Bersembunyi Dari Mellya

1053 Words
Mellya mulai mencari keberadaan Daffa di meja dapur. Ia masuk kesana sambil berteriak memanggil nama Daffa. Mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru dapur membuat Mellya cukup lama berputar-putar disana mencari Daffa. “Daffaaaa! Daff! Kamu ada dimana sih?” Seorang asisten rumah tangga muncul, kebetulan sedang mengembalikan sesuatu ke dapur, Mellya bermaksud menanyakan keberadaan Daffa padanya. “Saya nggak tau Non!” “Kalau Luna, bibi lihat nggak?” “Lho, bukannya non Luna tadi ada disini, katanya mau ambil minum. Kan tadi non Luna nggak dapat jatah minum, mungkin abis dari sini, nona Luna langsung ke kamarnya. “ ‘Bisa jadi sih, nggak mungkin Daffa kalau ke akmar Luna. Dia harus lewat tangga dulu buat kesana.“ Sementara itu, Daffa dan Luna masih berada di bawah meja, dimana mereka berdua bisa sekali melihat keberadaan sepasang kaki Mellya yang masih ada disitu. Di saat yang bersamaan ada hewan coklat bersayap yang memiliki antena panjang. sedang berjalan mendekati Luna. Luna yang merasa takut karena hewan itu membuat dirinya geli. Terpaksa lebih membuat diri condong ke arah Daffa. Ia memberi kode kalau ada kecoak di dekatnya. Daffa meletakkan satu jari telunjuk ke depan bibirnya agar Luna tidak menjerit. Ia melihat Luna menggigit bibir bawahnya begitu kuat. ‘Duh kasian dia! Aku aja sama kecoak juga ngeri,’ batin Daffa sambil melihat wajah Luna lagi. “Daffa! Kamu ada di mana sih?” Masih mencari keberadaan Daffa di dapur, yang lebih menyebalkan, Mellya malah duduk di salah satu kursi dan memutuskan untuk minum orange juice yang juga masih ada di atas meja sana. Luna tidak tahan, ia ingin keluar dari kolong meja. Kecoak yang tadinya dilihat hanya satu kini malah jadi dua. Ia berusaha menunjukkan pada Daffa. “Aku geli Daf!” ucap Luna yang dipegang tangannya oleh Daffa. ‘Sebentar lagi, mungkin abis ini Mellya bakal pergi,” bujuk Daffa juga dengan nada berbisik. Luna menunjukkan wajah yang entah ia akan mampu bertahan atau tidak, karena sudah pasti rasanya tidak nyaman berada di antara dua kecoa yang bisa saja naik ke kakinya lalu berlarian ke sekujur tubuh Luna. Ingin teriak saja rasanya Luna saat itu. Dia pun segera menyembunyikan wajahnya di antara dua lutut yang ditekuk. Sambil bergoyang kecil karena saking cemasnya ia kalau kecoak akan benar-benar mendekatinya. ‘Duh gimana ini! Kenapa aku lagi-lagi bikin Luna kesusahan sih!’ pikir Daffa. Kakinya mulai berjalan sambil jongkok dengan begitu pelan agar bisa lebih mendekat Luna. Tangan kanannya mulai bergerak perlahan Ia lalu mendekap gadis itu. “Aku akan singkirkan kecoak itu kalau sampai berani lari ke arah kamu. Biar aku yang pantau, kamu tenang aja!” bisik Daffa tepat di daun telinga Luna. Luna hanya bisa pasrah. Dekapan ini, pelukan ini bagai dalil phytagoras yang berhasil memberikan jawaban pasti. Jawaban pasti kalau dekapan Daffa itu sangat nyaman. Dada yang luas berhasil melindungi Luna. Lalu aroma wangi yang membuat pikiran tenang. Belum lagi sentuhannya bukan hanya sekedar memeluk, tapi ada kenyamanan super karena Daffa juga mengelus-elus rambut Luna bagai anak kucing anggora. Dunia Luna seketika muncul pelangi yang warnanya bahkan terdiri dari tiga lapis. Tiga kali warna merah, kuning dan hijau. Ia bagai balon yang ingin meletus. Tapi, jangan! Bisa ketahuan sama Mellya yang sepertinya masih saja duduk anteng. “Aduh, aoa mungkin Daffa sudah pulang ya! Kenapa aku nggak cek ke parkiran. Aku coba aja cek kesana, kalau dia udah balik kan pasti mobilnya udah nggak ada.” Mellya masih bicara sendiri. Ia pun lekas bangun dan bergerak ke arah halaman parkir rumahnya. Mendengar sayup langkah Mellya yang sepertinya sudah mulai menjauh. Luna mulai mendongakkan kepalanya. Terpaksa keningnya menabrak dagu Daffa, spontan membuat peregrekan itu terhenti. “Maaf sakit nggak Daff?” tanya Luna. “Dikit!” “Apa Mellya udah pergi?” “Nggak tau, bentar lagi jangan banyak bergerak. Kalau bener-bener udah nggak ada orang. Baru, kita keluar dari sini!” Beberapa saat kemudian, Daffa berhasil keluar dari kolong meja. Ia melihat sekeliling, setelah aman. Barulah dirinya menyuruh Luna untuk ikut keluar. “Udah, jangan disini terus. Mending, kamu cepetan susul Mellya. Dia pasti sibuk keliling rumah ini!” ucap Luna pada Daffa untuk mengingatkan. “Iya, tapi Luna!” “Apa lagi sih?” “Aku minta maaf udah buat kamu jadi ketemu kecoak segala.” “Kamu, jangan cari-cari topik pembahasan ya, biar jira makin lama berdua kayak gini. terus ada Mellya lagi muncul. Lalu kita berdua harus ngumpet. Udahlah! Nggak perlu ada yang minta maaf dan maafin. Aku mau langsung ke kamar aja!” Luna lekas pergi dan berjalan ke arah tangga tengah untuk menuju kamarnya. Tak lama Daffa pun segera berjalan juga menemui Mellya. “Daffa! Kamu dari mana aja? Aku cari-cari kok nggak ketemu sih!” “Aku, aku tadi liat pembantu kamu kayak pembantu di rumahku. Aku kepo, terus aku ikuti, kok nggak ketemu lagi. Malah aku kesasar!’ ucap Daffa yang jelas berbohong. “Kamu kira pembantu kita itu satu keluarga!” “Ya mungkin aja ‘kan! Ya udahlah inikan aku udah lihat bahan buat prakarya, jadi aku mau langsung balik dulu aja ya. Lagian udah mau sore banget.” “Apa mau balik! Kamu nggak mau lihat-lihat rumah ini, sambil kita ngobrolin buku yang kita beli sama-sama tadi?” “Lain kali aja Mell! Aku mau pulang sekarang ya!” Mellya akhirnya mengantar Daffa hingga ke mobilnya. Ia melihat kepergian lelaki impiannya itu. Terpaksa dirinya terpatut di tempatnya berdiri saat ini, karena sibuk dengan mimpi yang ingin ia jalani dengan Daffa. Padahal jelas-jelas mobil Daffa sudah pergi. Satpam penjaga menutup pintu pagar sambil memperhatikan Mellya. Merasa aneh melihat Mellya, dirinya pun berjalan mendekat menegur majikan mudanya. “Nona, nona kok masih ada disini sih? Kok nggak segera masuk rumah, inikan udah mulai petang Non!” satpam mengingatkan. Akan tetapi, Mellya masih senyum-senyum sendiri. Ia merasa halusinasinya ini begitu nyata. Satpam jadi bingung. Mungkin sedikit lebih keras nada suaranya agar nona mudanya itu sadar. “NONA!!!” “Eh, iya pak satpam ada apa sih? Bikin aku kaget aja!” “Nona ini nggak mau masuk rumah, kan mobil temannya Nona tadi udah pergi. Terus kok masih ada disini?” “Apa!" Barulah Mellya sadar kalau dirinya sedang melamun dan berhalusinasi tingkat internasional. Ia pun menggaruk rambutnya yang tidak gatal. ‘Untung satpam yang ngingetin, bukan yang lain,’ batin Mellya. Sedikit malu rasanya. "Iya ini juga udah mau masuk!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD