Kakakku yang tak punya otak

1007 Words
Hari ini adalah hari menjelang pernikahan kakakku Aira.Tiga hari lagi kakakku itu akan menikah dengan calon pilihan Ibuku. Aku pun seperti kakak-kakakku yang lain ikut bersibuk ria menyambut hari pernikahan kakakku Aira, Kak Aira adalah kakakku yang ke 2, kami 4 bersaudara yang merupakan perempuan semua, bulan ini menjadi hari kakakku Aira diwisuda . Kak Aira cantik manis soleha dan penurut sama orang tua, selama ini, sekalipun aku tak pernah melihat dia membantah kata-kata orang tuaku, terutama Ibu, dalam pandanganku dia adalah wanita yang sangat soleha, dibanding dengan kedua kakakku yang lain. Kakak pertamaku bernama Eva, ia anaknya tomboi dan galak, jago beladiri dan tidak suka diatur, Dia sudah menikah tiga tahun yang lalu dan belum memiliki anak. Dalam hati aku berfikir, pantes lah Dia belum memiliki anak, lawong galak begitu, mungkin suaminya takut. Pikirku sambil menahan tawa. Kalau kakakku yang satunya adalah adiknya Kak Aira, namanya Anis, dia cantik, suka tebar pesona gitu, tapi super jenius, dia selalu mendapatkan prestasi sejak kelas sekolah dasar. Sekarang Kak Anis sudah kuliah di semester dua dan Kak Anis mengambil jurusan akademik. Dan aku adalah anak bungsu Ibuku. Namaku Syakila, wetonku sama dengan Kak Aira, sama-sama minggu wage, Ibu sering menjuluki kami sebagai kembar weton, tapi kami benar benar beda kepribadian. Aku lebih ke arah jutek dan tak begitu feminim, aku lebih suka berpakaian longgar, meskipun tak terlalu tertutup, aku tidak suka berdandan seperti remaja kebanyakan. Aku lebih bergaya cuek, aku tak pernah mengikuti fashion pakaian yang sedang trend, aku lebih suka memakai baju yang terasa nyaman saat kupakai, tak peduli baju itu sudah ketinggalan jaman sekalipun. Aku Syakila si gadis cuek yang akan selalu kabur saat ada cowok yang mencoba mendekatiku, aku petakilan dan suka memanjat pohon. Aku lebih dekat dengan Ibu di banding kakak-kakakku, mungkin karena aku bungsu kali ya? Saat memasuki SMP aku mulai mengikuti kegiatan belajar tambahan beladiri di sekolah, aku menyembunyikan kegiatan itu dari orang tuaku karena mereka tak setuju aku mengambil kegiatan tersebut, kata Ibu beladiri tak cocok untuk perempuan, karena menurut Ibu beladiri atau lebih dikenal dengan silat akan menghilangkan kefeminiman seorang gadis . Ibu lebih suka aku mengambil kegiatan tambahan mengaji ataupun komputer, aku sih tak masalah aku mengambil ketiganya, tapi aku lebih mengutamakan beladiri. bukan niat hati untuk membohongi, cuma tak ingin membuat kecewa saja, tanpa Bapak dan Ibu tahu aku jago beladiri. Hingga hari ini tiba, pas ada yang coba mencopet dompet Ibuku di pasar, aku langsung mengejarnya dan kuhajar hingga Dia babak belur dan bisa kuselamatkan dompet Ibu, saat ini Ibu hanya diam sampai kami tiba di rumah. Dengan tatapan menusuk Ibu mengintimidasiku, aku hanya nyengir kuda melihatnya. "Jelaskan pada Ibu, kamu mengambil kegiatan tambahan beladiri sejak kapan? Jawab syakila ,jangan hanya cengengesan," kata Ibu mulai meninggi. "Aduh, Ibuku yang cantik, jangan marah dong, anakmu ini takut loh Bu," kataku sambil memeluk dan menciuminya. "Nggak mempan ya Syakila, selama ini kamu membohongi Ibu? kenapa kamu membohongi Ibu Syakila !!!" lanjutnya. "Semua sudah lewat Bu, ini aja Syakila udah kelas 3 SMA," jawab syakila sambil cengengesan. "Kamu tidak bisa semaumu ya Syakila, perbaiki dandananmu, jaga kefeminiman kamu, jangan buat Ibu kecewa kali ini, awas kalau kamu bohongi Ibu lagi !!!", katanya mengancam. "Emang kenapa sih Bu? kan Syakila tadi bisa hajar pencopetnya kan?" ,kata Syakila menjawab. "Nah, dengan itu dompet Ibu dan isinya bisa selamat, ada untungnya kan Bu Syakila jago beladiri, jadi nggak takut dijahatin orang ". kataku kembali menjelaskan ke Ibu. "Kamu ya, bantah terus kata-kata Ibu ." Bapak yang dari dalam menyahut mendengar Ibu yang marah-marah. "Biarin saja sih Bu, lagian Bapak nggak keberatan kok punya anak jawara,"kata Bapak nyengir. Bapak emang selalu mendukung keinginan anak-anaknya, Beliau tak pernah memaksa kami untuk mengikuti keinginannya. "Tiga hari lagi Aira menikah loh Bu, Ibu jangan marah-marah melulu nanti malah darah tingginya naik pas hari pernikahan Aira, oh ya Buk, Aira dimana ya? dari pagi nggak kelihatan, kemana ya buk? apa masih dikamar?" tanya Bapak mengalihkan topik. "Syakila, coba kamu periksa sana, ajak ngapain gitu, biar nggak didalam kamar terus", kata Bapak bernada memerintah kepadaku. "Siap pak bos," jawabku ke Bapak. Aku pun berlari, lumayan bisa lolos dari omelan Ibu, soalnya Ibu itu kalau mengomel bisa sehari semalam kalau tidak di hentikan sama Bapak. Bapakku ini memang top markotop kalau soal meluluhkan kemarahan Ibu. Ibuku bernama Ni'matussaadah, biasa dipanggil Bu Ni'mah dan Bapakku bernama Sasongko. dan biasa dipanggil Pak Sas, Ibuku terkenal cerewet dikampung sini, tapi terkenal baik hati juga, kalau Bapakku lebih suka bercanda dan kurang serius. Tapi tetep baik hati dong. Saat aku sampai didepan kamar kakakku, akupun mengetuk pintu dan memanggilnya, tok tok tok, "Kak Aira kak keluar dong, disuruh Bapak tuh". Karena berapa kali aku memanggilnya tak ada jawaban, aku mencoba membuka gagang pintunya . Dan, "loh nggak dikunci rupanya, tahu begitu aku usilin tadi, daripada teriak-teriak nggak jelas begini, capek deh." Aku mencoba masuk dengan pelan-pelan, saat berada didalam, aku kaget mendapati kamar Kak Aira kosong dan sudah rapi, lalu kemana kak Aira batinku, saat aku tengah melamun, tak sengaja mataku melihat kertas dia atas bantal diatas tempat tidur Kak Aira, apaan itu? batinku, akupun buru-buru mengambilnya, ternyata surat nya Kak Aira. Kuberanikan diri untuk membacanya. " Maafkan Aira Buk, Pak, Aira tidak bisa menikah dengan calon pilihan Ibu, Aira minta maaf, Aira pergi dari rumah tanpa pamit ke Ibu dan Bapak, maafkan Aira Buk " Seketika aku marah melihat isi dari surat itu, benar-benar nggak punya otak Kak Aira ini, seketika respekku hilang kepadanya, selama ini Aku selalu mengagumi kesolehan nya, tapi hari ini? apa ini? Kak Aira pergi? tanpa memikirkan pernikahan yang sudah dipersiapkan oleh Bapak dan Ibu. "Kak Airaaaaa, nggak punya otak kamu !!!" batinku geram. kalau saja Kak Aira ada didepanku, pasti sudah kucaci maki Dia, enak saja bikin keputusan seenak jidat, nggak mikir apa kalau kelakuannya ini bisa membuat malu dua keluarga sekaligus?. Akupun termenung sendiri didalam kamar Kak Aira, Pak Bu, semoga kalian kuat menghadapi ujian ini, do'a ku dalam hati, kuputar otakku untuk mencari solusi dari semua masalah ini, tapi tak kunjung jua kudapatkan solusinya, otakku serasa buntu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD