Kepala Kaluna terasa sakit bukan main. Pelipisnya berdenyut, seakan dihantam palu berkali-kali. Dengan susah payah kelopak matanya terbuka, hanya untuk disambut kegelapan pekat. Dingin menusuk tulang, aroma lembab bercampur bau tanah basah memenuhi rongga hidungnya. Ia menarik napas dalam-dalam, namun dadanya terasa sesak. Saat mencoba menggerakkan tubuh, barulah Kaluna sadar kalau tangannya terikat erat di belakang kursi reyot. Tali kasar menggigit kulit pergelangan, membuatnya perih. Panik langsung menghantam d**a. “Tolong!” suaranya pecah, bergetar, memenuhi ruangan sempit itu. Ia meronta, kursi berderit, bunyinya memantul di dinding bata lembab. “Tolong! Ada orang?!” Tiba-tiba, kreekkk… suara pintu tua di atas tangga berderit terbuka. Cahaya redup menyorot, membuat siluet tubuh seora

