BAB 11

1165 Words
Bus yang dinaiki So Ji terus bergerak mundur. Kaca-kaca di jendelanya juga mulai retak akibat pukulan dan hantaman dari para zombie kelaparan yang mengincar So Ji di dalamnya. Gemetar dalam tubuh So Ji kian tak terbendung. Belum lagi bus perlahan mulai bergeser ke belakang, menuju jurang yang siap membawanya sekaligus.   Tak ada yang bisa So Ji lakukan. Ia terdesak dengan banyaknya jumlah zombie yang berkumpul. Hingga ia melihat atap. Hanya bagian itu saja yang tak terjamah oleh para zombie. Namun, bagaimana caranya dia keluar?   Lewat keberanian yang muncul akibat sudah terlalu putus asanya dengan keadaan, So Ji memberanikan diri membuka pintu bus di sisi supir. Dengan perlahan, agar ia tak langsung terjun bebas ke bawah. So Ji membukanya dengan hati-hati namun ia malah terdorong keluar dan nyaris terjatuh. Idenya untuk naik ke atas atap sulit terealisasikan. Ia malah lebih dulu sudah hampir menggantung di pintu kalau saja ia tak berpegangan erat.   Di satu sisi bus, juga mulai banyak dorongan. Mau tak mau So Ji semakin keluar dari pembatas jalan hingga yang ada ia berada di celah-celah pintu bus untuk berpijak. Suara derit ban mobil menambah ketegangan. Bus sudah tak bisa lagi mengalahkan jumlah zombie yang mendorongnya untuk jatuh. Dan So Ji kian terjebak pasrah akan keadaan.   “Apa aku akan mati di sini? Kakak..” monolog So Ji yang telah putus asa.   Para zombie juga mulai menaiki bus yang oleng itu hingga kemiringan semakin menjadi. Kaca depan yang pecah menambah ketakutan So Ji untuk diterkam oleh mereka yang mulai merangkak masuk. So Ji melihat ke arah bawah. Ia memperhatikan sungai dengan seksama. Berpikir mungkin ia melompat lebih dulu daripada jatuh bersama dengan bus besar itu.   So Ji terus memikirkannya hingga kemiringan bus kian bertambah. Ia tak punya pilihan lainnya. Ia harus lompat.   “Kamu pasti selamat So Ji. Kamu pasti..bisa!”   So Ji memberi aba-aba untuk dirinya sendiri. Dan dalam hitungan ketiga, So Ji melompat dari ketinggian sepuluh meter itu. Sialnya, bus yang ia tumpangi juga keberatan muatan dan hilang keseimbangan. Hingga pada akhirnya ikut terjatuh selang beberapa detik saja dengan So Ji.   So Ji masuk ke dalam air. Melawan arah untuk bisa berenang dan mengapung ke atas. Meski sulit baginya tapi ia teringat dengan apa-apa saja yang diajarkan Ko Ji padanya. Tentang cara bagaiman keluar dari air jika nyaris tenggelam.   Tak pernah terbayangkan bagi So Ji, bahwa hal ini berguna baginya.   Waktunya tak banyak, So Ji segera bergerak ke atas air untuk secepatnya mendapatkan udara. Nyaris saja bus itu semakin menenggelamkannya kalau saja So Ji tak menghindari dan lompat lebih dulu. Bus yang ikut terjun membawa para zombie itupun mulai tenggelam. Para zombie yang memang tak bisa beradaptasi dengan air atau memang mereka tak bisa mengendalikan diri mereka sendiri itupun akhirnya bertebaran  mati karena tenggelam ataupun meminum air. So Ji bersyukur, ia bisa selamat dan kini tinggal berenang ke tepi untuk bisa selamat.   Dengan tertatih, So Ji keluar dari air. Tubuhnya mulai kelelahan karena banyaknya ia berlari, menyerang dan sekarang berenang untuk bisa menghindari para zombie. Sesampainya di daratan dan merebahkan tubuhnya di sana, So Ji menangis sesegukan merindukan rumah. Desa yang ia sebenarnya sangat muak tinggal di sana namun kini ia merindukannya. Sesak di d**a karena meninggalkan orang yang terkasih. So Ji bahkan merindukan paman So Man dan bibi Bae yang ia benci itu.   “Paman…bibi..” isak So Ji mengingat sosok mereka.   Sementara itu di desa, kedua pasangan itu juga masih bertahan bersiaga di depan gerbang. Dengan perasaan campur aduk, mereka menunggu anggota keluarga mereka kembali. Tak terkecuali bibi Bae yang cemas sejak kabar penutupan gerbang mencuat.   “Aku memang tidak suka mereka berdua, tapi..kemana kedua keponakanku? Mengapa mereka juga belum kembali?” isak bibi Bae yang juga merasakan kehilangan dan ketakutan yang sama seperti suaminya.   Mereka cukup tenang sekarang setelah kedua anak mereka telah selamat dan kini dalam perjalanan. Namun kedua keponakan mereka malah belum memberi kabar apapun. Tak henti-hentinya mereka berdoa untuk keselamatan So Ji dan Ko Ji.   “Aku yakin Ko Ji tengah mencari So Ji untuk bisa pulang. Ko Ji pasti bisa membawa adiknya kembali,” ucap So Man lirih sembari menatap langit yang mulai kemerahan.   Beberapa orang menyadari bahwa langit yang memerah itu pastilah api. Kemungkinan, terjadi kebakaran yang besar di suatu tempat.   “Ini gawat pak kepala desa! Tidak ada satupun petugas perbatasan yang membalas panggilanku. Sebelumnya mereka bilang, jika tak jawaban maka sudah dipastikan keadaan sudah parah. Kita harus segera menutup gerbang sebelum zombie-zombie itu sampai ke sini!”   Mendengar hal itu seluruh warga panic. Mereka mulai mencemaskan keluarga dan anak-anak mereka yang masih belum kembali. Apalagi bibi Bae dan suaminya yang sejak tadi terus menunggu.   Pak kepala desa juga kian terdesak. Untuk menutup gerbang juga tak mudah. Butuh waktu sekitar satu jam hingga tertuup sempurna. Jika dilakukan terburu-buru juga akan membahayakan penduduk di dalamnya.   “Jadi bagaimana?”   Dengan tatapan lesu dan berat, pak kepala desa memandangi penduduk desa yang mayoritas lebih banyak yang berusia senja. Mereka terlihat putus asa, namun keberlangsungan hidup di sini juga harus tetap berlanjut. Sangat sulit baginya untuk memilih. Tapi karena sebuah tanggung jawab, maka ia harus mendengarkan suara yang lebih banyak mengambil keputusan.   “Tutup gerbangnya,” perintah kepala desa yang langsung ditentang oleh keluarga Han dan beberapa keluarga lain.   Terutama bibi Bae yang langsung berteriak marah sambil menarik kepala desa karena telah membuat keputusan tersebut.   “Apa maksudnya? Pak kepala desa..keluargaku belum kembali. Keponakanku juga! Kumohon..tunggu sebentar lagi.”   “Maaf nyonya Bae. Kita tidak punya banyak waktu lagi. Menutup gerbang juga membutuhkan waktu satu jam. Semoga saja keluarga Han bisa kembali selama waktu penutupan gerbang,” ucap kepala desa sembari pergi meninggalkan kerumunan orang yang menjaga.   Mendengar hal itu tentu saja bibi Bae tak terima. Ia berteriak histeris untuk meminta keadilan. Namun sayangnya, warga tak ada yang membelanya lagi. Mereka juga kini khawatir dengan keselamatan mereka sendiri.   Sementara itu, Ko Ji masih terus dihadang oleh Rock Lee. Vampire yang secara mengejutkan ingin membunuhnya untuk tetap bertahan. Ko Ji yang tak tertarik dengan keberlangsungan hidup para vampire itu memilih untuk pergi ketujuan awalnya. Tapi tetap saja, Rock Lee tak membiarkan Ko Ji pergi.   “Jangan menghindariku. Satu hari nantipun saat kau tak mengahadapiku, aka nada vampire lain yang akan menemukanmu dan mengajakmu berduel.”   “Aku tidak butuh wilayah kekuasaan.”   “Kalau begitu kau harus siap untuk mati ditanganku,” ancam Rock Lee yang terlihat tak main-main itu.   Ko Ji berdecih sambil mengeluarkan samurainya, “Tunggu sampai aku menyelamatkan adikku terlebih dahulu.” Rock Lee tertawa dengan keras. Ia meremehkan kemampuan manusia untuk keluar dari zona zombie ini.   “Apa dia manusia biasa? Butuh keajaiban bagi adikmu untuk lolos dari tempat ini.”   Ko Ji tak peduli dan dia memilih untuk melarikan diri selagi Rock Lee lengah. Tentu saja hal itu tak bisa dibiarkan oleh pemuda berkepala plontos itu. Dengan kemampuannya ia sekali lagi menghadang Ko Ji hingga pertarungan sengit diantara mereka pun terjadi.   “Langkahi mayatku dulu jika kau ingin kabur,” ancam Rock Lee yang terlihat tak main-main itu.   . . bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD