- 8 -

2527 Words
   Karin mengedarkan pandangannya, mencari sosok Arbis yang tadi menyuruhnya turun. Matanya terus mencari, namun ia tak menemukan sosok Arbis. Pandangan Karin terhenti, saat melihat seorang lelaki yang di kenalnya. Seketika perasaannya terasa tidak enak.    Ohh no! Kini lelaki itu justru menatapnya dengan mata berbinar. Spontan Karin memalingkan wajahnya. Rizky? Kok Rizky sih? Ngapain dia disini? Apa iya kebetulan? Batin Karin bertanya-tanya, saat melihat lelaki kurus itu kini berjalan menghampirinya.    "Nyari gue yaa?" dengan pedenya Rizky berkata, membuat Karin serasa ingin muntah. Pede banget ini orang!    "Ngapain lo disini?" Karin mulai menoleh, bertanya dengan juteknya.    "Gue gak nyangka, ternyata lo perhatian yaa sama gue. Sampe nanya kenapa gue disini?" Rizky malah senyam-senyum gak jelas. Membuat Karin makin keki melihatnya.    "Lo sama Arbis?" Karin tak menghiraukan omongan Rizky, ia to the point bertanya pada Rizky.    "Arbis yang nyuruh gue kesini. Katanya suruh ngajak lo jalan."    "Hah?" Karin melongo, setelah mendengar penuturan Rizky barusan.    Arbis s****n!! Gerutu Karin dalam hati. Usaha banget sih dia ngedekitan Karin sama Rizky. Udah tau Karin kan gak suka sama Rizky. Gue kan sukanya sama sepepunya. Batin Karin. ***    Tak henti-hentinya Sayna mengubah posisi tidurnya, dari mulai celentang, tengkurap, hadap kanan, hadap kiri, rasanya semuanya terasa tidak srek. Akhirnya Sayna pun memutuskan untuk bangun, memang waktu baru menunjukan jam 8, namun Sayna ingin tidur saja. Dan ternyata matanya belum mengantuk.    Ia terdiam, memandang lurus, yang mentok ke tembok dalem kamarnya. Lagi! Sebuah gambaran sosok Eza yang menggandeng Sesil kini terekam lagi dalam benak Sayna. Matanya lagi-lagi seakan melihat mereka. Rasa sakit hati Sayna belum juga sirna. Sulit sekali rasanya menerima kenyataan itu. Mengapa harus seperti ini? Jika di suruh memilih, Sayna pun ingin sekali untuk berhenti mencintai Eza. Mencintai secara sepihak, bahkan tanpa di ketahui Eza-nya. Mengagumi sosok yang terlihat sempurna di matanya, dengan setia tetap mencintainya, meski kurun waktu telah berlalu, namun cintanya masih utuh. Semakin dalam, semakin terasa menyakitkan.    "Tuhan, jika rasa ini hanya dapat menyiksaku. Ku mohon, hilangkan saja perasaan ini. Tunjukanlah kebesaranmu. Perlihatkan padaku bahwa 'Cinta' itu indah, bukan seperti ini." dengan lirih Sayna berdoa. Tatapannya terlihat sendu, mungkin kisahnya memang tak serumit kisah seperti ftv atau sinetron yang di tontonnya, hanya satu nama di hatinya, hanya satu cinta yang di rasakannya, namun mengapa kesakitan itu datang beribu-ribu menyerbunya? ***    Sepanjang jalan-jalan menyusuri mall, wajah Karin terlihat cuek. Dengan terpaksa Karin menerima ajakan Rizky, karena emang Rizky nya maksa. Alhasil Karin hanya mengikutinya.    "Rin, lo kok diem aja sih?" karena bosan, Rizky pun menegur Karin.    "Terus gue musti gimana? Teriak-teriak gitu?" jawab Karin ketus.    Rizky cuma diam, ia tau Karin tidak suka dengan cara ini. Ia pun tau Karin tidak menyukainya, tapi apa salahnya usaha? Barangkali setelah melihat beberapa hal yang di lakukan Rizky, setelah Karin benar-benar dapat melihat betapa tulusnya cinta Rizky akan dirinya, mungkin hati Karin akan luluh dan dapat mencintai Rizky. Yapp.. siapa yang tau takdir? Memang takdir tak bisa di ubah. Tapi bukan berarti membuat kita patah semangat. Tetap berusaha! Fighting Rizky! Ganbate (y)    Degg.. secara tiba-tiba, jantung Karin berdetak dengan hebatnya. Tanpa di komando, hati Karin seakan bergetar. Tiba-tiba saja perasaannya menjadi lain. Ada apa ini? Karin mengerti tentang perasaan ini. Tapi? Apa iya Karin jatuh cinta pada Rizky? Apa iya getaran itu mulai muncul saat bersama Rizky 'kali ini'? Mungkinkah?    "Rizky!" sebuah suara lembut memanggil Rizky. Membuat menoleh ke sumber suara tersebut.    Astaga! Suara itu! Batin Karin mulai tak bisa diam. Saat Karin mendengar sebuah suara yang sangat di kenalnya. Suara lembut itu, yang mampu membuatnya tersadar akan rasa aneh yang tiba-tiba menghampirinya.    "Regan? Gue kira siapa?" ucap Rizky saat telah menoleh pada orang yang memanggilnya.    Karin kini ikut menoleh, terlihatlah seorang lelaki tampan itu kini berdiri di hadapannya. Membuat mata Karin memandangnya tanpa kedip, dengan tatapan khasnya. Seketika mata Karin memanas, ketika menyadari di sebelah Regan ada seorang wanita cantik yang menemaninya. Siapa dia? Rasa penasaran Karin seakan menggebu. Mungkinkah pacar Regan?    "Ekhem, jalan lagi nih? Katanya kemaren putus, ohh iya gue denger lo kan juga udah punya cowok, Sil?" Rizky menggoda Regan, sambil menoleh pada Sesil yang saat ini bersama Regan.    Sesil? Ternyata ini mantannya Regan. Mata Karin kini memandang Sesil dengan tatapan intensnya. Karin akui, dia memang cantik. Cocok untuk Regan? Tapi? Mereka kan sudah putus. Setidaknya memberikan sedikit peluang untuk Karin. Meski Karin tak melakukan usaha apapun. Tapi? Mengapa kini mereka jalan?    "Haha. Emang kalo udah putus gak boleh jalan? Silaturahmi kan harus tetep jalan. Ohh iya, kita jalan bareng aja yuk. Biar rame, biar seru.." usul Regan. Membuat tenggorokan Karin serasa tercekat. Ohh tidak! Apa-apaan ini? Lalu sepanjang jalan Karin harus terus-terusan menoleh, melihat betapa serasinya Regan dan Sesil, meski mereka sudah tidak pacaran lagi. Namun Regan kan terlihat masih sagat mengharapkan Sesil?    "Boleh. Lo mau kan, Rin?" Rizky bertanya pada Karin.    "Ehh, yaudah. Terserahlah.." jawab Karin pasrah.    "Cewek lo, Ky? Kenalin dong.. ada juga yang mau sama lo.." Sesil melirik Karin, menggoda Rizky.    "s****n! Kesannya gue gak laku gitu?"    "Maybe~ ehh inikan anak IPA 1. Karina Nasya Mahira kan? Murid kesayangannya Bu Retno. Lo terkenal loh di kelas gue.." ucap Sesil yang merasa kenal dengan Karin.    Karin hanya tersenyum canggung, berusaha bersikap normal.    "Murid kesayangan Bu Retno? Dia kan galak gila! Wow, sepinter itukah elo sampe jadi murid kesayangannya?" Regan berdecak kagum, sedikit tak percaya dengan apa yang di ucapkan Sesil.    "Biasa aja.." Karin tetap berbicara datar, meski di hatinya senang. Segitunya kah Regan memujinya? Ahh~    Mereka pun jalan berempat. Regan dan Sesil berjalan di depan, sedangkan Rizky dan Karin mengekor di belakangnya. Dengan jelas mata Karin melihat, Regan menggandeng Sesil dengan mesranya. Membuat Karin semakin panas. Emang harus yaa status mantan pegang-pegangan tangan? Kok yang gue liat di novel-novel mereka malah pada jauh-jauhan kalo abis putus? Tapi ini...? Dalam hati Karin terus menggerutu, memprotes setiap perlakuan Regan dan Sesil yang terlihat jelas di matanya.    Perlahan, tangan Rizky kini ikut menggandeng Karin. Membuat Karin menengok, dan menatap Rizky gahar. Karin menarik tangannya. "Gak usah pegangan! Kayak mau nyebrang tau gak lo?!" ketus Karin. Membuat Rizky melongo. Gila! Galak benerr..    "Caffe donuts di sebelah mana yaa?" Sesil celingak-celinguk, mencari keberadaan caffe donuts yang di maksudnya.    "Kamu mau kesana?" tanya Regan.    "Iya. Tadi papa aku nyuruh beli. Kamu tau gak?"    "Itu di lantai dasar. Kesana sekarang? Atau pas pulang aja sekalian?"    "Emm.. nanti ajadeh pas pulang. Kok kamu tau sih letaknya? Sekuriti sini yaa?" Sesil menatap Regan jail.    "Ada gitu, sekuriti seganteng aku?" dengan pede-nya Regan berkata. Membuat Sesil sedikit tertawa.    "Kalo ada sekuriti kayak kamu, tiap hari deh aku ke mall.." ucap Sesil dengan tatapan menggoda. Regan tak menjawab, ia hanya terkekeh, sambil menarik hidung mancung Sesil.    Dengan jelas, semua ucapan Regan dan Sesil terdengar di telinga Karin. Membuat Karin semakin panas. Ya ampun! Ngomongnya aja masih pake aku-kamu! Ini mantan atau pacar sih? Mesra banget gini? Panas banget rasanya jadi Karin. Meski ia pun jalan dengan Rizky. Tapi kan Karin gak mau jalan sama Rizky, itu cuma paksaan. Saking panasnya, dinginnya AC yang yang menyala di mall tersebut sangat tak berasa bagi Karin. Hatinya panas bukan main. Aish! Gara-gara Arbis nih!    "Gan, photobox yuk.." ajak Rizky, membuat Regan menoleh sejenak.    "Ayuk, kamu mau gak?" Regan menoleh pada Sesil, meminta pendapatnya. Sesil hanya mengangguk, di sertai senyuma manisnya.    "Gue gak ikut." Karin menyergahnya dengan cepat.    "Yah kok gitu? Ikut dong, Rin!" Rizky memohon pada Karin.    "Bodoamat! Gue mau pulang, poto aja lo sono sama Arbis!" Karin merasa kesal, saat mengingat semuanya ulah Arbis. Ia bersumpah, jika esok ia bertemu Arbis, akan ia tonjok Arbis sekencang-kencangnya!    "Ayudong kembaran Kiran.." Regan ikut memohon.    "Nama gue Karin!" sentak Karin.    "Maksud gue gitu.." ***    Saat waktu telah mulai larut malam, Mereka, Rizky, Karin, Regan, dan Sesil pun beranjak untuk pulang. Mulut Karin sama sekali tak terbuka, ia tak mengatakan sepatah katapun saat acara 'Double date' yang gak di sengaja ini. Sumpah! Dia bete abis.    "Aku duluan yaa, Eza jemput aku disana." Sesil meminta ijin pada Regan. Regan hanya mengangguk kecil, disertai senyumannya.    Karin ternganga, di jemput Eza? Kalo dia gak salah mikir, Eza itu pacarnya Sesil kan? Buset, idup Sesil serasa gak ada dosa banget yak? Abis jalan sama mantan, di jemput pacar, kagak marah apatuh pacarnya? Regan nya juga kok mau ajasih? Seperti inilah pekerjaan Karin, sepanjang jalan cuma bisa ngedumel dalam hati.    "Gan, tolong anter Karin pulang yaa.." pinta Rizky, membuat Regan terkejut. Ada apa dengan Rizky?    "Loh? Emang lo kenapa?"    "Biasalah.." Rizky mengisaratkannya dengan tatapan pada Regan, Regan yang mengerti maksud Rizky hanya menurut. Yaa.. status Regan sebagai sepupu Rizky + sahabat, membuat Regan mengenal Rizky luar dalam.    Sedang Karin? Jelas dia terkejut. Antara senang dan bingung mulai jadi satu. Karin takut, takut salting nantinya. Tapi seneng sih, kapan lagi bisa semobil sama Regan? *** Tak pernah ku mengerti Tentang semua suratan yang telah di tentukanNya Tentang takdir yang di tetapkannya Serta tentang perasaan yang kupunya Aku bukanlah seorang ahli bahasa, yang bisa menafsirkan segalanya Namun setidaknya aku mengerti, bahwa rasa ini adalah rasa cinta Cinta yang ku punya, dan hanya untukmu, Sayna.    Sayna menggaruk kepalanya yang tak gatal, ia semakin bingung. Penyair nyasar ini gak ada berhenti-berhentinya ngirimin bait demi bait puisi untuknya. Sayna keki sendiri, kalo punya pengagum rahasia kayak begini. Sudah di bilang, Sayna benci maen tebak-tebakan. Tapi si secret admirer itu sama sekali gak ngasih petunjuk siapa dia?    Bodolah! Sayna gak mau mikirin itu. Gak penting! Kalo gentle gak usah begini. Ngomong dong langsung, di kira Sayna seneng kali sama hal-hal sok dramatis ini? Mentang-mentang Sayna penggemar ftv remaja, bukan berarti Sayna kepengen idupnya jadi drama.    "Pagi-pagi temen temen gue udah kumat nih gilanya. Yang satu mukanya bete abis, yang satu senyam senyum sendiri, nah yang satu ini malah ngelamun kayak ayam kesambet.." Ilham menggelengkan kepalanya, saat ia baru memasuki kelas, meihat Sayna yang masih kesel sama surat misteriusnya. Arbis yang bengong gak tau mikirin apa. Dan Kiran yang senyam senyum sendiri.    "Kalo gue gila elo apa? Sedeng?" Kiran sadar, saat Ilham mengatainya. Kini ia berdiri dari duduknya, dan bersiap untuk melangkah. "Ayok, Bis! Ilham udah dateng, laper nih gue.." ajak Kiran.    "Emang ada acara apa? Odoth lahiran ya, Bis? Makanya elo sukuran gini mau nraktir kita?" Ilham yang baru datang bingung sendiri, tak tau menau tentang ajakan Kiran.    "Bukan gue yang nraktir. Rizky."    "Rizky? Wah jangan bilang pas semalem Karin keluar, itu sama Rizky. Dan ini kerjaan lo."    "Seratus buat lo. Yaudah ke kantin yuk.." Arbis menyeret Sayna, yang tadinya masih duduk. Membuat Sayna berdiri dan berjalan mengikut ketiga temannya itu.    Sesampainya di kantin, terlihat Rizky sedang duduk sendirian. Klover pun menyerbunya, meminta di traktir sarapan pagi ini.    "ARBISA!!" saat semuanya sedang menyantap makanannya, Karin datang dengan wajah yang berapi api, tatapannya gahar, seakan hendak menerkam Arbis.    "Ehh Karin? Sarapan, Rin. Pagi-pagi gak boleh ngomel, sini duduk.." Arbis nyengir, sambil tangannya menarik Karin untuk duduk di sebelahnya. Membuat Karin semakin keki dengan sikap sok akrab Arbis ini.    "Gak usah sok akrab! Ikut gue!" dengan kesal Karin kembali berdiri, juga memaksa Arbis untuk bangun.    "Mau ngapain?"    "Gue mau aniyaya elo! Tapi ke kelas gue dulu, ngambil gunting. Mau gue cabik-cabik badan lo yang selembar ini!" ketus Karin, tangannya menarik paksa Arbis yang tetap memasang wajah innocentnya. He still enjoy.    "Gila! Makan apatuh kembaran lo? Serem amat.." Ilham bergidik ngeri, melihat tingkah Karin yang menyeramkan.    "Biasalah, paling gara-gara semalem. Emang semalem lo jalan kemana, Ky?" Kiran menopangkan dagunya di atas tangannya. Ia menatap Rizky yang sedang menyantap makanannya.    "Ke mall doang. Terus kita ketemu Regan."    "Terus? Lo jalan bertiga?" Sayna ikut bicara, di tengah obrolan mereka.    "Enggak. Berempat."    "Lah? Empat dari mana? Elo, Regan, Karin. Itu 3! Matematika lo 4 sih nilainya, pantes ngaco!" cibir Ilham, yang sok tau tapi asal nyeletus.    "Yeee, gue kan cinta sama kelas kita. XI IPS 4! Tapi serius, semalem gue jalan berempat, sama Sesil juga." jelas Rizky.    "Hah? Sesil!" Sayna tersentak, ia berteriak kaget dengan gaya lebaynya. Membuat Kiran memandangnya sinis.    "Lebay lo, Na! Sesil doang kagetnya sampe begitu!" Kiran mencibir. Namun sedetik kemudian ia seakan tersadar. "Hah? Sesil?!" tak beda dengan Sayna, Kiran pun ikut tersentak. Bahkan lebih lebay dari Sayna.    "Ya ampun. Terkadang gue malu punya temen sedeng kayak begini semua.." Ilham menggelengkan kepalanya, melihat kelakuan teman-temannya.    Drrtt.. handphone Kiran bergetar, menandakan ada sms masuk. Tangan Kiran pun merogoh saku seragamnya, mengambil handhone yang di taruh disitu. Seketika matanya berbinar, saat ia membaca isi smsnya.    "Kak Rafa jemput gue? Haa? Serius? Aaaa seneng banget.." Kiran berteria histeris, setelah ia membaca smsnya. Ilham, Sayna, dan Rizky yang berada disitu sama sekali tak memperdulikan Kiran yang bersorak kegirangan. Paling daftar cowok PHP-an Kiran lagi, pikir mereka. ***    Bletakk.. sebuah jitakan kecil mendarat di kepala Arbis. Membuat Arbis meringis. Arbis melotot menatap Karin, namun Karin lebih melotot lagi.    "Apa? Mau marah?" Karin menantang.    "Cuma di jitak doang masa marah, enggak dong. Yang penting gue sarapan gratis di traktir Rizky." Arbis mulai nyengir, menahan amarahnya. Yaa memang dia salah, lebih tepatnya jail.    "Ohh gak sakit yaa? Yaudah gue pergi dulu, bye.." dengan santainya Karin berbalik, pergi meninggalkan Arbis. Namun sebelum pergi, ia telah menonjok perut Arbis. Bodoamat mau masuk rumah sakit atau kuburan sekalian, Karin gak peduli. s***s? Emang gue s***s, masalah buat lo?!    "Karin gila! Sakit woy perut gue!" Arbis memegangi perutnya, menahan sakitnya di tonjok Karin.    Arbis masih diam di tempatnya, menghayati sakitnya di tonjok Karin. Tapi bagi Karin itu nggak seberapa, lebih sakit lagi dia yang musti sepanjang jalan nontonin Regan jalan sama Sesil. Meski akhirnya dia bisa pulang bareng Regan, tapi sebelumnya dia udah kenyang kesel duluan.    Arbis pun kembali jalan, ia akan ke kantin lagi. Karin datang datang ganggu, membuat makan Arbis tertunda. Padahal Arbis sengaja di rmah gak makan, karena yakin bakal di traktir Rizky.    Brukk'    Tanpa di sengaja, Arbis menabrak seseorang yang berjalan berlawanan dengannya. Orang yang di tabraknya Arbis terjatuh di lantai, sedang Arbis bisa menahan dirinya.    "Ehh, sorry banget." Arbis mengulurkan tangannya, membantu orang itu berdiri. Ternyata perempuan.    "Iya gapapa." ia merapikan bajunya yang sedikit acak-acakan.    Arbis tertegun, saat wanita itu mengangkat kepalanya. Memperlihatkan wajahnya. Mata Arbis seketika membola, tak percaya dengan apa yang di lihatnya. Tubuhnya terdiam, ia terpaku. Mimpikah ini? Batin Arbis.    "Bo.. boleh nanya nggak?" wanita itu juga tampak terkejut ketika melihat Arbis. Namun ia segera mengontrol dirinya.    "Apa?" tatapan Arbis masih menatapnya begitu tajam. Tenggorokannya seakan tercekat saat mendengar pertanyaan wanita tersebut. Apa dia tak mengenalinya?    "Kelas XI IPA 1 dimana?"    "Lurus aja, nanti kan di sana ada kelas XI IPA 2, nah di sebelahnya."    "Ohh, makasih yaa.." wanita itu berlalu, meninggalkan Arbis yang mematung pada posisinya. Bola mata Arbis mengikuti kemana wanita itu pergi. Tubuhnya terasa kaku, tak dapat di gerakan. Partikel-partikel nyawanya seakan terlepaskan, membuatnya malah seperti orang ling-lung.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD