Chapter 6 Kelahiran Si Kembar

1522 Words
Chapter 6 Kelahiran Si Kembar   Tampak seorang lelaki paruh baya berdiri di balik pohon tak berani memberikan penghormatan terakhir pada jenazah Angel. Dia memakai kembali kaca mata hitamnya menutupi matanya yang memerah. Rasa sesalnya sungguh tak terkira, dia sudah menjerumuskan anak kandung satu-satunya ke jurang kenistaan, ayah seperti apa dirinya? "Maafkan daddy Angel, maaf,” ujarnya sendu sebelum berlalu. Dia kembali menoleh ke arah makam berharap keluarga Klein meninggalkan makam hingga dia bisa mendekat ke makam putrinya. Setidaknya, sekali saja dia ingin meminta ampun kepada putrinya. Sekali saja. Air mata penyesalan masih saja membasahi pipinya yang sudah berkerut karena usianya yang tak lagi muda. Yang tertinggal hanya penyesalan yang menyesakkan dadanya. "Austin ayo kita pulang nak, besok kau bisa mengunjungi Angel lagi,” ujar Kanaya lembut. Tapi dibalas gelengan oleh Austin. Lelaki itu masih terpekur di depan makam Angela dengan tatapan kosong. "Kalian pergilah lebih dahulu, aku masih mau di sini,” ujarnya pelan. Dia sadar, keluarganyamungkin lelah menunggunya merenungi kematian Angela di sini. Apalagi adiknya, Allicia. Dia pasti sudah lelah berdiri sedari tadi dalam kondisi kehamilannya yang besar. Namun, sepertinya keluarganya tidak menghiraukan ucapannya yang meminta mereka pergi saja. Austin bersyukur memiliki mereka yang selalu ada di kondisi terburuknya ini. "Ashhh ... Marc sakit,” jerit Cia sambil memegangi lengan Marc dengan kencang. "Cia, air ketubanmu sudah keluar,” pekik Aurora yang melihat ada cairan bening di kaki Allicia. "Oh ... Baby kau akan melahirkan ayo kita ke rumah sakit," sahut Marc kalut, dia langsung menggendong Cia ala bridal. Langkahnya berderap kencang ke arah mobilnya terparkir. Dia bahkan tidak kepikiran untuk berpamitan kepada yang lain. Pikirannya hanya keselamatan Allicia. Yang lain bukan urusannya. Austin langsung berlari mengikuti Marc. "Pakai mobilku saja, lebih dekat ayo,” ajak Austin yang melupakan keengganannya meninggalkan makam beberapa waktu lalu.   *** Allicia adalah prioritas pertama buat Austin juga. Apalagi buat Marcus yang langsung sigap dengan kondisi istrinya. Jantungnya berdebar kencang. Dan tanpa dikomando semua keluarga Cia dan Marc mengikuti mobil Austin yang ditumpangi Marc dan Cia. Cia mencengkeram kelepak jas suaminya, menggigit bibir bawahnya menahan teriakannya. Dia tidak mau membuat kedua lelaki yang dicintainya itu khawatir. "Kau boleh menggigit lenganku sayang, jangan bibirmu nanti berdarah,” ucap Marc sambil jarinya menarik bibir Cia dari gigitan bibirnya. Disodorkannya lengannya di depan bibir Cia, tapi malah dicium oleh Cia. Mereka bertatapan lembut. Ada senyum di bibir keduanya. Austin berdecih melihat keromantisan keduanya di saat seperti saat ini. Tapi kedua insan itu tidak peduli. "Aku harap aku bisa menggantikan kamu merasakan sakitnya sayang, aku tidak tega melihatmu kesakitan,” ucap Marc lirih sambil memberi belaian lembut di perut Cia yang besarnya jangan ditanya lagi. Meski ukuran tubuh Cia melebihi berat tubuh wanita yang hamil pada umumnya karena kehamilan kembarnya, Tapi Marc selalu dengan bangga menggandeng Cia jika mereka berdua berjalan bersama dan memberi kecupan-kecupan lembut. Membuat siapa saja iri dengan posisi Cia. Cia sangat terharu dengan perhatian Marc padanya dan kedua calon bayi mereka. Sungguh Cia merasa sangat beruntung bisa bertemu dan jatuh cinta pada Marc. Dan memiliki hati lelaki itu yang tak lain adalah suami tercintanya. Mereka memasuki rumah sakit dengan Cia yang berada dalam gendongan Marc dan disusul Austin serta kedua orang tua Cia dan orang tua Marc serta saudara Cia, semua berwajah penuh kekhawatiran. Marc langsung dirujuk untuk membawa Cia ke UGD karena masih siang, di UGD Cia langsung diperiksa oleh dokter jaga. Dokter jaga langsung mempersilahkan seorang perawat untuk mengantar Allicia dan suaminya ke ruang khusus bersalin. Perawat itu menempatkan Allicia di sebuah brankar dengan dikelilingi tirai untuk memisahkannya dengan pasien lainnya. Para perawat udah bersiap di dalam sana. Mereka menyiapkan semua keperluan yang nantinya akan dibutuhkan oleh dokter "Apa dokternya masih lama?" tanya Marc saat melihat wajah istrinya yang kian pucat. "Sebentar lagi, pak," sahut kepala perawat yang berada di ruang itu. Tak lama dokter datang dan langsung memeriksa kondisi Cia. "Sudah bukaan delapan. Akan kami siapkan semua keperluan bersalinnya," ucap dokter Samantha sebelum berlalu dari ruang pemeriksaan. Tangan Allicia menggenggam tangan Marc erat seakan takut akan kehilangan lelaki itu. Marc mengecup lembut kening Cia. "I love you,” bisiknya di telinga Cia. "Arghhh ... Sstt,” desis Cia kesakitan. Tangannya mencengkeram tangan Marc dengan erat. Dia mengejan dengan kuat, dia merasa perutnya di aduk-aduk. Rasanya  mau mati saja. Keringat membanjiri pelipisnya, Marc menempelkan sapu tangannya di dahi Cia yang berkeringat. Menciumnya lembut di sana. Dokter Samantha memasuki ruangan bersalin dengan diikuti beberapa asisten, dia menyuruh Marc meletakkan tubuh Cia di tempat seperti kasur khusus orang melahirkan. dokter mengangkat kaki Cia ke tempat yang seharusnya, dia menutupi area perut ke kaki dengan selimut . "Kepalanya si kecil sudah kelihatan, jika terjadi kontraksi langsung mengejan dengan keras,” dokter Samantha memberi instruksi dengan lembut, Cia mengangguk faham karena beberapa bulan ini dia mengikuti kelas ibu hamil, dan diajarkan saat akan melahirkan apa yang akan dilakukannya. Begitupun dengan Marc yang selalu setia menemani istrinya. Saat kontraksi Ci mengejan dengan keras, tangannya meremas tangan Marc dengan keras. Dia berharap dia tidak mematahkan tangan Marc. Tapi dia butuh pengalihan dari rasa sakit di perutnya. "Arghhh,” jerit Cia. “Arghhh,” jerit Cia lagi kini lebih keras dari yang pertama. Karena dia merasan ada dorongan dari perutnya. Seakan ada yang mau keluar. Dan terdengarlah suara tangis bayi meramaikan ruangan bersalin. Air mata haru menetes dipipi Marc, melihat bayi yang dilahirkan oleh Cia tampak sehat. Dia memperhatikan apa yang dokter dan asistennya lakukan pada bayinya. Bayi itu sudah dibersihkan dan di arahkan ke arahnya, dengan tangan gemetar dia menggendong bayinya. "Laki-laki,” bisik Marc ke telinga Cia, dia meletakkan bayinya di perut Cia. Dikecupnya lagi kening istrinya dengan sayang. "Terima kasih,” bisiknya sambil mengecupi kedua pipi dan bibir ranum istrinya. Kedua saling bertatapan penuh cinta. Begitu kuatnya ikatan cinta keduanya. Rasa mulas kembali di rasakan oleh Cia. "Sakit,” desisnya, dengan cepat Marc mengambil putranya dari perut Cia. Menyerahkannya  kepada suster yang membantu proses persalinan istrinya. Dia memegang lagi jemari istrinya. Membelai perut Cia lembut seakan ikut merasakan sakit yang diderita Cia. Dikecupnya lagi jemari Cia yang ada di genggamannya. Dokter segera memposisikan dirinya diantara kaki Cia, dan memberikan instruksi kepada Cia dengan lembut. Cia langsung mengerti. Cia mengejan seperti tadi saat sakit diperutnya seakan mengaduk-aduk isi di dalam perutnya. Rasa mulasnya lebih parah dibanding sakit perut. "Argghhh,” jerit Cia dengan tubuh condong ke depan untuk mengurangi rasa sakitnya. Tapi rasa sakit itu semakin berkumpul di satu titik dalam perutnya. Dan seakan sesuatu keluar dari lubang k*********a. Suara tangisan bayi yang lebih kecil dari yang tadi, tapi cukup meramaikan ruang bersalin. "Perempuan,” seru dokter Sam saat membersihkan sang Bayi. Diapun menyerahkan bayi itu ke tangan suster yang menjadi asistennya. Suster itu pun membersihkan tubuh bayi mungil itu dengan waslap basah. Setelah bersih dia berjalan ke arah Marc. "Bayinya cantik, seperti ibunya,” ujarnya sopan, sambil menyerahkan bayi itu ke gendongan Marc.   "Perempuan sayang, cantik sepertimu,” ujar Marc penuh haru, dikecupnya lembut kening istrinya, "terima kasih." ** Keluarga Klein dan Dexter begitu tegang menanti cucu pertama mereka, Austin yang baru melepas kepergian Angel tampak hilir mudik di depan pintu ruang bersalin. Ada ketakutan yang begitu kentara, dia benci rumah sakit karena kematian Angel disini. Entah apa yang akan terjadi padanya jika sesuatu yang buruk menimpa adik tercintanya dan calon keponakannya. Sebentar-sebentar tangannya berpindah dari bersedekap di depan d**a, atau mengeratkan kedua tangannya di belakang tubuhnya. Berjalan mondar mandir membuat siapa saja yang melihatnya semakin jengkel di buatnya. "Austin kau membuat kepala mom nyaris meledak, duduklah! Cia dan keponakanmu baik-baik saja,” tegur Kanaya kesal. "Aku takut, dia akan_" kata Austin tak sanggup meneruskan kalimatnya. Dia mengunci mulutnya rapat-rapat. "Tenanglah nak, Cia adikmu itu wanita yang kuat, kau sendiri tahu apa yang sudah dilaluinya dan dia tetap jadi Cia kita,” ucap Jashon sambil menepuk pundak Austin lembut. Menggiring putranya untuk duduk. Tak lama terdengar suara tangisan bayi dari dalam ruangan tempat Cia melahirkan, semua mata saling menatap. "Apa bayi Cia sudah lahir mom?” tanya Aurora penuh binar bahagia. "Sepertinya begitu,” jawab Kanaya. "Kita jadi Nenek,” ujar Selena senang. Wajahnya di penuhi suka cita. "Semoga Cia dapat melahirkan dengan selamat,” doa Kanaya. "Amin,” seru semuanya mengamini. Tak lama terdengar suara tangisan bayi lagi. Austin berdiri seakan dia sudah tidak sabar untuk melihat keadaan di dalam ruangan. Ingin rasanya dia mendobrak pintu sialan itu. Dia kembali berjalan mondar mandir. Tapi kini semua membiarkannya. Seorang suster membawa satu Box bayi keluar dari ruang bersalin. Austin yang tepat berada di pintu langsung melihat kehadiran suster dan keponakannya. Tak menyia-nyiakan bertanya kondisi Cia. Dia menahan tangan suster itu, membuat wanita muda itu tersipu malu. Keluarga Klein memang mempesona, batinnya. "Nona bagaimana adik saya?” tanyanya tak sabaran, tak peduli dengan sang suster itu yang tersipu malu karenanya. "Nyonya Cia kondisinya baik, putra-putrinya juga kondisinya baik,"sahut suster itu yang di sambut pekik kegembiraan dari semuanya. Akhirnya penantian mereka tidak sia-sia. Rasa syukur mereka panjatkan pada sang pencipta. "Ini keponakanku?” tanya Austin penuh binar bahagia saat menatap makhluk mungil yang terbalut selimut. "Iya ini yang laki-laki yang perempuan masih disusui oleh ibunya,” sahutnya sambil membungkuk hormat sebelum berlalu membawa box bayi ke ruangan khusus bayi. >>Bersambung>>
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD