Tujuh Belas

1884 Words
“Aogashima, sebuah county yang sangat terbelakang. Punya cerita luar biasa, dengarkan. Kedua penjahat itu merampok toko kelontong dan pompa bensin. Sebuah perbuatan yang sangat canggih. Pada suatu malam, ada yang tidak beres, dan seorang karyawan perempuan di toko itu tertembak. Senapan laras pendek, sangat buruk. Mereka menangkap kakak-beradik Takahashi sebab kedua pemuda itu lupa mengenai kamera-kamera video. Seluruh kota marah besar pada saat itu. Sekelompok polisi membanggakan diri. Jaksa penuntut umum menjanjikan keadilan secepat-cepatnya. Semua orang menginginkan serba cepat: persidangan kilat dan eksekusi kilat. Tidak banyak perbuatan kriminal di wilayah Aogashima, dan anggota dewan juri di sana belum pernah mengirim seseorang untuk dihukum mati. Kenapa harus membuat sebuah kesepakatan untuk hukuman mati? Jadi, mereka menyidang keduanya bersama-sama. Keputusan-keputusan bersalah yang dibuat dengan waktu yang sangat cepat, dan bom! Mereka mendapatkan hukuman mati. Ketika proses pengajuan banding, pengadilan menemukan begitu banyak kesalahan. Jaksa penuntut betul-betul menghancurkan kasus tersebut. Kemudian keputusan-keputusan bersalah dicabut. Kasus itu dikirim kembali dalam persidangan terpisah. Dua persidangan, bukan satu. Apa kau mencatat ceritaku?” “Tidak.” “Cerita bagus, lho ini.” “Hanya itu yang penting.” “Mungkin kira-kira sudah satu tahun berlalu. Kedua pemuda itu mengalami proses persidangan terpisah. Dua keputusan bersalah yang baru, dua perjalanan tambahan ke penjara hukuman mati. Pengadilan pada tingkat banding menemukan begitu banyak masalah. Yang aku maksud adalah masalah mencolok. Jaksa penuntut itu memang benar-benar bodoh. Jadi, mereka itu dikirim kembali buat disidang lagi melalui dua persidangan baru. Kali ketiga ini, dewan juri yang satu menjatuhkan keputusan bersalah pada si penarik pelatuk karena telah melakukan pembunuhan dan mengganjarnya dengan hukuman seumur hidup. Dewan juri yang satunya lagi menjatuhkan sebuah keputusan bersalah pun terhadap orang yang sebetulnya tidak menembakkan senapan karena melakukan pembunuhan, tapi dia mendapatkan hukuman mati. Coba kau pikirkan sendiri. Kanto memang seperti ini. Satu saudara mendapatkan hukuman seumur hidup, satu saudara yang satu lagi dikirim ke penjara hukuman mati. Di mana dia harus mengakhiri hidupnya sendiri sebelum eksekusi hukuman mati itu dimulai Entah seperti apa caranya dia mendapat sebuah silet dan menyayat tubuhnya sendiri.” “Dan apakah maksudmu itu berarti…” “Begini maksudku. Sejak awal hingga akhir, kasus itu membuat daerah Aogashima terpaksa mengeluarkan biaya sekitar tiga puluh lima juta yen. Mereka dipaksa menaikkan pajak properti selama beberapa kali, dan ini mengarahkan pada sebuah pemberontakan. Ada pemotongan anggaran secara drastis terhadap sebagian besar sekolah, pemeliharaan jalanan, dan perawatan kesehatan. Mereka mempunyai satu perpustakaan, dan mereka secara terpaksa harus menutupnya. Aogashima hampir bangkrut selama bertahun-tahun. Padahal semua itu bisa dihindari jika saja jaksa penuntut mengizinkan kedua pemuda itu memohon bersalah dan menerima hukuman seumur hidup, tanpa mungkin untuk bebas. Aku sudah mendengar bahwa saat ini hukuman mati tidak populer lagi di daerah Aogashima.” “Tapi aku lebih tertarik dengan…” “Sejak awal sampai akhir membutuhkan sekitar dua puluh lima juta yen untuk membunuh seorang manusia secara legal di Kanto. Bandingkan dengan biaya tiga juta yen per tahun untuk merawat seorang tahanan di penjara hukuman mati.” “Aku sudah pernah mendengar tentang itu,” ujar Tristin. Sesungguhnya memang pernah. Eijun adalah seorang yang tidak pernah malu untuk berkoar-koar, terutama topik yang sedang dibicarakannya adalah tentang hukuman mati. Salah satu dari sekian topik yang disukainya.” “Tapi buat apa peduli dengan semua itu? Kiata punya banyak uang di Kanto.” “Bisakah kita membicarakan tentang kasus Furuya Satoru?” “Why not?” “Dana dari pembelaan itu. Kau…” “Beberapa tahun sebelumnya sudah diputuskan, sebuah pendanaan nirlaba yang sesuai dengan semua regulasi terkait yang dikeluarkan oleh kantor pajak. Dikelola secara kolektif oleh kantorku dan  adik perempuan Furuya Satoru, Akame. Dan berapa total kuitansi sampai sejauh ini, Ibuki?” “Satu juta yen.” “Ya, satu juta yen. Lalu berapa jumlah uang tunai yang ada?” “Zonk.” “Sudah aku duga. Apakah kau menginginkan rincian tentang ke mana saja uang itu?” “Ke mana saja uang itu?” “Dialokasikan untuk biaya-biaya gugatan, untuk ongkos biro hukum, untuk para saksi ahli, sejumlah uang buat sanak keluarga yang harus wara-wiri menjenguk Furuya. Tidak bisa dibilang pendanaan nirlaba yang kuat. Segala uang itu didapatkan melalui internet. Dan terus terang, kami tidak memiliki waktu atau sumber daya manusia untuk menginisiasi pendanaan.” “Siapa saja donornya?” “Kebanyakan orang Asia. Beberapa kolega dari Eropa. Sumbangan rata-rata dari mereka berjumlah dua puluh dolar.” “Dua ribu dua ratus yen,” sahut Ibuki. “Sulit sekali di saat mencoba mencari penggalangan dana bagi seorang pembunuh yang sudah dinyatakan bersalah. Tidak peduli bagaimana pun sejarahnya.” “Berapa banyak yang telah keluar dari kantongmu sendiri?” Tidak ada respons yang cepat. Ibuki akhirnya tercenung, kemudian mengangkat pundaknya sedikit dari jok depan. “Aku tidak tahu,” kata Eijun. Kalau aku harus menebak, mungkin bisa sekitar lima ribu, atau bahkan mungkin sebelas ribu. Atau aku harus mengeluarkan lagi dan lebih banyak.” Dering menyergap ponsel di dalam van. Riko di kantor memiliki sebuah pertanyaan buat si bos. Megumi sedang mengobrol dengan seorang teman sesama psikiater. Misaki tengah mendengarkan seseorang sembari mengemudi.   ***   PESTA itu dimulai pagi-pagi sekali, dengan biskuit ketela yang baru matang dari oven milik Minami. Dia paling suka membuat camilan dari oven itu. Dan saat Sean Najwa mengakui bahwa dia tidak pernah makan jenis biskuit seperti itu, Minami nyaris pingsan karena tak percaya. Menjelang kedatangan laki-laki itu, bersamaan dengan penata rambut, gadis perias wajah, sekretaris yang mengurus setiap pertemuan dan pengatur publisitasnya, semuanya menggerombol seputaran dirinya, rumah Minami dan Ryusei sudah dipadati para tetangga dan teman. Bau tajam masakan khas pedesaan yang digoreng melayang-layang dari pintu depan. Dua truk panjang dipaksan mundur dan melintasi jalanan mobil, dan para anggota kru pun terlihat menyenangkan sedang mengunyah biskuit. Najwa adalah seorang Warga Negara Jepang yang mempunyai darah keturunan Irlandia. Dia merasa sedikit sebal terhadap orang banyak itu, namun dia terlihat sangat berusaha untuk memasang wajah sumringah dan memberikanku tanda tangan. Dia adalah bintang. Mereka fansnya. Mereka mengoleksi buku-buku karyanya, menonton setiap pertunjukannya, dan memberikan review, sebagian besar berisi pujian. Dia bergaya untuk beberapa jepretan foto, memakan sekeping biskuit, dan dia terlihat menyukai rasanya. Sosoknya agak sedikit gemuk, pendek, dan wajahnya lumayan pucat, terlihat bukan sosok konvensional tentang apa yang kita sebut sebagai bintang, namun itu bukan menjadi masalah. Dia menggunakan setelan rapi d******i gelap, berkacamata hitam, sehingga secara tampilan terlihat jauh lebih pintar daripada aksinya. Pengambilan foto akan dilakukan di kamar pribadi Minami. Minami dan Ryusei ditempatkan di sofa, beserta sebagian foto Bella Stefa yang menyertai latar belakangnya. Ryusei mengenakan dasi dan diduga terlihat seperti baru saja dipaksa keluar dari kamar tidur, dan sesungguhnya memang benar begitu. Wajah Minami dirias begitu tebal, rambutnya diwarna dan dikeriting, lalu dia mengenakan setelan gaun hitam. Najwa duduk di sebuah kursi, di dekat mereka. Dia tengah dipersiapkan melalui bantuan para stafnya, ada yang menyemprot rambutnya dan ada yang memoles dahinya. Para kru tengah sibuk menggarap lampu-lampu. Pengecekan suara, pelbagai monitor dipersiapkan. Para tetangga bergerombol di belakang kamera-kamera dengan sebuah perintah tegas agar tidak bersuara. Wajah Najwa disorot dari jarak dekat ketika dia menyambut para penontonnya di episode perdana itu. Dia memulai dengan menjelaskan sedang di mana dia berada, siapa subjek yang akan diwawancarainya, dan garis besar kejahatan, sedikit ulasan mengenai proses persidangan, dan hukuman yang sudah ditetapkan. “Kalau semuanya berjalan dengan lancar, Furuya Satoru akan dieksekusi lusa. Kemudian dia melanjutkan dengan memperkenalkan ibu dan ayah tiri korban, dan ya, dia menyampaikan belasungkawanya atas tragedi itu. Dia secara simpatik berterimakasih pada mereka karena telah membukakan pintu rumah agar melalui sorotan kamera, dunia bisa turut serta menyaksikan penderitaan mereka. Dia memulai dengan Bella Stefa. “Ceritakan sosok Bella Stefa kepada kami,” dia hampir memohon. Ryusei seperti tidak berusaha untuk ikut berbicara, sesuatu yang terus diperlihatkan sepanjang wawancara itu. Ini adalah pertunjukan Minami. Dia terlampau bersemangat dan sedikit merasa tegang, dan setelah menyampaikan beberapa penggal kata, dia mulai menangis. Karena dia telah terbiasa memperlihatkan tangisannya di depan publik, sehingga kini dia bisa terus menangis sembari meneruskan ocehannya. Dia masih terus bercerita mengenai anak perempuannya. “Apakah kau merindukannya?” tanya Najwa. Ini adalah salah satu pertanyaan konyolnya yang khas. Sengaja dirancang khusus untuk menarik lebih banyak keharuan. Minami benar-benar tidak mengecewakannya. Najwa mengulurkan sehelai sapu tangan putih di kantongnya yang sengaja sudah dia persiapkan sebelumnya. Kemudian wawancara itu sampai pada topik tentang eksekusi. Topik yang menjadi pokok pertunjukan dan yang paling ingin didengar. “Apakah kalian masih berencana untuk hadir pada saat itu?” tanyanya, meski dia sudah punya kepastian jawabannya. “Oh tentu saja,” sahut Minami, disusul dengan anggukan kepala dari Ryusei. “Kenapa? Kenapa hal itu terlihat sebagai sesuatu yang berarti bagi kalian?” “Hal itu sungguh besar artinya bagi kami.” Emosinya dalam nada suaranya makin memuncak. Pikiran tentang balas dendam mulai membantu mengeringkan air matanya. “Binatang ini telah mencabut nyawa putriku. Dia sudah layak mati dan aku ingin hadir di sana, memelototi matanya saat dia mulai sampai pada hembusan napas terakhir.” “Jika itu alasanmu, apakah menurutmu dia mau memandang kalian?” “Aku meragukannya karena aku meyakininya sebagai seorang pengecut. Menurutku, manusia mana saja yang sanggup melakukan apa yang dilakukannya pada putri kecilku yang tersayang, mereka tidak akan punya cukup keberanian untuk melihatku.” “Lantas bagaimana dengan pesan-pesan terakhirnya? Apakah secara pribadi menginginkan permintaan maaf?” “Ya. Tapi kami tidak terlalu banyak mengharapkannya. Dia seolah-olah berposisi tidak pernah memikul tanggung jawab atas perbuatannya.” “Tapi dia sudah mengaku.” “Memang. Namun kemudian dia mengubah pikirannya dan selalu menentang semuanya. Aku rasa dia akan tetap menyangkal walaupun dia dalam kondisi terikat.” “Coba bayangkan untuk kami, sekiranya seperti apa perasaanmu nanti saat dia sudah dinyatakan mati?” Pertanyaan itu membuat dia membayangkannya, hal itu membuatnya tersenyum. Namun dida dengan cepat menahan diri. “Lega. Mungkin juga sedih. Aku tidak tahu. Mungkin akan seperti menutup bab dari sebuah cerita yang panjang dan menyedihkan. Tapi itu bukan bab terakhirnya.” Ryusei mendengar pernyataan itu membuat dahinya langsung terlipat. “Apa bab terakhirnya?” “Najwa, jika kau kehilangan seorang anak, terutama dia diambil dengan cara sedemikian buruknya, hal itu tidak akan pernah berakhir.” “Tidak akan pernah berakhir, ya,” ulang Najwa dengan serius. Kemudian dia mengalihkan pandangannya ke kamera dan berkata hal yang sama sekali lagi, “Tidak akan pernah berakhir.” Mereka istirahat sejenak. Memindahkan posisi beberapa kamera, dan menambah jumlah wangi-wangian ke rambut Najwa. Lalu saat mereka mulai merekam lagi, Najwa berhasil mendapatkan cuplikan ucapan dari Ryusei, hal-hal yang tidak sampai bertahan selama sepuluh detik dalam pengeditan. Rekaman film itu tidak sampai berlangsung selama satu jam. Begitu proses rekaman itu selesai, Najwa langsung bergegas pergi, ada pekerjaan lain yang harus dia selesaikan di Tokyo. Dia meyakinkan kepada semua orang agar mereka tahu bahwa ada pesawat terbang sedang menunggu untuk membawanya ke sana. Salah satu kameramen dari tim Najwa akan tetap tinggal di Kanto selama dua hari berturut-turut, sebagai upaya jaga-jaga apabila ada potensi kerusuhan. Najwa akan kembali ke Kanto pada hari Kamis malam, mencari sensasi, dia berdoa agar eksekusi itu tidak akan mengalami penundaan. Itu akan menjadi berita besar. Sementara bagian favoritnya dari pertunjukan itu adalah ketika wawancara pasca eksekusi, saat dia mulai menemui keluarga korban begitu mereka keluar dari penjara. Mereka biasanya dirundung kehancuran secara emosional, dan dia tahu bahwa Minami benar-benar akan menggemparkan layar. Dia sungguh-sungguh tak sabar menantikannya. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD