melepas pakiannya, menyentuh tubuhku dan .... dan ..." Sengaja, Ren tidak meneruskan ucapannya. Ia langsung meraih tangan Airsa dan meletakkan punggung tangan Arisa ke pipinya. "Aku ingin kamu yang pertama bukan mereka. Aku sungguh hanya menginginkan kamu. Hisap saja darahku Arisa. Aku akan menahan sakitnya jika perlu. Sungguh aku hanya ingin kamu yang menyentuh tubuhku." Tidak bisa Arisa pungkiri jika selama ia menjalin hubungan dengan Ren. Hubungan mereka hanyalah seputar perburuan saja. Keduanya nyaris tak pernah berkencan apa lagi bermesraan. Sama seperti kali ini di saat Ren yang berhasil mendapatkan buruan untuk Arisa. Ren hanya memandang Arisa yang penuh hasrat menghisap darah manusia. "Lihat, bahkan setelah ada mereka pun. Kamu hanya peduli dengan mangsammu saja." Ren mengusap bibir Arisa yang meneteskan darah hingga ke dagunya. Mata Ren berkaca-kaca, ia begitu putus asa dan hanya bisa menggantungkan harapannya pada Arisa. Arisa pun menyadari jika hubungannya dengan Ren semakin dingin. Padahal Ren sudah berkorban cukup banyak untuk Arisa. "Ah, apa yang sudah aku lakukan pada pria lugu ini!" benak Arisa seraya memandang Ren yang saat ini merangkul erat pinggang Arisa. "Arisa, aku mau kamu!" bisik Ren seraya mengererayangi tengkuk Arisa. Pelan, Ren mendekap tubuh Arisa. Ia mendekatkan wajahnya pada Arisa. Mencium kening wanita itu dengan lembut. "Tolong, lihat aku juga Arisa!" pinta Ren lagi. Arisa pun tidak bisa menolak dengan hal tersebut. Jujur, ia juga merindukan sosok Ren. Ren yang selalu tersenyum hangat dan menyapa Arisa dengan lembutnya. "Maafkan aku Ren, sungguh aku tak menyadari hal tersebut." Sesal pun memenuhi hati Arisa. Sungguh tidak menyangka jika keserakahannya yang membuat dia lupa apa yang telah membuat dirinya menerima sosok Ren. Arisa sampai lupa, jika Ren sesungguhnya sangat berharga bagi Arisa. Pria yang mau menerima dirinya tanpa memandang rendah Arisa. Luluh berkali-kali pada sosok Ren, Arisa pun berjanji pada dirinya sendiri agar tidak lagi menyia-nyiakan Ren. Ren sudah cukup berusaha keras demi bisa melakukan apa yang Arisa inginkan. Arisa menyaksikan sendiri betapa Ren berusaha keras dalam permburuannya. Di mulai dari Ren yang mencoba menggoda wanita di sebuah bar, membiarkan wanita itu bergelayut manja denganya, hingga membawa sang wanita pada sebuah hotel mewah. Semua Ren lakukan sendiri dengan menggunakan wajah tampannya tersebut. "Kamu benar, aku tak seharusnya membiarkan para wanita itu menyentuhmu." Saat Arisa melihat sosok Ren yang kini di hadapannya. Ren yang tampa busana dan hanya mengenakan pakaian dalamnya saja. Otot kekar Ren terlihat dengan jelas dan bola matanya yang bersinar. Sesal itu terasa nyata bagi Arisa, ia baru sadar akan pesona luar biasa Ren yang lain. Arisa lupa akan lengan kekar yang selalu merangkul mesra dirinya. "Ah, seharusnya aku takk membiarkan kamu seperti ini Ren." Perlahan, Arisa melingkarkan lengannya pada leher Ren yang kala itu duduk di tepi tempat tidur. Arisa pun naik ke pangkuan Ren, dan mendekap tubuh Ren dengan erat. Wajah Ren seketika memerah, dengan tubuh Arisa yang tenggelam dalam kekarnya dekapan Ren. Belaian melunjur dari Arisa, menyentuh setiap lekuk otot kekar Ren dengan jemarinya. Arisa takjub akan otot keras yang ikut berderap seiring napas dalam dari pria tersebut. Sang kekasih yang sempat ia abaikan dan malah menyerahkannya pada para wanita buruannya. "Pantas saja para wanita itu menggila!" benak Arisa saat ia mulai memerhatikan tubuh Ren. Arisa tidak heran jika para wanita itu bak binatang liar saat melihat Ren. Arisa pun mulai bisa membayangkan betapa liarnya para wanita itu pada Ren. Tak heran mengapa para wanita itu begitu mudah untuk membuka pakaiannya di hadapan Ren. Malah mungkin para wanita itu lah yang gerah dan ingin segera melaham Ren. Sudah bisa Arisa bayangkan betapa sulitnya Ren bertahan selama ini demi dirinya. Saat para wanita itu mengerayangi tubuhnya dan berusaha keras untuk tetap menjaga batasannya. Arisa sungguh menyesa. Apa lagi sosok Ren benar-benar tidak bisa untuk diabaikan begitu saja. Arisa mendorong tubuh Ren hingga ia merebah pada kasur empuk yang sedikit berlumuran darah. Arisa tidak peduli jika kasur itu berlumur darah atau tidak yang jelas ia sudah tak bisa lagi lepas dari pesona Ren yang memabukkan. "Ren, bagaimana ini. Aku juga sangat menginginkan kamu!" kata Arisa yang kini sudah benar-benar menenggelamkan tubuhnya pada Ren. Aroma darah semakin membuat Arisa tidak terkendali. Aroma amis yang sangat menggodanya, menambah hasrat membara dari dalam tubuh Arisa. Aroma darah itu sangat cocok dengan Ren, ia bagaikan sebuah santapan lezat bagi Arisa. Namun, jika dibandingkan dengan keinginannya untuk menghisap darah Ren. Arisa justru lebih ingin menyentuh setiap sudut tubuh Ren. Sentuhan itu pun sudah menyerang tubuh Ren. Napas Ren semakin berat dan pandangan matanya sedikit buram. Meski tanpa cinta, tapi jika ada wanita secantik Arisa yang menyentuh tubuhnya tentu Ren pun akan goyah. Apa lagi saat ini status mereka masih lah sepasang kekasih. "A-arisa!" Ren merasa geli saat tangan Arisa menyentuh paha bagian dalam Ren. Arisa mengabaikan sapaan lembut tersebut tapi Ren semakin resah akan hal tersebut. "Arisa, aku mohon. Berhentilah bergerak. Aku sungguh tak bisa lagi menahannya!" kata Ren sambil memegang ke dua bahu Arisa. Senyuman pun tersirat dari Arisa. Arisa sungguh tak sadar jika sejak tadi Ren mungkin susah payah untuk menahannya. Tubuh Ren terasa semakin panas dan kedua tangan Ren juga terasa begitu hangat. Napas Ren yang berat seolah menarik Arisa semakin dalam. Akan tetapi, Ren yang sudah tidak bisa lagi menahan dirinya itu kini mulai mengerayangi tubuh mungil Arisa. Tangan kekar itu menyisip ke balik pakaian Arisa yang tipis. Masuk menyentuh punggung Arisa dan meninggalkan jejak hangat dari telapak tangan kekar itu. "Ah.. Ren tunggu!" Saat tangan kekar Ren yang satu lagi menyentuh perut Arisa. Arisa sedikit bergelinjang sembari mencoba menghentikan Ren. "Hmmm.. kenapa? Kamu tidak menginginkannya?" tanya Ren lagi dengan polosnya. Padahal sebelumnya Arisa sangat liar menyerang Ren tanpa ampun. Kini malah semua berbalik. Arisa malah tidak berdaya dengan apa yang Ren lakukan. Tangan itu begitu menenggelamkan Arisa. Arisa kewalahan dengan permainannya sendiri. "Bu-bukan begitu!" kata Arisa gugup. Sekarang giliran Ren yang mengabaikan Arisa. Tubuh Arisa masih tepat berada di atas tubuh Ren, jika Arisa benar-benar tidak menginginkannya Ren yakin Arisa akan langsung lompat dari tubuhnya dan menjauh atau jika memang perbuatan Ren itu sudah melampaui batas, Arisa bisa saja dengan mudah menggunakan kemampuan vampirnya. "Kalau begitu, biarkan aku memiliki kamu Arisa." Penuh keberanian Ren pun mengangkat baju yang Arisa kenakan. Memperlihatkan sebagian besar kulit tubuhnya yang mulus dan pakaian dalam Arisa yang terlihat begitu sexy. "He-hentikan Ren.." Wajah Arisa merah padam, ia menyilangkan kedua tangannya di depan sambil memegang erat kedua bahunya sembari memalingkan pandangannya dari Ren. "Ini tidak adil.." Ren tiba-tiba meninggikan suaranya. Ia sedikit kesal dengan apa yang Arisa tunjukkan. Ia pun melepas sentuhannya dari tubuh Arisa dan menutup wajahnya dengan kedua tangan itu. "Arisa, kamu sangat keterlaluan." Mulanya Arisa tidak mengerti dengan apa yang Ren katakan. Namun, setelah beberapa saat memikirkannya. Arisa mulai memahami jika hasrat membara Ren itu sekuat tenaga ia tahan. Ren kini terlihat bak binatang buas yang terkurung dalam kandang yang sempit. sesak dan sangat ingin segera keluar dari sana. Tubuh Ren sedari tadi sudah tak berbusana ia bertahan dari godaan wanita yang sebelumnya begelayut pada tubuhnya. Kini ia juga harus bertahan pada sang kekasih yang telah memanfaatkan dirinya. Arisa menyimpulkan jika Ren mungkin bisa bertahan pada wanita lain yang tidak ia cintai. Namun, Arisa dan Ren adalah sepasang kekasih. Dimana Ren mungkin tidak akan sekuat sebelumnya untuk bertahan dari godaan wanita. "Ren, apa aku terlalu jahat padamu?" tanya Arisa tanpa membuka kedua tangan Ren yang masih tertutup rapat. "Iya, kamu jahat. Sangat jahat. Kamu tidak mengerti bagaimana perasaanku." Perlahan Arisa semakin merendahkan tubuhnya, ia masih membiarkan Ren dalam persembunyiannya. Namun, Arisa kembali tidak berdiam diri. Ia mulai menyerang Ren kembali seperti apa yang ia inginkan. "Harusanya aku melakukan ini sejak dulu padamu Ren. Sebelum para wanita itu menyentuh tubuhmu yang indah ini." Arisa tampa ragu menjilat perut Ren. Membuat Ren menggelinjang geli dan tak sengaja membuka kedua tangannya yang sedari tadi menutupi wajahnya itu. "Hmmmm...." Ren berdeham saat sentuhan Arisa semakin liar di tubuhnya. Bibir Arisa yang terasa dingin itu bak menemukan jalurnya sendiri. Meninggalkan bekas dingin yang melilit tubuh kekar Ren. "Akh... aku tidak tahan lagi." Ren mengambil alih posisi, ia langsung mengangkat tubuh Arisa yang sedari tadi ada di atas tubuhnya. Kini semua terbalik, Arisa sudah berada di bawah tubuh kekar Ren dan menatap dalam ke arah Ren. Tanpa basa-basi lagi, Ren langsung menyambar bibir itu. Bibir yang sudah lama tidak pernah ia sentuh sejak ciuman hangat mereka sebelum misi perburuan ini menjerat Ren.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD