2. Hangat

1628 Words
Tenaga Ardana sangat kuat, jauh tidak sebanding dengan Maura, terlebih hari ini wanita itu sangat lelah karena sejak pukul lima pagi dia sudah stanby di lokasi shooting. Dengan kekuatan penuh Maura mencoba mendorongnya namun Ardana tak bergeming, bibir yang lembab dan basah itu masih mencumbunya dengan penuh gairah. Sesaat Maura terhanyut ,namun mengingat tunangannya membuatnya tersadar, dia membuka matanya lebar-lebar, bertatapan dengan mata Ardana, Maura mencubit perut Ardana dengan sangat kuat, lelaki itu meringis dan menggigit bibir Maura dengan gemas, lalu melepas ciumannya. Dia masih menunduk, napas mereka masih menyatu. “Kamu semakin cantik Maura. Apa kamu enggak merindukanku? Merindukan saat-saat kita euhmm menikmati indahnya malam bersama,” ucap Ardana. Wajah Maura memerah, tangannya terangkat untuk menampar Ardana hingga wajah Ardana menoleh, namun bukan ekspresi kemarahan yang ditunjukkan melainkan senyum mengejek, dia memegang pipinya dan kembali menatap Maura lekat. “Rupanya kamu masih ingat,” kekehnya membuat Maura sangat muak. Didorong tubuh Ardana menjauh. “Jangan pernah kamu ungkit itu! Dan jangan pernah ganggu aku lagi, aku sudah tenang tanpa kamu. Karena di hatiku kamu telah mati!” ujar Maura seraya berjalan pergi, dengan cepat Ardana menarik tangannya. “Dan aku akan menghidupkannya kembali,” ucapnya seraya mengecup tangan Maura. Maura menarik tangannya dan berlari dari lorong itu, dia segera menghampiri Sherly, seperti orang kesurupan, napasnya tersengal, dia memegang bahu sahabatnya yang kebingungan. “Aku pulang duluan,” ujar Maura. “Aku antar! Kamu kenapa sih? Seperti orang kesurupan! Kamu habis lihat setan?” tanya Sherly, beberapa temannya menatap ke arah Maura. Maura terlihat pucat, beruntung pembawa acara menyelamatkan mereka, mengatakan sayonara karena waktunya telah selesai sehingga para tamu undangan dipersilahkan keluar dari tempat itu. “Enggak perlu kamu antar, aku bisa pulang sendiri.” “Enggak, aku tahu kamu enggak bawa kendaraan,” ujar Sherly. Mereka melambaikan tangan ke arah Diva dan berpamitan jarak jauh. Diva sepertinya mengerti karena dia pun disibukkan oleh beberapa hal. Sherly mengambil tas Maura yang dititipkan di meja penerima tamu. Maura masih tampak sangat terkejut, wajahnya benar-benar tidak seperti Maura yang biasanya. Mereka bahkan tidak berpamitan dengan teman yang lainnya, namun melihat Ardana yang mematung menatap Maura dari kejauhan membuat Sherly yakin, pasti ada hubungannya dengan lelaki itu. Sherly merupakan pemilik cafe yang saat ini cukup digandrungi, meskipun tidak besar namun omset cafe tersebut sangat lumayan. Karenanya perekonomiannya bisa dibilang jauh lebih baik dari Maura. Dia sudah memiliki rumah dan mobil pribadi saat ini, sehingga dia mengantar Maura ke kost Maura dengan mobil miliknya. “Kamu tenangin diri kamu, Oke? Mau langsung ke kost apa singgah ke cafeku?” tanya Sherly, Maura yang duduk di sampingnya hanya memandang ke arah luar jendela mobil. Malam ini jalanan masih tampak ramai, maklum di kota metropolitan ini jam berapa pun selalu ada kehidupan. “Kost saja, aku capek mau tidur, besok aku harus berangkat kerja lagi,” cicit Maura. “Ya sudah, istirahat yang cukup dan kamu tahu kan ke mana tempat kamu bercerita?” tanya Sherly memastikan. Sherly memang sahabat yang sangat bisa diandalkan, meskipun moodnya berubah-ubah sebagai wanita yang bernaung dibawah bintang gemini, namun solidaritasnya tidak bisa diragukan lagi. Maura meminta Sherly hanya berhenti di depan gerbang kost. Kost ini berada tidak jauh dari perusahaan tempat Maura bekerja, hanya berjalan sekitar sepuluh menit. Atau jika malas berjalan dia bisa naik angkutan umum menuju RunTV. Kost ini merupakan kost campuran wanita dan pria sehingga bisa dibilang cukup bebas. Sama seperti kebanyakan karyawan RunTV, Daniel pun tinggal di lingkungan kost yang sama dengannya hanya saja mereka tentu tidak satu kamar. Gedung kost ini merupakan bangunan letter U, kamar kost Maura bersebrangan dengan kamar kost Daniel sehingga memungkinkannya melihat kamar Daniel dari kamarnya. Maura memutar kunci pintu dan membukanya, sesaat dia melihat ke arah kamar kost tunangannya itu dan sepertinya lampunya masih mati. Mungkin Daniel masih ada pekerjaan di kantor. Sebagai manager tim General Affair yang menangani barang-barang, tentu saja pekerjaannya cukup banyak terlebih sebentar lagi akan ada audit. Ada sesak di d**a Maura, mengingat kejadian tadi, bagaimana jika Daniel tahu? Dia bahkan tidak pernah menceritakan tentang masa lalunya kepada Daniel. Tentang kekasihnya yang bernama Ardana, yang pergi selama sembilan tahun setelah hubungan mereka berakhir, setelah keluarga Maura hancur berantakan. Maura masuk ke kamar, dia segera menuju kamar mandinya, satu hal yang dia senangi selama menyewa kamar ini adalah karena fasilitas di rumah kost ini dilengkapi dengan water heater, sehingga tak peduli jam berapa pun dia bisa mandi dengan air hangat tanpa perlu merebusnya terlebih dahulu. Setelah mandi dan berpakaian santai dia menuju ranjangnya, namun sudah beberapa lama mencoba memejamkan mata pun tetap tidak membuatnya mengantuk. Dia masih tidak menyangka akan kedatangan Ardana, selama ini lelaki itu benar-benar tidak pernah terlihat batang hidungnya, atau terdengar kabarnya. Tidak ada teman sekolah yang tahu keberadaan Ardana setelah hubungan mereka berakhir. *** Semalaman Maura tidak bisa tidur, dia membuka ponselnya. Sudah banyak sekali pesan masuk, juga panggilan tidak terjawab. Namun ada satu nomor yang tidak disimpannya. Nomor berakhiran tiga satu. Maura mengerutkan kening melihat nomor itu yang melakukan banyak panggilan telepon. Dia membuka kolom chat. Ada sebuah pesan masuk dari nomor itu. “Maaf membuatmu terkejut aku hanya rindu ...,” tulisnya, tanpa perlu menebak, Maura tahu bahwa itu adalah pesan dari Ardana. Bahkan lelaki itu tidak menggunakan foto profil untuk melengkapi halaman chatnya. Ardana pasti meminta nomornya dari salah satu teman sekelas mereka. Maura mengabaikan chat itu, meski dia yakin pasti orang di sana tahu bahwa pesannya telah dibaca. Lagi pula ini sudah sangat larut malam. Maura bahkan tak menemukan satu pun pesan dari tunangannya. Apa yang terjadi? Dia membuka jendela kamar dan melihat ke arah kamar Daniel, lampunya masih mati. Apakah dia masih lembur? Maura memutuskan mengirim pesan ke Daniel untuk menanyakan kegiatannya, lima menit, tiga puluh menit bahkan sampai satu jam pesan itu tak juga dibaca Daniel. Maura memutuskan kembali berbaring di ranjang dan memejamkan mata, dia harus tidur karena beberapa jam lagi dia masuk kerja. *** Pagi ini, Maura telah siap berangkat kerja, meski ada lingkaran hitam di matanya. Lingkaran yang tetap tidak bisa disamarkan meski dia mengenakan concealer. Dia sangat sulit tidur tadi malam. Maura membuka pintunya dan terkejut ketika mendapati seorang pria tinggi memakai kemeja putih dengan dasi yang melingkar di lehernya. Kemeja fit body yang membentuk tubuhnya dengan sangat indah. Pria itu tersenyum cerah dan meringsek masuk tanpa disuruh Maura. Dia mengutuk siapa pun itu temannya yang memberikan alamatnya! Ardana tampak melihat-lihat kamar Maura. Tidak ada yang spesial di sini, hanya ada satu ranjang kecil, satu lemari berwarna putih, pendingin ruangan juga toilet yang memang terletak di dalam kamar. Ada televisi yang sangat jarang dinyalakan di kamar itu. “Keluar!” ujar Maura seraya bersandar di daun pintu, dia tak berniat menutup pintu itu sebelum Ardana ke luar. Ardana menggeleng dan mendekat ke arahnya. Pria yang selama tiga tahun di sekolah menengah atas memporak porandakan hati dan hidupnya, pria yang pernah menjadi orang paling penting dalam hidupnya. Dan pria yang sama yang menghilang lebih dari sembilan tahun, kini berada di hadapannya, sangat konyol. “Berhenti membuat masalah Ardana! Kita bukan remaja lagi,” ujar Maura seraya melipat tangan di d**a. Ardana tampak tidak peduli, bibirnya menyeringai dan tersenyum miring, tatapan matanya masih dingin menghunus jantung. “Aku enggak bercanda Maura, aku serius.” “Kamu mau menggodaku? Kamu pikir aku akan tergoda hahaha enggak!” Maura tertawa, tawa garing yang bahkan membuat dirinya sendiri pun muak mendengarnya. “Aku ingin menikah dengan kamu.” “Enggak lucu! Berhenti bercanda dan pergi dari sini!” Maura menunjuk ke arah luar. Dia merasa sudah cukup Ardana bermain-main dengannya pagi ini, dia tidak mau lagi merusak paginya. “Aku serius, aku ingin menikah denganmu Maura.” Ada penegasan dibalik kata-katanya. “Ardana, dengar, aku memang akan menikah, tapi bukan sama kamu. Di antara kita mungkin memang pernah ada rasa, tapi itu dulu. Kamu ingat aku pernah bilang kalau pun di dunia ini hanya ada satu pria dan itu kamu, aku tetap enggak akan menikah denganmu. Kamu tahu kan bahwa aku membenci kamu sejak dulu sampai sekarang enggak ada yang berubah!” “Kamu membuat hidupku hancur, membuatku terluka dan terjatuh dalam lubang yang dalam. Kita memiliki kehidupan kita masing-masing, aku sudah mempunyai kekasih yang sangat mencintaiku saat ini dan aku enggak ingin terganggu dengan apa pun juga. Pergi! Aku enggak mau melihatmu lagi, pergi jauh dari hidupku dan jangan pernah kembali. Bahkan mengingat nama kamu saja sudah membuatku merasa muak!” Maura merasa kata-katanya sudah sangat jelas, karena itu dia yang memilih ke luar dari kamarnya, terserah apa yang mau dilakukan putra konglomerat itu. Dia harus pergi dan benar-benar tak mau terlibat dengan Ardana seumur hidupnya. Namun tangan Ardana sangat cepat menarik tangannya masuk lebih jauh ke dalam kamar. “Lepas Ardana! Apa yang mau kamu lakukan?” geram Maura, Ardana justru menarik Maura ke dalam pelukannya, Maura mencoba memberontak namun rengkuhan tangan kokoh Ardana justru membuat mereka tampak saling melekat, Maura bisa merasakan aroma parfum dari tubuh Ardana. Wangi yang sangat menenangkan. Pelukan Ardana sangat nyaman seolah mengembalikan masa-masa indah Maura dulu. Maura lalu tersadar dan menggeleng. Apa yang coba dia pikirkan barusan? Dia sudah memiliki kekasih. Maura benar-benar meraih kesadarannya secara penuh. Lelaki ini adalah laki-laki yang menghancurkan hidupnya. Apa dia lupa bagaimana cara Ardana memperlakukannya, yang membuatnya sangat sakit! Maura kembali memberontak. “Lepas Ardana, atau aku akan berteriak!” ujar Maura, sialnya sepertinya semua penghuni kost sudah berangkat kerja atau justru masih tertidur karena pagi ini sangat sepi. Ardana seolah tidak mendengarnya dan terus memeluknya, bahkan dia menempelkan dagunya di atas kepala Maura. Dia sudah membulatkan tekad, apapun yang terjadi, dia akan menikahi wanita ini. Dia tak mau kehilangan Maura. Ketika dia sudah memiliki tujuan, tidak akan ada yang bisa menghentikannya. Di saat seperti itu, Maura mendengar suara yang sangat akrab di telinganya, “apa yang kalian lakukan?!” ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD