When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
"Argh!" Muliya mengulet, perlahan membuka matanya sambil mengerjap-ngerjap. Perempuan itu duduk menyandar di kepala ranjang, merasa linglung. "Kayak ada yang aneh." Gumamnya dengan tangan mengurut pangkal hidungnya, rasanya kepalanya seperti akan meledak saat itu juga belum lagi rasa mual yang memuakkan di perutnya. Muliya mendesah berat. "Mas." Panggilnya menoleh kearah samping tapi ternyata Adimas tidak ada, Muliya mengernyit samar, perlahan-lahan turun dari ranjang dan berjalan terseok-seok ke kamar mandi. Tok tok tok! "Mas." Panggilnya dengan lemah. Tak ada sahutan. "Mas Adimas!" Muliya kali ini berteriak lantang, namun tetap tidak mendapat balasan. Akhirnya dengan sedikit sempoyongan perempuan itu mendorong pintu di depannya dan tidak terlihat batang hidung suaminya. "Akh!"