Chap 1 - Memilih Melanjutkan Hidup

1169 Words
Seorang wanita tengah duduk di salah satu kursi restoran Nona Manis yang lokasinya berada di Kemang Village (Lippo Mall Kemang), Lantai Upper Ground, Avenue of The Stars. Siapa yang tidak tahu daerah Kemang di Jakarta Selatan? Daerah yang selalu terlihat ramai ini, dipenuhi oleh berbagai cafe asik di Jakarta dan tempat hiburan lainnya yang banyak didatangi anak muda. Namun siapa yang sangka, ternyata banyak juga kok restoran Indonesia di Kemang yang cocok untuk makan siang bersama keluarga ataupun rekan-rekan kerja. Restoran ini juga memiliki ambiance tempat yang menenangkan dan sangat tradisional, dengan cita rasa masakan yang autentik dan dapat mengingatkan pada kampung halaman. Pilihan makanan Indonesia yang disajikan pun beragam, mulai dari masakan khas Solo, Padang, hingga Makassar. Kuliner Indonesia yang kaya akan rempah, selalu berhasil membuat setiap orang jatuh cinta dan ketagihan mencicipinya. Wanita itu menoleh kanan kiri, ia sepertinya sedang menunggu seseorang. Harusnya hari ini ia di rumah membantu ibunya, namun karena temannya memaksa untuk bertemu, akhirnya ia memilih kemari, jika ia menolaknya, temannya tidak akan berhenti memintanya. Wanita itu bernama—Aruna Apsari—usianya 23 tahun. Ia seorang wanita yang kini bekerja di salah satu hotel di Jakarta, ia bekerja sebagai salah satu admin. Aruna memiliki masa lalu yang kelam, ia adalah seorang janda di usianya yang terbilang cukup muda, satu tahun lalu pernikahannya kandas. Sesaat kemudian, dering ponselnya terdengar, Aruna melihat nama Rosa—temannya. Aruna menghela napas panjang dan menjawab telpon tersebut. ‘Ada apa lagi, Rosa? Aku sudah di tempat. Dan, kamu tidak usah khawatir. Aku pastikan akan menemui temanmu itu,’ kata Aruna membuat Rosa tertawa kecil. Rosa tengah di rumah seraya nonton, Rosa menjalankan remote itu dan mengganti-ganti siaran TV. “Sepertinya ada yang salah, Aruna, aku minta maaf,” ucap Rosa. “Minta maaf? Untuk apa? Yang salah, maksudnya?” tanya Aruna membuat Rosa terdiam sesaat sebelum melanjutkan, lalu sesaat kemudian …. “Hai,” ucap seorang pria, membuat Aruna mendongak dan menatap wajah lelaki itu. Aruna membelalak karena pria yang kini didepannya terlihat sangat tampan dan berkarisma, bahkan berhasil membuat hati Aruna berdebar kencang. Pria itu berkulit putih, berambut kecoklatan, memiliki lesung pipi, tinggi dan ideal. Dia persis sekali dengan tipe khayalan Aruna. ‘Aruna! Aruna!’ Suara cempreng Rosa terdengar menyakiti telinganya, meski sudah sejak tadi Rosa berteriak di telpon, Aruna menganggukkan kepala dan berkata … ‘Sepertinya temanmu sudah datang,’ jawab Aruna. Rosa menautkan alis, dan berkata, ‘Temanku? Siapa?’ ‘Sudah dulu. Assalamu’alaikum,’ ucap Aruna lalu buru-buru memutuskan sambungan telpon. Lelaki itu duduk dihadapan Aruna, membuat Aruna menghela napas halus dan berkata, “Hai.” “Apa kamu sedang menelpon? Aku mengganggumu?” tanya pria itu. Aruna menggelengkan kepala kuat dan beberapa kali, membuat pria itu tertawa kecil dan menggelengkan kepala. Aruna ikut tersenyum. “Aku sudah memperhatikanmu sejak tadi,” kata pria itu. “Kenapa tidak datang?’ “Aku?” Aruna menganggukkan kepala. “Iya.” “Aku takut kamu menunggu seseorang,” jawab pria itu. “Bukankah kita memang sudah janjian sejak awal?” tanya Aruna. Pria itu menautkan alis dan menggaruk tengkuknya, sejak tadi pria itu memang sudah memperhatikan Aruna, namun janjian bertemu tidak sama sekali, pria itu baru bertemu Aruna hari ini dan mengenalnya. Aruna mengulurkan tangannya. “Kenalkan namaku … Aruna Apsari, usia 23 tahun.” Pria itu membulatkan matanya penuh dan terkejut mendengar nama Aruna. Pria itu menautkan alis dan menatap wajah Aruna. Nama Aruna sepertinya tersemat dalam pikirannya hingga ketika mendengar nama Aruna, ia malah terkejut dan tersenyum. Pria itu bergegas membalas uluran tangan Aruna, dan berkata, “Aku … Senopati Pangestu,” jawab pria itu. “Panggil saja Seno.” “Wah nama yang bagus,” ucap Aruna. Seno menganggukkan kepala. “Aku minta maaf karena langsung berbicara santai denganmu.” “Ah tidak apa-apa,” geleng Aruna. “Aku berusia 26 tahun,” kata Seno. Aruna menganggukkan kepala dan berkata, “Berarti kamu seniorku?” Seno menggelengkan kepala. “Kenapa aku menjadi seniormu? Aku bukan siapa-siapa,” kata Seno. Aruna tertawa kecil, bisa-bisanya ia langsung merasa nyaman berada didekat Seno, pria yang di anggapnya teman dari Rosa. “Kamu mau pesan apa? Maaf, aku tidak menunggumu,” kata Aruna. “Tidak apa-apa, aku pesan kopi saja, sebentar lagi di antarkan,” jawab Seno. Aruna menganggukkan kepala. “Kamu kerja di mana?” tanya Seno. Aruna mendongak. “Aku? Oh aku kerja di Hotel,” jawab Aruna. “Salah satu admin di hotel Bagaskara.” Seno mendongak dan menatap wajah Aruna. Mendenga nama hotel Bagaskara membuat Seno terlihat kaget. Pertemuan pertama yang memberi kesan terbaik, Seno meraih tangan Aruna dan Aruna merasa damai sekali, ia tidak menarik tangannya untuk menghindari kontak tubuh, malah Aruna membiarkannya. [Dasar! Aku kenapa? Mentang-mentang aku seorang janda, malah membuat gairahku tiba-tiba muncul karena bersentuhan dengan pria ini.] Aruna membatin, terus menatap wajah Seno yang terlihat menunduk dan menuliskan sesuatu di tangan Aruna. “Kamu tulis apa?” tanya Aruna. “Hem?” Seno mendongak dan tersenyum. “Kamu akan melihat jika sudah selesai.” Aruna menatap wajah pria tampan itu, pria yang berusia 26 tahun, pria dewasa dengan wajah yang berseri, bahkan aromanya sangat wangi membuat perasaan Aruna yang tertutup menjadi lebih b*******h. Aruna menggelengkan kepala dan satu tangannya memukul kepalanya pelan. “Nah selesai,” kata Seno. Aruna menarik tangannya dan melihat nomor 12 digit juga nama Seno yang di bundar rapi. Membuat Aruna tertawa kecil. “Apa sih ini, kekanak-kanakan sekali.” Seno tertawa dan menggelengkan kepala. “Aku suka cara ini untuk bertukar nomor.” Aruna menganggukkan kepala. “Berikan tanganmu, aku juga akan menuliskannya.” Seno mengulurkan tangannya. Aruna tersenyum, lalu mengambil pulpen yang digunakan Seno dan menuliskan nomornya juga. Hal yang kekanak-kanakan memang lebih menarik dan membuat nyaman. Aruna senang dan jantungnya terus berdetak kencang, setiap menyentuh tangan Seno, seperti ada sengatan listrik. “Cantik sekali,” ucap Seno menatap wajah Aruna. “Hem?” “Cantik sekali,” ucap Seno lagi. “Tulisanku?” “Kamu,” jawab Seno. Aruna mendongak dan bertatap muka dengan Seno, kali ini wajah mereka berdekatan, membuat hati keduanya berdebar-debar, Aruna tidak menyangka bisa langsung nyaman berada didekat Seno, pria tampan yang memiliki lesung pipi kanan, benar-benar menarik perhatian Aruna, membuat hati Aruna yang sudah lama tertutup menjadi terbuka lebar. Aruna menggelengkan kepala dan memperbaiki posisi duduknya, ia harus sadar bahwa ini pertemuan pertama dan tidak mungkin ia langsung sedekat ini dengan Seno. Namun, hati Aruna benar-benar terpaut oleh seorang Seno. [Dia tampan sekali, baik juga, dia juga pria idamanku, bahkan sentuhannya membangkitkan gairahku yang sudah lama tertanam. Ah sadar, Aruna. Kamu tidak boleh melakukan hal yang jauh.] Aruna membatin, lalu menggelengkan kepala untuk menyadarkan otaknya yang kotor. “Ada apa, Aruna?” tanya Seno. “Hem? Aku gak apa-apa, oh iya itu nomorku,” kata Aruna. Seno melihat tangannya yang bertuliskan nama Aruna dan nomor 12digit. [Aaish. Jangan tersenyum seperti itu, aku benar-benar tergoda dengan pria ini.] Batin Aruna lagi. Aruna memperbaiki napasnya dan sesaat kemudian, seorang wanita menghampiri mereka berdua, penampilan wanita itu benar-benar menarik perhatian semua orang. Cantik dan menawan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD