Ikut Bahagia

1073 Words
Hari ini adalah hari terakhir liburan semester Luna. Besok pagi ia akan kembali ke Inggris. Ia sudah menginap di rumah sakit bersama Theo selama 4 hari ini. Beberapa kali ia mengatakan tak ingin pergi. Setidaknya ia mau menunggu sampai Theo sadar. Tidak apa - apa jika kelulusannya harus tertunda. Tapi ia mendapat banyak nasehat dari orang - orang di sekitarnya. Yang akhirnya berhasil membuatnya untuk kembali ke sana. Malam sudah larut namun ia masih terjaga. Ada Papa yang sudah tertidur di sofa panjang. Luna terus menggenggam jemari Theo. Sesekali ia menghapus air matanya yang terjatuh. Ia dihantui oleh ketakutan yang begitu besar. Bagaimana jika nanti …. Tidak. Luna tidak boleh berpikir seperti itu. Theo pasti bisa bertahan. Luna benar - benar ingin Tuhan mengabulkan keajaiban yang dimintanya. Ia percaya dengan harapannya itu. Meskipun tidak cukup yakin. “Besok gue balik. Lo pasti udah bosen dengerin gue ngomong gini kan.” Luna terkekeh di sela tangisnya. “Tapi ngomong - ngomong … lo bener - bener bisa denger gue kan?” “Gue pengen tetep di sini, tapi mereka bilang nggak boleh. Gue harus tetep pergi. Dengan begitu, gue bisa cepet lulus. Dan kalo gue udah lulus …” Luna kembali terisak. Air matanya turun tak terkontrol. “Kalo gue udah lulus, gue bisa segera wujudin mimpi gue. Dan lo bisa lihat gue sukses. Lo ... mau nungguin gue kan, Dek?” Selanjutnya Luna hanya bisa terdiam dalam isakan. Sementara jemarinya terus menggenggam tangan kurus Theo. Sementara hatinya tiada henti memanjatkan doa, meminta keajaiban. Meminta ... meski entah mungkin atau tidak ... Luna ingin Theo sadar, sebelum ia berangkat ke London. ~~~ I Love You Tante - Sheilanda Khoirunnisa ~~~ Theo mengalami koma cukup lama. Keluarganya bergantian menemaninya selama itu. Semenjak semua tahu tentang kondisi Theo, hubungan keluarga mereka menjadi jauh lebih baik. Bahkan Jo, Alila dan Dio sudah dianggap keluarga. Jangan lupakan Chico dan Yulia. Semua pasti akan lebih menyenangkan, jika Theo bangun dan melihat semua ini. Karena ia pasti menjadi orang yang paling bahagia atas segalanya. Luna selalu bicara pada Theo. Meski pun ia sendiri tidak yakin apakah Theo benar - benar mendengarnya. Karena selama ini Theo belum pernah memberikan respon apa pun. Keadaannya juga belum menampakkan perkembangan yang berarti. Namun rupanya malam ini berbeda. Luna memeperhatikan wajah Theo. Mengelus rambut adiknya. Kemudian ia melihat kilatan memanjang di sudut mata Theo, menuruni pelipisnya. Apa Theo ... menangis? Apa itu berarti Theo benar - benar mendengarnya tadi? “Theo, lo bisa denger gue kan? Dek, lo bisa denger gue?” Luna tersenyum dalam tangisnya. Ia merasa bahagia tentu saja. Ini adalah sebuah pertanda baik bukan? Sayangnya kebahagiaan itu tidak bertahan lama. Ketika Theo mengalami kejang. Mata Theo terbuka. Luna bisa melihat bola matanya hanya terlihat bagian putihnya. Luna segera menekan tombol merah di samping ranjang. Seakan tak cukup hanya menekan sekali, ia menekannya berkali - kali. Tak butuh waktu lama hingga tim medis datang. Papa segera terbangun karena mendengar keributan. Seorang suster meminta Luna dan Papa untuk segera keluar dari ruangan itu. Luna bersikeras tak mau, Papa bahkan masih belum mengerti dengan apa yang terjadi. Suster itu akhirnya terpaksa menyeret mereka keluar, dan menutup pintunya. Meninggalkan dua orang itu menunggu dalam ketidak pastian. *** I Love You Tante - Sheilanda Khoirunnisa *** Senin cerah di tanah London. Di halaman luas Universitas Oxford. Padang rumput yang biasanya lengang, hari ini begitu padat. Ribuan mahasiswa mengenakan jubah wisuda. Keceriaan menghiasi wajah mereka. Tentu saja. Perjuangan mereka selama berkuliah akhirnya selesai, dan semakin dekat mengejar cita - cita mereka.   Namun ada satu hal yang mengganjal. Salah seorang dari mereka terlihat murung. Gurat keceriaan tak tampak sama sekali.   Saat ini mereka sudah berada di dalam aula. Proses wisuda hari ini sudah dimulai. Rektor sedang menyampaikan ceramahnya di panggung. Luna sesekali melirik keluarganya di atas sana, ada yang kurang. Sesuatu yang tak sesuai dengan harapan, akhirnya benar - benar terjadi.   Begitu tali toganya dipindah tempatkan oleh sang rektor, Luna diminta untuk memberikan pidato singkat di atas panggung. Untuk kesekian kali dalam hidupnya, ia menyandang peringkat sebagai lulusan terbaik. Sayangnya bagi Luna, kali ini predikat sebagai lulusan terbaik itu tak lagi berharga. Jika Dulu ia mempersembahkan semuanya untuk seseorang. Seseorang yang selalu menjadi yang pertama, bertepuk tangan dengan penuh kebanggaan atas prestasi - prestasinya. Dan orang itu tak ada di sini sekarang. Tepuk tangan riuh mewarnai akhir dari pidato singkatnya. Turun dari panggung, ia segera menuju pada keluarganya. Mereka saling berpelukan melepas rindu.   “Selamat ya, Sayang.” Mama tak henti - hentinya memberinya ucapan selamat.   Dan lagi - lagi Luna hanya tersenyum hambar. Semua juga tahu kenapa Luna seperti itu. Dan sayangnya tak ada yang bisa berbuat apa - apa untuk membantunya. *** I Love You Tante - Sheilanda Khoirunnisa *** Seorang wanita terlihat serius menggambar sketsa bangunan megah di komputernya. Gambar itu harus selesai hari ini. Ia terlihat mengacak rambutnya beberapa kali. Seseorang yang akan membangun gedung ini telah membuat Luna stress karena meminta terlalu banyak request. Dan sketsa serumit itu harus diselesaikannya hanya dalam seminggu.   Kadang ingin rasanya Luna resign, kemudian mencari pekerjaan sebagai arsitek di negaranya sendiri. Tapi ia mengurungkan niat konyolnya itu. Susah payah ia meraih apa yang dicapainya sekarang. Apa iya dirinya mau menyerah dengan mudahnya? Luna sering menertawakan dirinya sendiri karena itu. Sejak sebelum Luna lulus, ia sudah mendapat tawaran pekerjaan dari sebuah perusahaan properti ternama di Inggris ini. Di sana ia memulai hidupnya sebagai arsitek yang sesungguhnya. Perwujudan dari mimpinya yang telah menjadi kenyataan.   Sejujurnya semua ini belum terasa nyata. Masih seperti mimpi. Teringat dirinya dulu berandai - andai dengan Theo. Menyebutkan apa pun yang mereka inginkan di masa depan kelak. “Gue bakal jadi arsitek di perusahaan super besar. Menggambar banyak apartemen dan gedung pencakar langit.” “Gue pengen beli mesin Espresso buat Papa.” “Kenapa lo ngotot banget beliin itu sih?”   “Ya biar Papa pulang ke Indonesia. Papa tuh udah kelamaan cari modal di sana. Tapi duitnya tetep nggak cukup sampai sekarang.” “HAHAHA ....” Mereka tertawa bersama. Mengucapkan mimpi - mimpi itu seperti candaan. Namun mimpi itu benar - benar menjadi nyata sekarang. Memang Tuhan Maha Kuasa. Dengan ajaibnya membantu mereka mencapai semua ini.   Luna begitu merindukan Theo. Ia sedih tentu saja. Bahkan sampai sekarang ia masih sering menangis mengingatnya. Tapi Luna yakin, Theo benar - benar ikut bahagia dengan kesuksesannya sekarang. Theo pasti sangat bangga kepadanya. *** I Love You Tante - Sheilanda Khoirunnisa *** -- T B C --
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD