Antara Cinta dan Benci

1284 Words
Sudah menjelang sore, cowok bertubuh tinggi dengan rambut hitam legam itu terjebak di tempat yang ia tidak tahu itu dimana. Senja. Satu hal yang dapat menemani kesendiriannya. Seharian, dia sudah jalan tanpa tahu arah. Belum menemukan dimana tempat yang akan jadi pelabuhannya. Melihat budget di dompetnya, tidak lebih dari kostan yang haru ia dapat. Kostan sudah paling tepat. Tapi, di tengah keramaian Jakarta seorang diri tanpa ada kenalan dan kerabat membuatnya sedikit kesulitan. Cowok itu kemudian bangkit, menyelempang tasnya ke bahu kanan. Tas yang tidak pernah lepas dari dirinya. Sudah hampir gelap langkahnya masih sibuk di jalan. Dia kembali menelusuri, membuka ponsel mencari di internet terkait kostan yang sedang membutuhkan penghuni. Mungkin lebih mudah bila ia mencari lewat internet. Tanpa peduli sekitar, saking sibuk scroll medsos. Menunduk tanpa perhatikan jalan di tempatnya. Bugh... "Maaf...ma-" ujar cowok itu menggantung. Betapa terkejutnya Zaf menabrak gadis cantik. Dengan mata besar yang jernih. Bulu mata yang lentik. Hidungnya kecil dan mancung. Ia terpaku. Waktu seakan berhenti beberapa saat. Mereka saling terdiam satu sama lain. "Maaf ya gue juga tadi buru-buru," ujar Gadis itu memecah keheningan. "Kalau gitu gue cabut," ujarnya langsung pergi tanpa menoleh. Jalannya sedikit lebih di percepat. "Gila eta mah. Geulis pisan." Plak Cowok itu menampar wajah bagian kirinya. Ia lalu mengadu kesakitan akibat ulahnya sendiri. "Bukan mimpi." 'Bisa gak ya gue ketemu tuh cewek lagi. Eh astagfir...inget Zaf lo kesini buat cari kerja. Cewek bisa nyusul.' *** Sudah hampir magrib, baru saja Zaf tiba di depan gerbang kostan yang katanya lagi membutuhkan orang untuk menempati kostan. Cowok itu tengah mencocokan alamat di ponsel dengan alamat rumah tersebut. Benar dan sama. Lalu, beberapa saat kemudian satpam kostan tersebut muncul. Seorang bapak dengan baju seragam warna hijau serta topi yang senada. Kumisnya tebal, wajahnya nampak bisa di bilang 'horor' dan juga perutnya lebih maju atau buncit. "Cari siapa dek?" Ternyata Zaf salah. Dia pikir satpam itu lebih sangar dari guru-guru fisika pada umumnya. "Oh itu pak. Bener ini kostan menyisakan satu kamar yang lagi cari orang untuk di tempati?" "Iya benar." "Saya boleh bicara dengan yang punya. Kebetulan saya mau ambil ngekost di sini," ujar Zaf memberi tahu. Satpam memberikan akses, bapak tua itu membukakan pintu gerbang yang sudah hampir karat. Catnya juga terkelupas. "Duduk di sana. Saya akan panggilkan pemilik kosannya," ujar Bapak itu lalu berpamitan pergi. Zaf mengangguk. Matanya menjelajah ke sekeliling tempat tersebut. Ada tanaman di pot yang berbaris. Banyak, entah itu jenis dan namanya apa Zaf tidak terlalu familiar. Pohon belimbing, pohon buah satu-satunya yang Zaf lihat. Pohon yang paling menonjol diantara yang lain. Tempatnya bisa di bilang ramah lingkungan. Ada juga bunga mawar merah. Tapi, hanya sekadarnya. "Ekhem...jadi kamu yang cari saya?" Zaf melirik ibu kostan itu dari atas sampai bawah kaki. Matanya membulat. Penampilan sang pemilik kost membuat Zaf bergidik takut. Bibirnya merah sekali. Entah berapa lapis lipstik yang dipakai si ibu. Bedak yang terlalu putih di banding leher, juga bentuk alis yang tidak sama antara kiri dan kanan. Dan dia juga membawa kipas di genggaman tangan kanannya. "Heh kenapa melamun? Saya masih banyak kerjaan. Jangan buang-buang waktu ya kamu." "I-itu bu maaf. Saya mau ngekost disini. Kira-kira budget perbulannya berapa ya bu?" "Oh mau ngekost..." ujar Si Ibu sambil memainkan jari-jarinya. "Jadi gini, ada satu kamar yang tersisa di sini. Dan kebetulan memang kosong. Kalau kamu mau bisa DP 700 ribu. Perbulannya 1 juta. Gimana kamu tertarik?" "Saya berharap sih kamu mau. 700 ribu udah termasuk murah loh." 'Mu-murah?' Melamun, Zaf tersadar ketika ibu itu melambaikan tangannya di depan wajah sambil berteriak. "A..anu bu iya saya mau." "Oke...mana DP nya dulu," ujar Ibu itu sambil meminta uang. Tangannya menggantung di udara. Dengan telapak yang terbuka. Zaf membuka dompet dan mengeluarkan uang sejumlah 700 ribu. 6 lembar kertas berwarna merah dan dua lembar berwarna biru. "Ayo ayo ibu antarkan ke kamar kamu." Zaf menuruti. Tubuhnya yang sedikit kelelahan sangat amat membutuh kasur. Ia ingin buru-buru mandi. Bau badan dan juga lengket tidak membuat dirinya nyaman. Zaf mengekor dari belakang, mengikuti si ibu pemilik kost yang begitu bahagia serta antusias. Karena, sudah lama ibu kost menunggu seorang yang akan mengisi kamar kosong ini. Bukan berarti seram ya. Tapi, memang baru ada yang mengisi lagi. Setelah sampai, ibu kost mempersilahkan Zaf melihat-lihat kamarnya. Selesai itu, dia mengucapkan terimakasih kepada pemuda bernama Zaf karena mau ngekost di tempat bu Sumiyati. "Semoga betah ya. Saya pamit kalau gitu." Prak. Bunyi suara yang berasal dari kipas ibu kost. Ia mengibas-ngibaskan kipasnya dan berjalan meninggalkan Zaf dengan senyum sumringah. Zaf menutup pintu kamar. Ia segera melemparkan tas ke sembarang arah dan merebahkan tubuhnya. Matanya menatap langit-langit kamar beberapa kali. Sempat terlintas di benaknya, gadis yang beberapa waktu lalu ia tabrak. Ia menggelengkan kepala. Mengusir segala khayalannya dan juga harapan-harapan yang mengusik hatinya. Matanya mulai mengantuk. Dan alam mimpi pun menyeret Zaf untuk tidur lebih dalam. Bahkan cowok itu belum melepas sepatu dan mandi. *** Pagi hari, tepatnya hari senin. Senin pertama bagi pemuda bernama Zaf di Jakarta. Cowok itu tengah berkaca diri sambil mengancingkan kancing terakhir. Ia sedikit merapikan kerah baju kemeja berwarna biru yang ibunya belikan khusus untuk dirinya. Cowok itu memakai jam tangan berwarna hitam dan juga menyemprotkan minyak wangi. "Hari senin pertama buat lo Zaf. Semoga ada perusahaan yang mau nerima lamaran lo," ujar Zaf berkata pada cermin. Sebelum ia keluar kamar dan segera berangkat. Ia mengirimkan beberapa pesan pada ibunya. Meminta doa dan restu agar semua diperlancar. Setelah pesan terkirim, Zaf memakai sepatu hitam sambil duduk di sisi ranjang. Ketika sepasang sepatu sudah terpasang. Zaf berkaca diri kembali. Merapikan rambutnya yang klimis dengan minyak rambut dan membenarkan dasi. Ia melangkahkan diri keluar kamarnya. Brak... Tubuh Zaf tidak sengaja di tabrak oleh seseorang saat Zaf hendak mengunci pintu kamar. "Woi kemari loh," ujar seseorang lagi datang. Cowok yang menabrak Zaf lalu berlari saat seseorang muncul mengejar. Ia bahkan tidak meminta maaf pada Zaf. Awas saja kalau ketemu Zaf sekali lagi. Bisa di pastikan cowok itu akan lihat bagaimana murkanya seorang Zaf. "Eh lo enggak apa-apa?" Zaf mengangguk pada cowok yang tadi mengejar seseorang yang menabrak Zaf. "Sorry ya temen gue emang gitu. Oh iya lo anak baru ya? Kok gue baru liat." Zaf lagi-lagi mengangguk. "Ya udah kalau gitu. Gue duluan," ujar cowok itu berlalu. Begitupun dengan Zaf, ia segera meninggalkan kamar dan juga pergi dari kostan. Dan tidak mau membuang-buang waktu lagi untuk hal yang tidak penting. *** Demi apapun, mencari kerja tidak mudah seperti yang kita pikirkan. Membuat surat lamaran, lengkap dengan persyaratan, datang ke perusahaan, selesai. Tidak, nyatanya Zaf kini justru terjebak, bukan terjebak sepertinya memang Zaf sengaja melipir ke tempat pedagang kaki lima. Pemuda itu tengah meminum es cincau dengan salah satu kaki di taruh di kaki yang lain. Ia pun menyeruput es tersebut. Matanya menatap jalan yang ramai di depannya dengan tatapan kosong. Ibu Kota Jakarta kini tidak semenarik yang dipikirkan Zaf. Apa Zaf menyerah saja? Baru hari pertama, ia rasanya ingin pulang dan memeluk kedua orang tuanya. Tapi, Zaf sebagai anak lelaki tidak mau selemah itu. "Mang es nya satu ya." Suara itu, suara yang Zaf dengar kemarin. Zaf menoleh. Gadis itu tengah duduk sendiri tepat di kursi panjang sambil menunduk memainkan ponsel. Rambutnya menutupi sebagian wajahnya. Entah apa, baru kali ini Zaf mau memikirkan seorang gadis. Saat perempuan itu mengangkat kepalanya. Zaf segera memalingkan mukanya. Takut kepergok jika dia tengah memerhatikan gadis. Tapi, Zaf sungguh tidak memahami dirinya sendiri. Untuk apa dirinya memikirkan gadis itu? Apa pentingnya pula untuk Zaf? Zaf refleks menoleh kembali. Gadis itu tidak ada ditempatnya. Ia menoleh ke sisi kiri kanan tapi nihil. Gadis itu pergi dan Zaf tidak tahu kemana gerangan. "Zaf ayo lah jangan seperti ini. Lo juga kan gak kenal tuh cewek," gumam Zaf lalu menyeruput lagi es nya. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD