KLUB MALAM

1105 Words
Diandra POV Hari ini kantor kami, harus melepas kepergian Direktur Pemasaran kami Ibu Sinta. Bu Sinta, bos yang sangat dekat dengan kami anak buahnya. Kami merasa gak ada jarak dengan beliau. Bu Sinta rela melepaskan pekerjaannya di kantor mengikuti suaminya setelah menikah di usianya yang cukup matang tiga puluh empat tahun, dan sekarang sedang hamil empat bulan. Dalam tim pemasaran kami ada sepuluh orang, kami salah satu perusahaan periklanan terbesar di kota ini dan kebetulan aku dalam tim pemasaran, yang mau tidak mau sering bertemu banyak klien. "Baiklah, saya persilahkan Ibu Sinta tercinta, pujaaan hati kita, memberi sepatah dua kata perpisahan," ucap Pak Aldo. Pak Aldo adalah Manajer di divisi kami, masih lajang, mapan, lumayan good looking  sampai sekarang di usianya tiga puluh dua tahun tahun aku liat belum punya rencana menikah sampai sekarang. Entahlah, karena apa. Pacar juga kayaknya tidak pernah kelihatan. "Terima kasih, buat tim yang sangat menyenangkan ini, sedih harus berpisah dengan kalian semua," ucap Bu Sinta dengan suara bergetar. Kami pun serempak hanya memandangi dengan mata berkaca-kaca. "Setelah kepergianku, aku harap kalian bisa bekerja sama dengan Direktur yang baru. Dengar-dengar sih dia masih lajang loh," ucap Bu Sinta sambil tersenyum. "Wah, ada peluang nih," sahut Nina teman kantorku sambil menyenggol lenganku. "Maksud lo?" jawabku dengan wajah datar. "Iya Dee peluang buat kita, yang masih lajang ini, jangan sampai kita perawan tua dia kantor ini, Ih.. amit-amit!!!” ucap Nina. Oh iya perkenalkan namaku Dee, nama lengkapku Diandra Notowihardjo. Tapi lebih senang dipanggil Dee, umurku 25 tahun, lajang, kepribadian ceria tapi bisa berubah jutek dengan orang baru apalagi pecicilan. Aku hidup sebatang kara, Ibuku meninggal saat kelas dua SMU. Hidupku hanya bergantung pada asuransi ibuku yang cukup untuk membiayai diriku hingga lulus SMU. Ayahku, entahlah dia masih hidup atau tidak, dia meninggalkan kami saat umurku tujuh tahun. Saat itu aku masih kecil, yang kuingat Ibu menangis dan berteriak kepada ayahku. Hanya terdengar dI telingaku kata “cerai” dan “selingkuh” entahlah. Tapi seiring dewasa, Ibu akhirnya menjelaskan hal yang sebenarnya. Ayahku berselingkuh dengan teman sekantornya. Yang membuat ibuku tidak bisa menerima hal itu. Sejak saat itu, Ayah meninggalkan rumah dan Ibuku memutuskan untuk pindah ke kota lain. Kami akhirnya hidup berdua, dengan ibu membuat usaha catering kecil-kecilan untuk membiayai hidup kami. Syukurlah dari situ juga akhirnya aku tahu sedikit masak-memasak, walaupun hanya sebatas nasi goreng. Setelah kepergian ibuku, dan lulus SMU, Aku berencana untuk mencari pekerjaan yang sesuai ijazah saja. Yah ujung-ujungnya sekedar menjadi OB. Tapi pesan terakhir ibuku, Aku harus menjadi sarjana dan mencari pekerjaan yang layak. Karena kehidupan yang sulit, akhirnya aku menjual rumah demi membiayai kuliahku dan mencari kost-an yang cukup untukku sendiri. Sekarang, aku diterima bekerja di salah satu perusahaan periklanan ini, hingga memasuki tahun keduaku bekerja disini. "Jadi untuk merayakan kepergianku, bagaimana malam ini, kita karaokean!" lanjut Bu Sinta setengah berteriak. "Yeay..." ucap kami, disertai tepuk tangan semangat. Tapi Bu Sinta kan hamil, emang bisa, batinku khawatir, "Karena sekarang aku lagi hamil, oleh karena itu aku gak bisa ikut gabung dengan kalian. Tapi, ini... silahkan" kata Bu Sinta sambil mengeluarkan kartu kredit platinumnya. "Pak Aldo, ini. Silahkan bersenang-senang, jangan sungkan yah," ucap Bu Sinta sambil menyerahkan kartunya. "Siap bu" ucap Pak Aldo, sambil membuat tangannya seperti pose hormat. Akhirnya kami bersalaman dan memeluk Bu Sinta satu persatu. Selepas jam kantor, kami pun berangkat di salah satu club, yang menyediakan juga ruangan  karaoke di lantai atasnya. Kami mengambil kamar VIP. Semuanya senang, bergiliran menyanyi satu persatu. Semua tertawa, bahagia dan menghilangkan penat kami, setelah bekerja. "Eh gak seru nih, gimana kalau kita pesan minuman," ucap Pak Aldo. "Waduh, aku gak kuat minum pak," sahut Nina. "Saya terserah aja sih" sahutku. Yang lain hanya mengikut saja toh dalam hati mereka, bukan mereka yang bayar.  Kebetulan hari ini, hari Jum'at, dan besok weekend, kami libur. Tidak masalah kalau kami minum segelas dan tidur seharian. Jam menunjukkan pukul setengah sebelas malam, kami semua sudah setengah sadar. Akhirnya farewell party berakhir. Pak Aldo sementara mengurus pembayaran. "Dee, kamu bisa pulang sendiri kan, Nina ini kayaknya mabok parah deh. Gue harus antar dia" ucap Pak Aldo sambil menahan tubuh Nina yang sempoyongan. "Iya, pak" ucapku berbohong karena tidak ingin merepotkan Pak Aldo, sambil menahan rasa pusing di kepala. "Lagian, aku masih sadar kok" kataku lagi meyakinkan Pak Aldo. Setidaknya aku masih mampu kali memesan taksi online, batinku. Saat setengah sadar, aku berjalan ke kamar mandi, yah setidaknya aku masih punya tenaga untuk pulang dengan selamat. Akupun menuruni tangga, di lantai bawah adalah tempat clubbing. Entah karena pengaruh minuman, aku tidak bisa mendengar apapun selain suara musik yang menghentak dan keras. Dekat meja bar aku berpapasan dengan seseorang. Brukk… Kami saling bertabrakan. Tasku sempat terjatuh. Spontan kami berdua menunduk dan mengambil tasku bersamaan. "Are you okay" sahut pria itu. Aku hanya bisa mengangguk tanpa menatapnya. "Kamu sendirian,” ucap pria itu. Akupun lagi-lagi mengangguk, kali ini aku mencoba melihat wajahnya di keremangan lampu. Kuperhatikan dia juga agak mabuk karena pengaruh minuman, tercium dari tubuhnya bau alkohol yang menyengat. Dia membisikkan sesuatu. Aku tidak mendengar dengan jelas karena suara musik ditambah lagi dengan suasana klub yang remang-remang. Akupun hanya sanggup mengangguk saat dia berbicara terus menerus. Padahal minuman ini semakin membuatku kehilangan kesadaranku sedikit demi sedikit. Kami pun mengobrol, berkenalan, tapi sejujurnya aku tidak bisa mendengar sepenuhnya apa yang dia katakan. Kadang dia berbisik di telingku sehingga membuat bulu kudukku berdiri. "Namaku Marvel" ucap nama pria itu terdengar di telingaku. "Ah…Aaaapa, Marvel, yang Captain America," ocehku sambil cekikikan. "Aku Andra" ucapku berbohong, nama yang kuambil dari belakang namaku. Toh kupikir kami juga kami tidak akan bertemu lagi. Kami bercerita mengenai banyak hal, tapi masih samar kudengar dia lebih banyak memanggilku “Nata”. Tidak terasa jam menunjukkan pukul satu malam, kucek di layar ponselku. Sebenarnya ini sudah melebihi waktuku, Ibu kostku mungkin tidak akan membukakan pintu, apalagi mendapati diriku dalam keadaan mabuk. Setidaknya hingga saat ini dia masih menganggapku, perempuan baik-baik dan kadangkala memberikan makanan buatku. Tubuhku sudah tidak tahan Brukk... (kepalaku jatuh di meja) Entahlah pandanganku seakan gelap. Aku merasa ada seseorang yang memapahku keluar dari tempat itu. Suara musik yang keras dan menghentak ini sudah tidak terdengar lagi. Dalam keadaan sesekali tersadar, aku liat langit-langit putih, di tempat tidur yang empuk. Aku rasa ini bukan kamar kostku. Aku dimana,"batinku. Entahlah, aku tidak bisa berpikir. Saat ini yang kubutuhkan hanya berbaring, dan kenapa terasa panas seluruh tubuhku, aku mencoba melepaskan bajuku satu persatu. Saat tanganku menyentuh sisi tempat tidur lain, aku menyentuh sesuatu. Kucoba membuka mataku sedikit. Samar-samar kuliat sesosok pria. Tapi siap orang ini disampingku. Dia juga tertidur, dan sepertinya juga terpengaruh alkohol.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD