#7

1442 Words
Rosa pov Liburanku berantakan karena ulahnya. Aku butuh teman-temanku, tapi aku sadar ini hari libur. Pasti mereka menghabiskan waktu bersama keluarganya. Aku dirumah hanya berdua sama Mbak Tuti. Biasa nya, Mbak datang hanya 2 hari sekali. Tapi sekarang seperti nya lebih banyak menginap dirumah karena ku perhatikan sudah jarang sekali Mbak pulang ke rumah nya. Aku merasa kesepian, komunikasiku dengan teman-teman hanya lewat chatting bbm saja. Sesekali bertelepon hingga tak kenal waktu. Itu semua aku lakukan untuk mengurangi rasa kecewaku, karena menurutku berbicara, bercanda dan tertawa bersama teman-teman ku adalah cara paling jitu walaupun itu hanya sementara dan setelah menyudahi chatting aku akan kembali dengan rasa kecewa dan sakit ku. Mas Rafi terus menghubungiku, tapi tak ada satupun pesan dan telfon nya yang aku balas. Saat ini, aku butuh ketenangan. Kejadian menyakitkan kemarin membuatku hampir gila. Hatiku seperti dikoyak ketika melihat bercak darah di atas sprei. Hancur hati ini, diremas seperti butiran debu yang tidak terlihat lagi. *** Sejak kejadian beberapa hari lalu ia diperkosa oleh kekasihnya. Ia hanya mengurung diri dikamar. Ia benar-benar memuaskan diri untuk diam dan menangis. Mungkin sekarang matanya itu sudah sangat sembab. Dan ini adalah hari kedua Rosa tidak keluar kamar, rasanya malas sekali. Mbak berkali-kali bolak balik kamar untuk menyuruhnya makan atau cuma untuk minum s**u saja tidak digubris. "Non, makan ya dan minum s**u. Ini makanan dan s**u nya. Mbak letakkan di meja depan pintu kamar, diambil ya, Non." Mbak Tuti selalu menyiapkan makanan dan s**u untuk diminum. Tapi Rosa sama sekali tidak menyentuhnya. Dari pagi, siang, malam itu terus yang dilakukan Mbak Tuti. Dia sampai bolak balik mengganti makanan dan s**u yang baru tapi tak ada satupun yang dimakan dan minum. Semua masih sama seperti awal Mbak Tuti meletakkan makanan itu depan pintu. Mas Rafi terus menelpon, bbm dan sms tapi tidak ada satupun yang dibalas. Jangankan dibalas dibaca pun tidak. Beratus pesan singkat dan beratus telpon tidak digubris. Karena risih dan merasa muak akhirnya ponsel dimatikan. Seringkali telepon rumah berdering. Rosa yakin itu Mas Rafi yang menelpon karena tidak ada 1 pun telpon nya ke ponsel Rosa yang diangkat. Iseng Rosa turun dari ranjangnya dan menguping di pintu kamar, kebetulan telepon tidak jauh dari kamar. Rosa tidak tahu apa yang ditanyakan oleh Mas Rafi. Ia hanya mendengar jawaban dari Mbak saja. "Non sudah 3 hari ini gak keluar kamar mas. Barusan Mbak simpan lagi makanan dan s**u di depan kamar nya, mudah-mudahan non lapar dan mengambil makanan nya," ucap Mbak Tuti penuh harapan. …. "Mbak khawatir banget sama Nona Rosa. Takut Non kenapa-kenapa Mas, nanti Mbak bicara apa sama nyonya kalau Non nya sakit." Curhat Mbak Tuti bingung. …. "Ya Mas. Nanti Mbak yang hubungi ya. Mbak juga gak tau sampai kapan non bertahan tidak makan, ya udah, Mas. Mbak tutup telponnya ya." Mbak Tuti menutup telponnya. Cih!! Dasar manusia j*****m, sok perhatian, sok peduli, padahal b******k, gumam Rosa. *** Rafi pov Sejak kemarin, aku terus menghubungi gadisku. Tapi tidak ada satupun pesanku yang dibalas olehnya. Nelpon berkali-kali, mengirim pesan singkat tetap tidak direspon. Jujur, aku khawatir dengan keadaan nya. Kejadian itu membuat nya menjerit histeris, aku takut dia gila. Ini hari kedua setelah kejadian di hotel kemarin, aku masih mencoba menghubunginya, menelpon dan mengirim pesan singkat. Tapi respon nya masih tetap sama, tidak ada balasan. Dan sekarang ponselnya mati. Aku mencoba menelpon ke rumahnya, Mbak Tuti yang mengangkat, ia adalah asisten rumah tangganya Rosa. Aku mendapat kabar, bahwa sudah 2 hari ini Rosa tidak keluar dari kamar. Tidak makan dan juga minum. Sungguh, aku sangat khawatir. Khawatir dia pingsan di dalam kamar. Aku menitipkan pesan pada Mbak Tuti untuk selalu mengabariku mengenai keadaan Rosa. Sebenarnya, aku ingin menemui nya tapi pasti akan sia-sia. Dia tidak akan menemuiku. Ini adalah hari ke 3 Rosa mengurung diri didalam kamar, tidak makan dan juga minum. Dia hanya menangis jika mengingat kejadian menjijikan itu. Kamarnya sekarang sudah seperti kapal pecah, semua barang dibanting olehnya setiap kali emosinya memuncak. *** Hari ini Rosa merasa sangat lemah dan lemas. Rosa berniat tidur untuk menghilangkan rasa lemasnya, walau ia tahu itu tidak akan berhasil. Sore itu Mbak Tuti khawatir dengan keadaan Rosa. Mbak Tuti menelpon dan meminta Mas Rafi untuk datang ke rumah melihat keadaan Rosa. Mas Rafi bergegas menuju rumah Rosa. Rosa terkejut, pintu kamar didobrak dengan sangat keras. Rosa masih sadar, tapi keadaannya lemas tidak bertenaga. Ia merasa, dirinya akan mati konyol dikamar sendiri. Rosa digendong dan dibawa masuk ke dalam mobil bersama Mas Rafi dan Mbak Tuti. *** Rosa dibawa ke rumah sakit, karena mereka khawatir dengan kondisi Rossa saat ini. Mas Rafi sudah frustasi, berkali-kali mengacak-acak rambutnya. Dia tidak menyangka kejadiannya akan separah ini. Ia menangis menggendong Rosa dan berlari menuju Ruang IGD. Rosa masih sadar dan berucap, "Kamu jahat mas, kejam." Kata-katanya sangat pelan di sisa-sisa tenaga, setelah itu ia tidak sadarkan diri. Rosa pov Rosa tersadar saat sudah ada di ruangan inap. Ia melihat tangan nya diinfus dan ada Mbak Tuti menemani di samping ranjang rumah sakit. "Non udah sadar, mau apa? Sebentar ya non, Mbak panggilin dokter dulu ya, Non." Mbak Tuti ingin beranjak memanggil dokter. Aku menarik tangan Mbak Tuti, menggelengkan kepala lemah. Yang aku butuhkan sekarang bukan Dokter tapi air mineral karena haus. "Haus Mbak," ucapku. Sungguh aku sangat haus sekali. Mbak Tuti memberi minum, aku menghabiskan air mineral satu botol. Mbak Tuti meminta izin untuk memanggil Dokter. Dokter menjelaskan bahwa aku lemah karena dehidrasi dan tidak ada asupan makanan yang masuk ke dalam perut, dan ada indikasi stress jadi asam lambung naik. Dokter mengingatkan untuk tidak banyak pikiran dulu, karena kata dokter, aku mengalami trauma yang luar biasa. Aku mulai berfikir, trauma? Ya, aku mengalami trauma mendalam. Semua kejadian berputar di otaknya berulang-ulang. Berusaha melupakan tapi sungguh tak sanggup, siapa orangnya yang sanggup jika kehormatannya di renggut oleh lelaki sangat di sayang dan cinta. Lelaki yang meminta dirinya menjadi istri tapi menghalalkan segala cara untuk dapat menikah. Dan apa tadi Dokter bilang? Tidak boleh banyak pikiran? Apa Dia bercanda? Jelas saja aku banyak pikiran, semenjak kejadian itu, batinku tertawa getir. Sakit hati, kecewa, sedih, jijik dan muak bercampur jadi satu tanpa terasa aku pun menangis lagi. *** Rafi pov Tiba-tiba, sore ini aku ditelpon oleh Mbak Tuti, dia khawatir dengan keadaan Rosa. Memintaku untuk ke rumah dan melihat kondisi Rosa. Aku bergegas melajukan mobilku ke rumah Rosa. Sesampainya disana, aku langsung mendobrak pintu kamarnya dengan keras. Aku terkejut, melihat gadis yang kucinta terkapar diatas ranjang. Keadaan nya begitu lemah, aku segera menghampirinya dan menggendong nya untuk dibawa ke rumah sakit. Di sela-sela kesadarannya, dia masih berbicara, "kamu jahat mas, kejam." lalu ia tak sadarkan diri. Aku terkejut mendengar ucapannya, apakah aku sejahat dan sekejam itu. Aku menggendongnya hingga masuk ke dalam Ruang IGD, tak sanggup aku melihat tangan nya yang ditusuk jarum infus. Aku keluar dan meminta dokter untuk segera membawa gadisnya ke Ruang Rawat Inap. Saat aku ingin masuk ke Ruangan, ada dokter sedang menjelaskan sesuatu. Menurut penuturan dokter, Rosa mengalami trauma yang sangat mendalam. Dalam keadaan perut kosong, ada indikasi stress dan trauma, menjadi pendukung kondisinya saat ini. Hatiku serasa diremas mendengar gadisku stress dan trauma. Aku harus menikahinya, agar dia tidak stress lagi. Dokter keluar dan aku mengetuk pintu kamar, lalu masuk. *** "Bagaimana Mbak keadaan, Adek?" tanya Mas Rafi menghampiri mereka. "Asam lambung naik, Mas. Non diminta istirahat total dan tidak boleh ada pikiran yang berat karena itu akan membuat asam lambung Non naik." Mbak Tuti menjelaskan kondisinya. "Ya sudah Mas, karena sudah ada, Mas. Mbak pergi dulu keluar sebentar ya mas cari angin." Mbak Tuti keluar dari ruangan. Mas Rafi duduk di sebelah ranjang Rosa, ia memalingkan wajah ke samping. Entahlah Rosa enggan sekali melihat wajah nya, rasa nya ingin ia cakar muka Mas Rafi. Oh bukan hanya ingin mencakarnya, tapi ingin rasanya ia menyiksa hidup-hidup hingga ia mati. "Bagaimana keadaanmu hari ini sayang? Jangan buat Mas khawatir, Dek. Mas sangat khawatir dengan kondisi, Adek," ucap Mas Rafi mengawali obrolan. Sok baik sekali, segala tanya keadaan. Apakah dia tidak sadar, dialah yang membuat keadaan menjadi kacau seperti ini, batin Rosa murka. "Mas tau, adek mungkin marah, murka dan benci sama Mas. Tapi, Mas mohon jangan menyakiti diri adik sendiri seperti ini." Mas Rafi berbicara santai dan setenang mungkin. Mungkin? Masih bisa kamu bicara mungkin? Padahal sudah jelas aku sangat marah, murka dan benci terhadapmu dan masih dibilang mungkin? Apa kamu waras? batin Rosa makin marah. "Kalau Adek marah, silahkan marah ke mas. Pukuli Mas sepuasmu, jambak rambut Mas sepuas Adek, lakukan semua itu ke Mas lebih baik. Asal jangan menyakiti diri adik sendiri," lanjutnya masih meracau. "Tolong, maafkan Mas, sayang …. " ucapnya lirih sekali. Andai saja tidak ada hukum, aku ingin membunuhmu secara perlahan dengan caraku sendiri. Memukul dan menjambak rambutnya itu terlalu sederhana untuk kelakuanmu yang sudah membuatku kacau, Rosa menjawab dalam hati. "Dek please maafin, Mas. Maaf Mas udah buat Adek sampai seperti ini," ucap Mas Rafi parau, memeluk Rosa. Cih, enak sekali ya kamu Mas meminta maaf dengan pede nya, seperti tidak merasa punya kesalahan yang sangat besar sehingga semudah itu meminta maaf, lagi-lagi Rosa hanya mampu menjawab dalam hati.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD