PART 1

1052 Words
"Habis dari mana, Bang?" Saripah bertanya ketika Kakak laki-lakinya pulang saat adzan maghrib sedikit lagi akan berkumandang. "Kerjalah. Dari mana lagi? Emang Abang lo ini penggangguran?" "Yeee... Nyolot amat sih, Bang. Nih, nomor handphone Mpok Jejen Ipah kasih kalo mau nih," sahut Saripah membuat langkah kaki Jimmy berhenti di depan pintu dapur. "Buat apa nomor handphone dia," ketus Jimmy kembali berbalik dan ngacir ke meja makan. "Ya elah, Bang. Buat di kecengin dong. Buat apaan lagi coba? Kali aja Ipah sering-sering kebagian pisang goreng atau kopi mocca gratis pas nongol di warung barunya tuh. Bener, nggak?" Saripah mengejar Abangnya, dan perkataan tersebut sukses membuat air putih yang hampir Jimmy telan keluar bak air mancur di Bundaran Hotel Indonesia. "Ukhukkk... Ukhukkk..." "Astaga, Bang! Kalo minum itu hati-hati kenapa sih? Kebiasaan banget. Kayak anak kecil aja! Mana muncratnya kena tangan Ipah lagi. Basah deh kertas nomor handphone Mpok Jejen nih!" "Hah?! Serius lo, Pah? Mana sini coba Abang lihat tuh kertasnya," Jimmy segera mencengkeram tangan Saripah dan berniat merebut kertas yang sudah basah itu. Sayangnya kertas tersebut tersobek dan bagian yang ada di tangan Saripah pun bentuknya sudah seperti bubur kertas akibat muntahan air tadi. "Ya, Ipahhh... Robek, kannn..." gerutu Jimmy mengangkat potongan kertas dari buku tulis bergaris itu ke udara. "Alah, gitu aja kok repot! Tuh, warungnya Mpok Jejen masih buka sampai habis Isya, terus bakalan tutup kalo Bapak-Bapak udah habis ngeronda keliling kompleks. Lagian, katanya tadi buat apaan nomor handphone Mpok Jejen! Taunya di rebut juga dari tangan Ipah," sahut gadis itu melepas mukenanya yang basah, "Minat Ping! Minat sosor tuh di bawah. Alasan ngopi kek apa kek. Gitu aj---" "Mau bilang apaan, hem? Gitu aja kok repot? Terus aja itu kata lo pake sampai tua. Ya iyah Abang repot, Pah. Kan Abang bukan pe-ngang-guran! Jadi selalu repot alias sibuk!" sanggah Jimmy menekan ujung kalimatnya. "Cih, nyindir! Mentang-mentang udah lama kerja sama Bos Gege yang tampan dan tajir melintir, terus bisanya tiap hari nyindir Adeknya muluk. Huh, dasar! Ipah doain jadi bujang lapuk nggak kawin-kawin baru nyahok!" gerutu Saripah dan Jimmy terkekeh keras. "Nggak mungkin Abang lo ini jadi bujang lapuk, Pah. Orang tiap hari ada aja yang minta Abang perawanin kok, apalagi yang minta di kawinin? Ban-- Aduhhh... duhhh... Kuping gueee... Sakit, Makkk... Ampunnn...! teriak Jimmy tak menyelesaikan ucapannya. "Biarin aja sakit! Biarin juga sampai putus kalo perlu! Mak heran ya sama lo ini, Jim. Masih aja lo demen gangguin anak orang rupanya!" kesal Mak Rapeah yang baru keluar dari kamar mandi. "Becanda kali, Mak. Mana berani lagi Jimmy aneh-aneh sekarang, Mak. 'Kan Jimmy udah kerja tuh sama Bos Gege yang eksklusif gitu," jurus berkelit pun keluar dari mulut Jimmy, "Nih, liat. Baju kerja Jimmy aja udah kayak orang kantoran, Mak. Terus liat juga nih. Kunci mobil, Mak. Ke mana-mana Jimmy naik mobil, terus--" "Terus lo mandi, karena gue mau sholat maghrib ke musola. Gue nggak mau denger acara ngeles lo yang panjang lebar tentang laut biru. Ayo, Pah. Jalan gih. Nanti ke buru di mulai," repet Mak Rapeah menarik tangan Saripah. "Wuekkk... Dadahhh... Abanggg..." ejek Saripah menjulurkan lidahnya. "Ck. Apaan sih Emak ini. Bikin kesel aja. Udah ach mandi dulu mendingan juga," gumam Jimmy mengambil handuk dan masuk ke kamar mandi. Ritual mandi bersih ala Jimmy Waluyo pun terjadi di detik berikutnya, ketika semua pakaian sudah ia lepaskan. Dan pita suara yang berada di tenggorokannya pun ikut beraksi mendendangkan lagu dari si Raja dangdut, Bang Haji Rhoma Irama. Sayangnya tepat saat Jimmy baru akan membuka mulut, 'Tok... Tok... Tok...' ketukan di pintu kamar mandi membuat laki-laki dua puluh tiga tahun itu terkejut seketika. "Astaga, Makkk...! Bikin kaget ajaaa... Tung--" "Maaf, Bang Jim. Ini bukan Mak Rapeah. Ini Jenny, Bang. Kebetulan tadi goreng kue pisangnya kebanyakan. Karena kata Ipah Abang udah pulang, Jadi Jenny anterin dikit buat ucapan permintaan maaf soal yang tadi pagi itu." Deg... Jantung Jimmy hampir melompat keluar saat mendengar suara halus Jenny masuk ke telinganya. "Jenny taruh di meja aja ya, Bang? Maaf udah bikin Bang Jimmy marah," lanjut Jenny, karena tak kunjung mendengar sahutan dari dalam kamar mandi, "Assalamualaikum, Bang." dan kini ia pun berniat pergi dari sana. Tapi baru saja tiga kali Jenny melangkah, ternyata Jimmy sudah berhasil meraih tangan gadis itu dan menyudutkan ke tembok di lorong dapur. "Apa kamu nggak punya cara lain buat minta maaf, selain dengan cara ngagetin aku pas mandi dan ngasih pisang goreng?" Ampunnn... Dj... Wanita mana yang bisa bernapas ketika Jimmy bertanya dengan jarak hanya lima sentimeter seperti sekarang ini. Bahkan biasanya ia akan lebih dulu mendapat serangan, karena tatapan mata elangnya yang super memabukkan. "Ja-jadi..." Jenny menggantungkan ucapannya, "Ap-apa yang Abang mauuu..." "Cium pipi aku yang kamu tampar tadi," segera saja Jimmy berkata seperti itu, "Gampang, kan?" Cup Dan Jenny melakukannya dengan secepat kilat, hingga membuat Jimmy berdiri kaku di tempatnya. "Permisi, Bang," Jenny mendorong tubuh kekar Jimmy dan berlari menuju pintu keluar. Namun roh Jimmy yang terbang sudah kembali ke dalam tubuhnya, dan ia tak mau menyia-yiakan kesempatan dari celah pintu yang sudah di buka oleh pemiliknya. "Bang Jim-- Hemphhh..." Jimmy dengan beringas melumat habis bibir Jenny, dan lagi-lagi ia merapatkan tubuh sintal buruannya ke daun pintu yang masih tertutup. Ia bahkan membawa kedua tangan Jenny ke atas kepala, dan dengan bebas pula menghimpitkan tubuhnya agar semakin rapat. "Achhh..." satu erangan lolos dari pita suara Jenny, karena ternyata bibir Jimmy sudah merambat turun di lehernya. "Jawab aku, Jen. Kamu masih perawan atau udah janda?" Jimmy ingin memastikan status Jenny, karena tak ingin di grebek masa akibat meniduri Istri tetangga di rusunawanya sendiri. "Aku..." "Tolong, Jen. Aku nggak bisa sentuh kamu kalau ternyata Suami mu lagi nungguin di bawah sana," kejujuran pun keluar dari mulut Jimmy. "Iya! Ak-aku udah punya Suami, Bang!" Jenny menjawab asal, sembari menunjukkan cincin polos yang ia kenakan. Sial! Jimmy dengan cepat melonggarkan pelukan, melepaskan genggaman tangannya di kedua pergelangan Jenny, kemudian berbalik menuju ke kamar mandi lagi. BRAKKK... Ia bahkan membanting pintu kamar mandi dengan keras, hingga membuat Jenny menutup kedua telinganya dengan telapak tangan. Deg. Satu perasaan kecewa tiba-tiba saja timbul dari dalam hati si pemilik warung kopi, namun ia tak mau ambil pusing dengan hal tersebut. "Maafin aku, Bang," hanya tiga kata itu yang terus Jenny lontarkan di sepanjang perjalanan dari keluar pintu sampai ke bawah tangga. Seolah paham jika ia sudah salah menempatkan diri, dengan memancing syahwat seorang Jimmy Waluyo. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD