Bab 6 – Daya Tarik Baru

1219 Words
Sudut Pandang Brandon Aku menelan ludah, membiarkan lidahku menjilat bibir bawah saat erangan kecil keluar dari bibir Nova ketika dia mencicipi ayam. “Ya ampun, ini enak sekali,” katanya sambil menatapku. "Terima kasih," kataku sambil tersenyum kecil. Kata-katanya bukanlah hal yang menjadi fokusku. Suara erangannya masih terngiang di telingaku. Ada sesuatu yang sangat seksi dan erotis di sana. Meskipun dia tidak berniat melakukan itu secara seksual sama sekali. Aku tidak tahu mengapa dia bisa membuatku berpikir seperti itu tentang dirinya. Ya, kami telah bekerja bersama-sama selama lebih dari dua tahun. Dan ya, dia cantik dan manis, tapi aku tidak pernah melihatnya dengan cara yang berbeda. Aku menyadari bahwa saat ini sedang tertarik secara seksual padanya. Mungkin karena aku akan bercerai, aku mulai lebih memperhatikannya, karena ketika Darcy dan aku masih bersama, tidak ada wanita lain yang bisa kulihat. Tidak ada wanita lain yang mampu mencuri perhatianku. Aku sepenuhnya memuja Darcy, tidak ada yang lain. "Brandon, kamu baik-baik saja?" tanyanya, menarikku keluar dari pikiranku sendiri. “Maaf, apa yang kamu katakan, Can... um Nova?” kataku, mengutuk diriku sendiri karena hampir saja memanggilnya cantik daripada namanya. “Kubilang ini enak sekali. Kamu benar-benar berbakat memasak," ujarnya tersenyum. "Terima kasih. Kuhargai itu. Rasanya sudah lama sekali sejak terakhir kali aku memasak untuk orang lain, tahu sendiri kan? Aku dulu selalu memasak untuk Darcy. Dia menyukainya, tapi pada minggu-minggu terakhir ketika dia  memberitahu bahwa dia akan pergi, dia sepertinya dia tidak pernah menyukainya lagi. Dia selalu membuat alasan untuk tidak duduk dan makan malam bersama atau dia akan memilih makanan lainnya. Kukira mungkin itulah pertanda dari apa yang akan terjadi berikutnya." Aku berkata sambil mendesah dan bersandar ke kursi. Darcy telah merusak kepercayaan diriku dalam setiap aspek kehidupan, beberapa bulan sebelum dia pergi, sebagian besar soal masakan dan urusan dalam kamar tidur. Dulu dia menyukai saat kami bercinta atau berhubungan seks panas secara spontan. Tapi kemudian dia berubah dan memberi tahuku bahwa dia bosan, dan bilang bahwa aku telah kehilangan keahlianku, bla, bla, bla, dan selama beberapa bulan pertama, aku percaya dengan itu semua hingga mengacaukan segalanya. Para wanita yang kutiduri setelahnya pun sepertinya tidak pernah mengeluh tentang apa yang aku lakukan pada mereka. Darcy juga kembali lebih dari sekali untuk berhubungan seks, sehingga berhasil membangun kembali kepercayaan diriku dalam hal tersebut. Sementara soal masakan? Ini adalah pertama kalinya aku memasak untuk seseorang sejak saat itu. “Yah, dia berbohong. Kamu seharusnya tidak perlu mendengarkan pendapat dia," kata Nova. “Aku akhirnya sadar sekarang. Waktu itu aku cukup bodoh karena mendengarkannya, meskipun kadang-kadang hal itu masih membuatku marah,” kataku. "Aku tahu. Sungguh mengerikan ketika orang yang kamu cintai, orang yang seharusnya mencintai kamu malah menghabiskan waktunya untuk membuat kamu merasa jatuh dan tidak berharga," ujarnya, suaranya terdengar sedih. Aku merasa dia mengatakan itu berdasarkan pengalamannya sendiri. “Apa kamu pernah mengalaminya juga?” tanyaku. "Ya. Aku pernah menjalin hubungan dengan pria seperti itu selama setahun. Dia adalah manusia yang mengerikan. Aku akhirnya menyadari itu ketika ucapannya berubah menjadi lebih kasar, dan pada suatu malam dia menamparku. Setelah itu, kupastikan dia pergi dari hidupku selamanya," ujar Nova. “Dasar pria pengecut. Aku senang kamu pergi darinya sebelum hal-hal menjadi lebih buruk," kataku. "Aku juga merasa lega. Baiklah, mari cukupkan obrolan tentang mereka, ayo kita ubah topik pembicaraan. Siapa yang mengajarimu memasak?” tanyanya. “Ayahku sangat mahir memasak. Dia memberitahuku semua resepnya sebelum dia meninggal dunia tiga tahun lalu," ujarku, lalu merasa hatiku hancur ketika membicarakannya karena aku merindukannya. Dia juga mengingatkanku lebih dari sekali bahwa Darcy akan menghancurkan hatiku. Dia mengatakan padaku bahwa aku bisa lebih tanpa Darcy. Mungkin seharusnya aku mendengarkan ayahku dulu. Tapi dia membiarkanku bersama Darcy karena tahu bahwa aku mencintainya. “Aku turut berduka,” kata Nova. "Terima kasih. Dia adalah pria yang luar biasa. Nova, kamu telah bekerja untukku selama dua tahun, dan aku hampir tidak tahu apa-apa tentangmu,” kataku. Aku mendadak ingin tahu lebih banyak tentang dia. Aku suka ada Nova di sini, dia adalah pendengar yang baik. Aku bisa terbuka dengan mudah padanya. Dia selalu ada ketika aku membutuhkannya selama dua tahun terakhir, tapi apa yang kualami sekarang lebih sulit dan berbeda, tapi dia masih mendengarkanku. "Bukan tugasmu untuk mengenalku Brandon... Tugaskulah untuk mengenalmu." Dia tersenyum. “Aku tahu, tapi aku ingin tahu. Aku sangat menikmati menghabiskan waktu bersamamu di luar kantor. Jadi, rencananya kita akan selesaikan makan malam, lalu kita akan duduk dengan segelas anggur, dan aku akan mengenalmu lebih jauh." Aku tersenyum. Kuharap dia tidak akan menolak saranku. "Baiklah. Tidak banyak yang bisa diceritakan." Dia mengangkat bahu. "Entah kenapa aku tidak begitu percaya itu, Nova," kataku sambil menyeringai. Perasaanku mengatakan bahwa dia punya lebih banyak kisah daripada yang ingin dia ceritakan. "Ya, terserah kamu saja. Sekarang ssttt... aku sedang makan." Dia tertawa, menjulurkan lidahnya ke arahku. “Ya, Bu,” kataku lalu diam. Dia tertawa sebelum kami berdua kembali makan. Aku tersenyum melihat dia menikmati makanannya. Tapi lagi-lagi dengan erangan kecil itu? Ini tidak baik untuk kewarasanku. Aku mencoba mengalihkan perhatianku dan melanjutkan makan. Semakin cepat kami selesai, semakin cepat dia berhenti mengerang dan membuat celana jinsku berkedut. "Ini adalah makan malam yang luar biasa!" ujarnya, lalu meletakkan garpu dan pisaunya ke meja. “Aku sangat senang kamu menikmatinya. Meskipun kamu harus mencuci piring sekarang,” kataku sambil menatapnya. "Oke." Dia tersenyum, bangkit, lalu mengambil piring kotor dan menuju ke wastafel. “Nova, aku bercanda.” Aku tertawa sambil mengikuti di belakangnya. "Aku tidak keberatan. Setidaknya itulah yang bisa kulakukan setelah kamu memberiku makan malam," jawabnya. "Omong kosong, biar aku yang melakukannya," kataku. Dia tidak mendengarkanku. Dia malah mengisi wastafel dan mulai mencuci piring. Aku berjalan ke arahnya, berdiri di belakangnya. Aku mengulurkan tangan ke atas untuk mencoba mengambil kain lap darinya. "Tidak boleh!" ujarnya sambil menepis tanganku. “Nova, aku punya mesin pencuci piring,” kataku sambil tertawa. “Aku tidak peduli. Sekarang pergilah dan serahkan semuanya padaku," ujarnya sambil menoleh. "Kamu mengusirku?" tanyaku sambil menyeringai. Dia perlahan berbalik menghadapku. Posisinya kini ada di antara tubuhku dan wastafel. Tubuh kami sangat dekat. Tapi hal itu sepertinya sama sekali tidak memengaruhinya. Sementara aku? Aku mendadak merasakan keinginan lain ketika dekat dengan dia seperti ini. Dia menatapku melalui bulu matanya yang panjang. Mencoba menatap dengan sok jahat, namun bagiku itu seksi. "Kalau kamu tidak membiarkan aku melakukannya, aku akan menyirammu dengan air." Dia menyeringai. “Itu kejam sekali, kan?” tanyaku sambil meletakkan kedua tanganku di setiap sisi tubuhnya. "Itu akan menyenangkan." Dia terkekeh. Aku semakin memajukan tubuh, menutup jarak di antara kami. Aku tidak tahu apa yang kulakukan, tapi aku tahu mengapa aku melakukannya. Aku melakukan itu untuk melihat apakah dia menanggapiku. Menanggapiku dengan cara yang sama dengan tubuhku yang menanggapi dirinya dalam jarak sedekat ini. “Tidak, itu tidak akan menyenangkan,” kataku. “Bisakah kamu maju lebih dekat?” tanyanya. Senyum kecil muncul di bibirnya dan matanya menatap langsung ke mataku. "Tentu saja. Tapi itu tidak pantas,” kataku. “Ya, Pak, itu akan... sangat tidak pantas,” ujarnya tersenyum. Aku melihat sesuatu di matanya saat dia menatapku. Bagiku itu tampak seperti hasrat, tapi bisa jadi juga bukan. Aku memutuskan untuk tidak memaksanya. Aku melangkah mundur, menghembuskan nafas yang kutahan. Dia tidak mengatakan apa-apa lagi, segera berbalik dan kembali pada apa yang dia kerjakan. Aku mendesah, mengusap rambutku dengan tangan. Aku harus berhenti sebelum melakukan sesuatu yang bodoh.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD