BAB 24

1056 Words
EPISODE SEBELUMNYA   Dengan tenang meski sambil berurai airmata ketakutan, Ja Hyun pasrah melihat Ko Ji seperti akan menebasnya. Ia menyiapkan mental bajanya untuk menerima nasib yang akan ia terima di penghujung benda tajam berdarah itu.   Semua orang menelan ludah dengan susah payah melihat keberanian Ja Hyun dan Ko Ji itu. Terlebih paman So Man yang tak bisa berbuat apapun terhadap nasib anaknya itu. Meski ditahan oleh So Ji, bibi Bae tetap mengancam Ko Ji untuk tidak membunuh anaknya. Namun ucapan Ja Hyunnya lah yang membuatnya berhenti berteriak dan mengamuk.   “Yah. Lakukan saja Ko Ji. Aku lebih baik mati menjadi manusia, daripada harus hidup menjadi zombie –“   Ucapan Ja Hyun itu menggetarkan hati orang yang menyaksikannya. Ternyata masih ada sedikit harga diri dalam diri kita meski berada dalam keadaan teramat genting sekalipun. Harga diri tersebut adalah, tetap bertahan untuk mati secara terhormat. Meski mereka tahu, tak ada pilihan yang mengenakkan dari semua itu.   Ko Ji bersiap dengan pedangnya. Ia kemudian beralih pada tangan Ja  Hyun yang tergigit. Pupil mata Ja Hyun juga mulai berwarna putih. Kulitnya pun berubah semakin kering dan berwarna kehitaman. Ja Hyun mulai mengeluhkan lamanya Ko Ji mengayunkan pedangnya.   “Apa kau ingin aku melakukannya di sini?”   Ja Hyun mengamati sekitarnya terutama kedua orang tuanya. Adiknya Ro Na pun terlihat tak berdaya melihat dirinya. Begitu pula dengan warga yang berkumpul. Ja Hyun beranggapan bahwa ia tak layak menjadi pusat perhatian. Selama ia bisa hidup normal pun, pria yang baru lulus kuliah itupun selalunya hanya menjadi manusia yang tak bisa diandalkan.   Dia sadar, bahwa dirinya hanya menjadi beban keluarga saja. Tak pernah menjadi berguna seperti Ko Ji yang pekerja keras dan rajin. Dilihat dari segala sisi, ia bahkan tak pernah memberikan sesuatu pada kedua orang tuanya. Dan sekarang dipenghujung usianya pun, ia masih menjadi beban malu bagi kedua orang tuanya.   Ja Hyun terpukul. Mengapa baru sekarang ia menyadari hal itu.   Setelah memikirkannya dengan matang, Ja Hyun memilih mengikuti saran Ko Ji untuk pertama dan terakhir kalinya. Untuk meredakan kesedihan orang tuanya, Ja Hyun memilih mati tanpa dilihat orang tuanya. Ia lantas mengikuti Ko Ji untuk menjauh dari tempat tersebut. Tapi..Ja Hyun bisa merasakan, dirinya takkan bisa bertahan lebih lama lagi.   Saat Ko Ji mengulurkan tangannya untuk membantu Ja Hyun bangun, saat itulah mata pedang Ko Ji seperti magnet yang amat kuat bagi Ja Hyun. Pemuda itu memilih menarik pedang tersebut dan menikam dirinya sendiri tepat di bagian lehernya.   Peristiwa mengerikan itu memang tak dilihat langsung oleh bibi Bae dan suaminya. Tapi apa yang dilakukan Ja Hyun benar-benar membuat shock kedua orang tuanya. Begitu pula dengan Ko Ji yang bahkan hanya bisa mematung melihat darah menetes dengan derasnya di ujung pedangnya. Ia terlambat untuk menghentikan aksi bunuh diri yang dilakukan oleh Ja Hyun.   “A..aku..ingin mati menjadi manusia,” pesan Ja Hyun di saat terakhirnya akan menutup mata.   Kejadian itu membuat orang tua Ja Hyun terpukul. Mereka berteriak histeris melihat anaknya mati seperti itu. Desakan untuk segera menebas kepala Ja Hyun pun mencuat. Pasalnya, Ja Hyun yang mati karena bunuh diri itupun tak menghentikannya menjadi zombie. Entah mungkin karena Ja Hyun terlambat untuk mati, karena itulah jasad Ja Hyun masih bergerak menjadi zombie.   Kericuhan terjadi antar para warga. Yang merasa tidak ada rasa kemanusiaan jika Ja Hyun kembali terbunuh untuk kedua kalinya. Namun warga yang lainnya juga merasa hal itu perlu, agar tidak ada zombie di dalam pagar desa. Suasana ricuh itu membuat semuanya tak bisa dikendalikan. Bahkan oleh kepala desa sendiri. Hingga untuk mengakhiri pertikaian ini, Ko Ji pun mengambil keputusannya.   Dengan pedang yang masih tertancap di leher Ja Hyun, Ko Ji menggeserkan pedang tersebut hingga benar-benar menggores leher mayat hidup Ja Hyun itu. Kepala Ja Hyun pun terlepas dari tubuhnya dan tak lagi bergerak.     Pagi itu..desa So Bong benar-benar begitu kelam. Kematian pertama warga mereka akibat dari virus itu menjadi awal dari kematian-kematian dan keserakahan setiap individunya untuk tak lagi percaya pada orang-orang di sekitar mereka. Membasmi para zombie yang tersisa di luar pagar juga menjadi tujuan mereka yang utama. Hingga desa Sobong benar-benar bersih dari virus tersebut.   Tak ada toleransi bagi mereka yang terinfeksi. Keadaan sulit dan kejam itu terpaksa mereka jalani akibat terisolasinya desa Sobong. Kini, selain menghalau para zombie masuk, mereka juga harus menghadapi masalah yang lebih besar lagi yaitu, bertahan hidup tanpa ada akses keluar masuk desa.   =   Ja Hyun akhirnya dikuburkan secara layak di belakang halaman rumah mereka. Meski masih merasakan kehilangan, bibi Bae dan suaminya tetap menjalankan ritual pemakaman di rumah mereka. Meski pula tak banyak pelayat yang datang.   Setelah insiden itu, bibi Baae juga lebih banyak diam dan kurang peduli lagi dengan sekitarnya. Dan pastinya, beliau juga masih menyimpan kesedihan dan marahnya pada kedua keponakannya tersebut. Kematian Ja Hyun membuat keluarga Han benar-benar sepi dan sunyi. Kebencian yang bibi Bae simpan dalam hatinya, memaksa Ko Ji memutuskan untuk tinggal terpisah dengan keluarga tersebut.   Paman So Man juga terus memalingkan wajahnya kepada mereka. Karena  sikap itulah, kedua kakak beradik itu memilih tinggal terpisah meski jarak rumah mereka tidaklah jauh.   So Ji terlihat tengah membawa satu kotak keluar dari kamarnya. Ketika ia melewati kamar Ro Na, tanpa sengaja So Ji melihat Ro Na yang tengah menangis di depan foto kakaknya. So Ji ingin masuk ke kamar itu untuk memberi ketenangan pada Ro Na yang masih terpukul. Tapi tampaknya, Ro Na masih belum bisa menerima keberadaannya sama seperti kedua orang tuanya lakukan.   “Ro Na –“ panggil So Ji pelan saat Ro Na bangkit dari ranjangnya dan berjalan mendekat ke arahnya. Tapi ternyata tujuan Ro Na menghampirinya hanya untuk menutup pintu kamarnya dengan keras.   “Ada apa?” tanya Ko Ji yang tak sengaja naik ke atas untuk membantu So Ji memindahkan barang-barangnya. Dengan cepat So Ji mengelak untuk menjelaskan apa yang telah terjadi.   “Tidak ada. Ini kotak terakhir kak. Mari kita pergi,” ajak So Ji sedikit berat mengatakan pergi.   Meski dulu pernah tersirat keinginan So Ji untuk segera beranjak dari rumah tersebut, melihat situasinya menjadi seperti ini, So Ji pun merasa sedih untuk berpisah. Paman So Man yang biasanya tersenyum ramah padanya dan selalu membelanya, kini terlihat begitu membencinya. Senyuman itu telah pudar baik kepadanya maupun keluarganya. Apalagi bibi Bae Im Na. Wanita yang berumur separuh abad lebih itu kini memilih mengurung diri daripada bersitatap dengan So Ji.   Bagi So Ji semuanya telah berubah. Dan mungkin akan berlanjut untuk selamanya.   . .   bersambung 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD