Chapter 1. Austin Gerald Klein

1196 Words
Chapter 1 Austin Gerald Klein   Austin Gerald Klein adalah penerus Klein Corp. Dia mewarisi beberapa perusahaan milik keluarga Klein. Klein Corp. bergerak diberbagai bidang usaha, siapa yang tidak mengenalnya. pria tampan yang mempunyai banyak penghargaan, baik dari bidang bisnis sebagai pengusaha muda tahun ini dan The Bachelor Man tahun ini. Dia mendapatkan penghargaan itu bukan tanpa sebab dia pria tampan bak dewa Yunani rahang kokoh dan netra mata Hazel turunan dari sang mommy yang tajam menyihir para wanita untuk melemparkan diri mereka dalam pelukan Austin. Meskipun dia juga terkenal dengan sifat arogannya tapi tidak membuat para wanita itu mundur, mereka bahkan menjadikan itu tantangan tersendiri, tapi Austin tetaplah Austin. Pria dingin itu tidak punya hati, dia hanya menikmati mereka tanpa mau berkomitmen. Setiap malam berganti pasangan seperti berganti celana dalam saja, tanpa berpikir untuk menjadikan mereka kekasih. Karna dia lelaki dewasa yang butuh pelepasan, makanya dia mencari wanita hanya satu malam tanpa komitmen, dia menikmati wanita ONS-nya hanya sekali setelah itu dia meninggalkan mereka di hotel dengan selembar cek. Benar-benar brengsek.. Dia selalu berpikir wanita hanya mendekatinya karena kekayaannya bukan karena cinta.... Bukan karena pribadinya.... Bukan karena dirinya.... Itu yang dia percaya. Sebenarnya Austin dulunya termasuk anak yang baik  dan itu masih sampai sekarang dia juga kakak yang perhatian khususnya kepada adik kesayangannya Allicia, dia ramah dan berteman dengan siapa saja tapi sejak dia ditinggal mati kekasihnya akibat kanker serviks membuat jiwanya ikut mati bersama jasad kekasihnya yang dikuburkan. Dia bertekad akan membekukan hatinya. Dia berjanji hatinya hanya untuk Anggela Jennar kekasihnya. Sanggupkah dia memenuhi janji yang bahkan diucapkannya sendiri. Austin lupa dia hanyalah manusia biasa yang tidak bisa lari dari kuasa Tuhan. *** Suasana di tempat kerja berjalan seperti biasa, semua orang sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing. Berada di kubikel mereka sendiri mengerjakan tugas kantor yang tidak ada habisnya. "Apa ini Shinta???" bentak Austin sambil melemparkan laporan yang baru saja diserahkan sekretarisnya itu ke meja kerjanya, membuat wanita itu berjenggit kaget. "Sebenarnya kamu bisa kerja tidak?" bentak Austin sambil berdiri dari kursinya dia berkacak pinggang sambil mengacungkan jari telunjuknya ke arah sekretaris yang sudah membuatnya naik darah. "Sedari tadi kerja tidak becus, bikin proposal saja semua kalimat dan ejaannya salah ... niat kerja tidak sih? baju ketat kemeja dibuka lima kancingnya, bawahan yang nyaris kelihatan celana dalemnya ... mau kerja atau jadi p*****r kamu? Kamu pikir dengan penampilan kamu yang begitu bisa menggoda saya?“ ejek Austin sambil menunjuk ke tubuh Shinta sesuai dengan perkataannya. Shinta yang dibentak hanya bisa duduk ketakutan di kursi tepat di depan meja Austin, wanita yang berpenampilan menor itu duduk gelisah menerima kemarahan bosnya itu. Jantungnya sudah berdetak sangat cepat karena ketakutan. "Kenapa? tidak terima dengan kata-kata saya? katakan jika yang saya katakan salah?" bentak Austin semakin membuat wanita itu semakin mengkeret ketakutan. Keringat dingin sudah mulai keluar dari pori-pori kulitnya. Austin benar-benar marah bagaimana tidak sekretaris barunya itu terus saja melakukan kesalahan padahal sudah sering diberi tahu kesalahannya apa tapi masih saja dilakukan lagi. Dan dengan sengaja menggodanya dengan baju sexy-nya. Sialan!!! Cih dasar jalang! Sinisnya dalam hati. Dia memang b******k tapi dia mempunyai prinsip tidak akan meniduri karyawannya sendiri. Karena dia tidak mau mendapat masalah. Bisa dibayangkan jika dia meniduri pegawainya pasti suasananya jadi canggung. Dan bagaimana rumor yang nantinya akan berembus di kantornya. Austin lebih baik melakukan one night stand dengan wanita yang tidak dikenalnya dibanding dengan orang yang ada di sekitarnya. Itu lebih aman buat kehidupan normalnya. Dan itu juga mottonya. Yang penting dia bermain aman saja. Austin termasuk orang yang paling disiplin, tidak mencampur adukkan urusan kerjaan dan urusan pribadinya. Bahkan disaat dia harus merelakan kekasihnya dan sedang berduka. Dia tetap mendampingi adik tercintanya yang melahirkan. Mengkhawatirkannya dengan sangat. Baginya keluarga adalah prioritas utamanya. Sikap tegasnya membuatnya sangat dihormati oleh semua pegawainya. "Maa ... maaf pak ... saya akan perbaiki lagi,” cicit Shinta sambil mau mengambil proposal yang ada di meja bosnya matanya sudah berkaca kaca, baru kali ini ada yang menghina dirinya dan  begitu melukai egonya serta harga dirinya. Awas saja kau bos, nanti kamu yang akan mengemis cinta padaku batin Shinta sinis. "Baik ... ini kesempatan terakhirmu ... dan bersikaplah layaknya sekretaris jangan seperti pekerja di bar, kamu bisa merusak image perusahaan saya, apa kamu mengerti?” ujar Austin datar. Shinta hanya mengangguk. Diapun kembali keruangannya, begitu keluar semua mata memperhatikannya, ada yang menatapnya kasihan tapi ada juga yang tersenyum sinis. Ya itu adalah wanita-wanita yang juga menaruh minat pada bos mereka. Siapa yang bisa menolak pesona Austin Gerald Klein. Yang mempunyai pesona layaknya sang daddy, Jashon Klein. Tak peduli sikap kasarnya. ** Seorang gadis cantik memasuki ruangan kelasnya dengan riang, gadis cantik bersurai pirang madu dengan mata birunya membuatnya terlihat bersinar ditimpa sinar matahari yang terik di siang itu. Senyum manisnya membuat para lelaki langsung menderita diabet akut jika lama-lama menatapnya. "Amanda, kau sudah mengerjakan tugas dari tuan Prescot?" tanya seorang gadis bersurai coklat. Yang mendatangi gadis yang dipanggilnya Amanda. "Hai Clara, tentu saja sudah. Kamu?” tanya Amanda, dia mulai membuka tas ranselnya. Amanda memang berpenampilan sporty dengan sepatu kets dan tas ranselnya. Jarang sekali dia mngenakan gaun atau sepatu tinggi yang ujung haknya runcing. Amanda ngeri kalau lewat dijalam berlubang dan sepatunya terjebak di lubang. Bisa mati dia karena malu. Mending bermain aman saja. Dan sepatu kets adalah jawabannya. Sudah ringan dan gampang lagi bersihinnya. Tinggal rendem pake air sabun, bilas, jemur lalu beres bisa dipake lagi. Nggak butuh treatment khusus. "Sudah sih, tapi aku tidak yakin dengan hasilnya aku agak bingung dengan statistik dan diagramnya,” ujar Clara dengan sendu, dia juga membuka tas selempangnya mengambil tugas dari dalam tasnya. "Hei coba  lihat itu Manda,“ ujar Clara histeris sambil menunjuk ke arah depan kelas. Amanda menatap kearah yang ditunjuk Clara. Gadis itu hanya mendengus pelan saat melihat gerombolan lelaki tampan yang bergabung dalam kelompok pemuda yang paling diminati di kampusnya ini. For you information, Amanda dan juga Clara kuliah di jurusan bisnis, di kampus paling terpopuler di New York. Harvard University. "Hei Edward menatapmu, oh dia mengedipkan mata ke arahmu,” ujar Clara histeris melihat idola kampus mengedipkan matanya kearah sahabatnya. Tapi Amanda cuma melengos. Clara memang aneh yang ditatap dan dikedipin kan Amanda, kenapa dia yang heboh sendiri deh? Dasar aneh. Orang Amandanya aja anteng-anteng aja. "Dia bukan type-ku,” ujarnya lirih. "Oh ya, jadi type-mu seperti apa?” tanya Clara penasaran, karena selama mereka berteman dia tidak pernah melihat sahabatnya itu tertarik dengan lawan jenisnya. Amanda tidak menjawabnya, tapi ingatannya kembali ke saat ia bertemu pertama kali dengan lelaki yang sudah bisa memenjarakan hatinya hanya pada satu nama, Austin Gerald Klein. Pria tampan bermata Hazel, dan selalu tersenyum manis kearah kekasihnya. Lelaki lembut yang matanya hanya tertuju pada kekasihnya. Sayangnya bukan dia kekasih pria pujaan hatinya. Amanda berandai-andai kalau dirinyalah kekasih Austin. Kekasih lelaki semanis dan seromantis Austin adalah mimpinya. Sayang lelaki itu sudah menambatkan hatinya. Dan Amanda pantang merebut kekasih orang, meski Amanda suka setengah mati pada Austin. Makanya dia menyingkir dari kehidupan mereka sebelum perasaannya semakin dalam. Cinta pertamanya. Cinta monyetnya, yang anehnya masih begitu membekas dalam memorinya. Cinta yang bahkan harus di kuburnya sebelum bunganya bermekaran. Apakah mencinta memang sesakit ini? Kalau boleh, dirinya tidak menginginkan perasaan ini saja... Bisakah??? >>Bersambung>>
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD