1. Kesialan

1306 Words
"Sayang, bisakah kamu berhenti saja?" Yvone menatap Zka penuh permohonan. Dia sungguh tidak rela melihat putri tunggalnya harus bekerja seperti ini. Zka balas memandang Yvone dari pantulan cermin sambil memulas wajahnya. "Mom, kita membutuhkan uang. Tenanglah, Mom, aku baik-baik saja." "Tapi aku tidak tenang memikirkanmu, Sayang. Tempat itu terlalu berbahaya untukmu." "Mom, bayaranku bernyanyi di sana sangat membantu kita." Zka menghentikan gerakannya dan tersenyum menenangkan. Sudah satu minggu ini Zka menjadi penyanyi di J Club, dan sampai hari ini semuanya berjalan dengan baik. Meski Zka sendiri sebenarnya tidak nyaman, namun bayaran yang diterimanya begitu menjanjikan. "Aku bisa meminjam uang, Sayang. Berhentilah dari sana. Itu bukan tempat untuk gadis baik-baik sepertimu." "Mom. Aku hanya bernyanyi. Sudah jangan pikirkan lagi. Lebih baik kita pikirkan bagaimana cara meyakinkan Tuan Smith agar tetap menyewakan tempat itu untuk kita." "Aku sudah mencobanya, Sayang. Tapi dia tidak bisa membantu banyak." "Aku heran, Mom. Kita sudah menyewa tempat itu hampir empat tahun, dan selama ini tidak pernah ada masalah dengannya. Tapi kenapa tiba-tiba ia menaikkan harga sewa sedemikian tinggi?" Kembali Zka mengungkit permasalahan ini. Dia tidak habis pikir bagaimana Tuan Smith yang baik hati itu dapat berubah tiba-tiba. Pria tua itu seakan tidak mempedulikan nasib Zka dan ibunya jika mereka tidak bisa lagi membayar sewa. "Dia sedang membutuhkan banyak uang, Sayang." "Mom, aku pergi dulu. Aku sudah hampir terlambat." Zka bangun, mengambil tasnya dan mengecup pipi Yvone. "Hati-hati, Sayang." Yvone balas mengecup kening Zka, mendoakan agar putrinya dijauhkan dari bahaya. Sayangnya, nasib baik sedang tidak terlalu berpihak pada Zka saat itu. Zka meninggalkan J Club ketika waktu sudah menunjukkan pukul tiga pagi. Seperti biasa ia akan berjalan kaki hingga Halte 71, menunggu bus yang akan membawanya menuju tempat tinggalnya. Sejak masih di pelataran parkir J Club, Zka merasa jika dirinya diikuti orang lain. Ia mempercepat langkahnya namun berusaha terlihat tetap tenang. Tidak banyak orang yang berkeliaran di waktu seperti ini, biasanya hanya mereka yang baru saja meninggalkan J Club. Zka semakin yakin jika dirinya diikuti, karena ia mulai mendengar langkah-langkah kaki yang seirama dengannya. Entah karena terlalu gugup, atau memang dirinya sudah lelah, Zka malah terjatuh. "Ayo, bangun!" Pria yang sejak tadi mengikutinya, kini mengulurkan tangan untuk membantunya berdiri. Ternyata ada tiga orang pria yang mengikutinya. Zka menatap ragu, ia berusaha berdiri tanpa menghiraukan bantuan yang ditawarkan salah satu dari mereka. Namun pria itu seakan tidak menyadari penolakan Zka, ia malah langsung menarik lengan gadis itu untuk membantunya berdiri. "Terima kasih," ujar Zka meski enggan. Setelah mengucapkan itu, Zka langsung berjalan meninggalkan mereka. Namun seketika bahunya ditahan. "Mau ke mana? Kenapa terburu-buru begitu?" Salah satu dari ketiga pria itu berbisik di dekat telinganya. Bau alkohol tercium jelas dari napas pria itu. Zka berusaha bersikap tenang. "Lepaskan aku!" Pria itu memutar tubuh Zka dengan kasar. "Temani kami dulu." Zka memperhatikan ketiga pria itu. Satu berambut pirang, satu berambut coklat, dan satunya lagi cepak. Ia menyadari bahwa mereka adalah pengunjung di J Club, dan sejak tadi ketiganya memang memandangi dirinya terus menerus ketika ia sedang bernyanyi di atas panggung. "Aku lelah. Aku ingin pulang." "Kau bisa tidur di tempat kami. Kita akan bersenang-senang bersama." "Tidak. Terima kasih." Zka meninggalkan mereka dengan tergesa. Dalam hatinya ia berharap jika saja ada orang lain yang melihatnya dan bersedia menolongnya, meski harapan itu tipis. Usaha Zka untuk menghindar dari mereka ternyata sia-sia. Dengan mudahnya pria-pria itu kembali menahan tubuhnya dan menyeretnya menuju mobil mereka. Zka berteriak kuat-kuat, berharap bahwa satu dua penjaga di J Club mungkin saja akan mendengar teriakannya. Menyadari bahwa teriakan Zka mungkin akan menimbulkan masalah bagi mereka, Si Pirang segera membekap mulut gadis itu. Zka meronta dan berusaha melepaskan diri dari mereka, namun percuma. Zka merasakan tubuhnya didorong dengan kasar ke dalam mobil. Disusul dengan Si Pirang dan Si Coklat yang segera mengapitnya di kiri dan kanan, sementara Si Cepak duduk di kursi kemudi. Ketika mobil mulai meluncur, Si Pirang dan Si Coklat yang duduk mengapitnya mulai bertindak berani. Si Pirang memagut bibirnya sambil membelai pahanya, sementara Si Coklat menarik blusnya ke atas, meremas sambil menciumi payudaranya. Zka terus berusaha melawan, meronta dan menangkis setiap sentuhan yang diterimanya. Zka merasa sangat jijik diperlakukan seperti itu. Seumur hidupnya, dia tidak pernah mengizinkan lelaki mana pun menyentuhnya. Detik itu pula Zka merasa menyesal tidak mendengarkan perkataan ibunya. Tiba-tiba mobil yang membawanya mendadak berhenti. Membuat kegiatan kedua pria itu terhenti. "Kenapa berhenti, Bodoh!" maki Si Pirang kepada Si Cepak yang memegang kemudi. "Lihat sendiri di depan!" hardik Si Cepak. "Mobil siapa itu? Apa maunya menghalangi jalan kita?" "Mana kutahu. Sana turun dan tanyakan sendiri!" "Dasar tidak berguna!" Si Coklat turun dan membanting pintu, kemudian berjalan mendekati mobil yang menghadang jalan mereka. Hanya berselang beberapa detik, Si Pirang ikut menyusul turun. Zka tidak tahu apa yang terjadi, yang dia tahu ini kesempatan baik untuknya melarikan diri. Zka tidak menyia-nyiakan kesempatan dan segera turun. Rupanya Si Cepak yang masih duduk di depan menyadari tindakan Zka dan segera menghalangi jalannya. "Jangan macam-macam, tunggu di sini bersamaku." Zka melihat Si Pirang dan Si Coklat berjalan kembali ke arah mereka, diikuti pria berpakaian hitam yang berasal dari mobil di depan. "Lepaskan gadis itu, Jim! Ayo, kita pergi dari sini!" Meski Si Pirang berbicara dengan pelan, namun Zka masih dapat mendengarnya. "Kenapa kita harus melepaskan gadis ini?" Si Cepak yang tidak tahu apa-apa balas berbisik. "Kau mau mati? Kau tidak tahu siapa pria di mobil itu?" Si Pirang menggeram kesal. "Mana aku tahu," balas Si Cepak tidak kalah kesal. "Dia penguasa di sini, Black Dragon!" "s**t!" Si Cepak menendang ban mobilnya kesal. Setelah itu, Zka melihat ketiganya satu per satu menaiki mobil. Tidak lama mobil itu mundur, berbalik arah dan menjauh darinya. Zka hanya terpaku di tempatnya, masih terlalu terkejut dengan hal yang terjadi. Ia heran melihat ketiga pria tadi bersikap kurang ajar padanya, tiba-tiba pergi begitu saja hanya karena seorang pria menghadang mereka. Merasa penasaran, Zka mencermati pria yang membuat ketiga orang tadi pergi begitu saja. Perawakannya tinggi, kulitnya pucat, wajahnya kaku dan tatapannya tajam. Hanya itu. Bahkan bagi Zka, tampilan ketiga pria tadi lebih menyeramkan. "Kau tidak apa-apa?" Zka dikejutkan dengan suara pria itu. Berat dan dalam, terdengar misterius di telinganya. "Hmm." Zka mengangguk. "Mereka berbuat kurang ajar padamu?" tanya pria itu lagi. "Ya." "Lain kali hati-hati. Tempat ini tidak aman, apalagi di jam seperti ini." "Ya." "Kau mau ke mana?" "Halte 71." "Cukup dekat. Biar kutemani." "Terima kasih." Pria itu benar-benar menemaninya hingga sampai di halte. Tidak ada percakapan di antara mereka sepanjang perjalanan, bahkan sampai bus yang Zka tunggu datang. "Naiklah!" Pria itu berdiri ketika melihat bus mendekat, dan sebelum Zka sempat mengucapkan terima kasih, pria itu sudah memutar tubuhnya kemudian berlalu begitu saja. "Aneh," gumamnya. Meski demikian, Zka merasa bersyukur karena kalau bukan karena pria itu, entah apa yang akan dilakukan pria-pria tadi padanya. Zka tidak ingin memikirkannya lagi. Ia hanya ingin secepatnya sampai di rumah dan tidur. Tubuhnya sanagt lelah, sementara dia tidak memiliki banyak waktu untuk istirahat. Pagi nanti ia masih harus kuliah. *** "Jav, aku mau kau sediakan satu orang untuk mengawal gadis penyanyi itu setiap kali dia pulang dari sini." Eldo memberi perintah pada sahabat sekaligus tangan kanannya. "Untuk apa?" Javier mengernyit heran. "Apakah menjadi urusanmu apa yang ingin kulakukan?" tanya Eldo dingin. "Bukan begitu maksudku. Hanya saja, bukankah kau membenci gadis itu?" Sebagai orang yang paling dekat dengan Eldo, Javier memang mengetahui hampir segala sesuatu yang berhubungan dengan Eldo. Namun meski ia mengetahui banyak hal, Javier sama sekali tidak bisa mengerti jalan pikiran Eldo yang rumit. Hal ini pula yang berhasil membawa Eldo menjadi penguasa region di usia yang masih sangat muda. Jalan pikirannya yang sulit dimengerti, membuat musuh-musuhnya sulit memperkirakan pergerakannya. "Memang." "Lalu kenapa kau peduli pada keselamatannya? Kenapa tidak kau biarkan saja hal yang buruk terjadi padanya?" "Aku memang membencinya. Tapi belum waktunya menghancurkan gadis itu. Dan sebelum aku menghancurkannya, tidak boleh ada orang lain yang menyentuhnya." *** --- to be continue ---
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD