Jodoh Dari Laut

1545 Words
Seperti perpisahan, pertemuan juga sebuah misteri yang membuat kompasmu bergerak untuk menuntunmu menyusuri jalan hidup penuh kejutan dari Sang Maha Kuasa. [Abella Rasheika Valerian — Sećanja: Memori] Italia memang tempat sempurna untuk memanjakan mata, lidah, dan semua panca indra. Salah satu hal yang menjadi favorit adalah perairannya, rasanya sangat menyenangkan saat bisa bebas menikmati segarnya angin laut ditemani sinar matahari hangat sambil berlayar seperti yang dilakukan Abella saat ini. Tak ada stres karena macet atau pun polusi sebab kapal pesiar berbagai jenis dan ukuran tak perlu berdesakan di atas permukaan air laut. Well, kecuali saat kapal-kapal pesiar itu mencari tempat untuk berlabuh ketika para penumpang atau pengendaranya memiliki keperluan di daratan. Baru dua puluh menit berlalu semenjak Bella mematikan mesin cabin cruiser miliknya di tempat rahasia yang baru tiga minggu ini dia temukan. Tempat paling cocok untuk bisa menenangkan diri sambil berjemur, mencari solusi, sekaligus membaca, termasuk sesekali membayangkan sosok pria idamannya yang wajahnya selalu saja berubah-ubah sesuai suasana hati dan kehaulannya. Ada satu hal lagi yang lebih Bella sukai dari tempat ini, cukup privasi karena berada dalam titik buta sehingga tidak mudah terlihat oleh orang-orang yang hilir mudik sekedar untuk mengunjungi Portofino atau mereka memang tinggal di sekitar kawasan ini. Saat ia mulai larut dengan konflik novel di tangannya yang bercerita tentang kehidupan para editor, tiba-tiba ia mendengar suara sedikit kencang dari kejauhan. Jebyur!! “Astaghfirullah, suaranya kenceng banget? Apaan tuh tadi?” Jantung Bella berdegup kencang, ia terperanjat oleh suara kencang dari sesuatu yang menghantam permukaan air. Bahkan tablet di tangannya nyaris terlempar ke air asin di bawah cabin cruiser miliknya karena dia sedang menikmati semilir angin sambil berbaring di casting geladak kapal bagian depan perahu canggihnya. Dengan perasaan waswas ia beranjak melintasi geladak kapal menuju area kokpit untuk memakai outer pantai warna putihnya, sekaligus menyimpan kembali tablet canggih kesayangannya di antara panel kokpit, lalu segera mengemudikan cabin cruiser-nya untuk mencari sumber suara mencurigakan beberapa saat lalu. Baru saja bagian bow depan dari cabin cruiser milik Bella keluar dari titik buta, dia melihat ada kapal lain dengan jenis berbeda yang biasanya dikenal sebagai mobil sport-nya lautan melewatinya dengan cepat, melesat ke perairan lepas dan meninggalkan jejak buih. Bella sempat terperanjat, ia semakin yakin jika ada sesuatu yang tidak beres. Dia mulai mempercepat laju perahunya untuk menelusuri jejak high performance boats yang sudah jauh melesat pergi entah ke mana. Bella fokus mengedarkan pandangan, tapi tidak ada tanda-tanda sesuatu yang mengapung di sekitarnya. Dia memeriksa monitor di dekat kemudinya untuk melihat jika ada benda mencurigakan yang tertangkap sensor canggih sistem perahunya, sampai dia melihat sebuah notifikasi jika ada sesuatu yang sedang bergerak secara mencurigakan di dekat perahunya dan tentu saja itu bukan ikan-ikan lucu yang biasa menemaninya. Bella memperjelas fokus sistem pengintainya. Dia sontak terperanjat saat mengetahui ada sosok manusia sedang berusaha mencapai permukaan, tapi semakin lama gerakan manusia di bawah sana semakin melambat, benar-benar mengkhawatirkan. Ia bergegas mengaktifkan smart security system perahunya lalu segera terjun ke hangatnya air Portofino. Bella menyelam secepat mungkin sebelum sosok itu semakin terseret arus laut. Tangan panjangnya berusaha menjangkau bagian tubuh mana pun sebelum sosok di bawahnya tenggelam kian jauh, sampai jari lentiknya berhasil meraih tangan yang sempat terulur untuk menggapai apa pun yang mengapung di sekitar tubuh pria itu. Ya, sosok yang sedang berusaha Bella selamatkan adalah seorang pria. Dengan susah payah akhirnya Bella berhasil menjangkau swim platform di bagian belakang perahunya. Melihat pria yang kini terbaring di depannya sudah tak sadarkan diri, ia segera memberi napas bantuan sebelum membawa pria itu ke daratan untuk mencari bantuan lebih lanjut jika tanda-tanda vital pria di depannya sangat mengkhawatirkan nantinya. Bella berusaha keras untuk mengendalikan rasa paniknya, tubuhnya mulai gemetar saat harus menghadapi seseorang yang sedang berada di antara hidup dan mati seperti ini. Tanpa Bella sadari air matanya mulai menetes karena sepertinya ia gagal menolong pria di depannya, tapi Bella menolak untuk menyerah. Bagaimanapun ia harus bisa menyadarkan pria di depannya. Dengan sisa kesadaran yang ia miliki, Bella sempat melihat pria di depannya mulai bergerak kecil lalu terbatuk. Bella tersenyum sekilas sebelum kesadarannya sepenuhnya menghilang. Pria itu baru saja mengeluarkan paksa semua cairan yang menyumbat saluran pernapasannya saat dalam keadaan setengah sadar ia melihat tubuh wanita sedang tergeletak tak sadarkan diri di sampingnya. Dia memeriksa sekilas apakah masih ada tanda-tanda kehidupan dari wanita yang ia yakini sebagai malaikat penyelamatnya. Ia lega saat melihat wanita cantik itu masih bernapas, tapi dia juga tak memiliki sisa tenaga lebih untuk menyadarkan malaikat penyelamatnya. Hingga angin laut yang dingin menyadarkan kedua manusia berbeda jenis kelamin yang sejak tadi berada dalam keadaan tak sadarkan diri. Bella menggeliat pelan dan hampir melonjak dari tempatnya saat melihat tubuh besar yang terlihat menggigil tergeletak tepat di sampingnya. Bella seketika tersadar jika itu adalah tubuh pria yang sudah ia selamatkan tadi siang. Netranya melihat ke sekeliling dalam keadaan sadar sepenuhnya, sepertinya ada yang aneh. Apa? Sekarang langit sudah mulai berubah gelap?! Sudah berapa lama mereka pingsan? Two-piece yang ia pakai terasa sangat lengket di badan, apalagi pakaian pria di depannya ini. Bella mencoba menyadarkan pria asing dengan badan gemetaran di depannya. Pasti pria ini terserang demam akibat kejadian tadi siang, “Hey, Signor. Apa kau bisa bangun? Kita harus segera masuk ke kabin sebelum angin laut membuat kita semakin demam.” Bella bergerak perlahan untuk meraih pintu kabin di dekatnya. Pria itu kembali membuka matanya untuk merespon ucapan Bella. Mereka berdua tertatih masuk ke kabin perahu. Bella tahu dia harus bergerak cepat sebelum mereka terserang hipotermia. Dia menyuruh pria asing itu untuk membersihkan diri dari sisa garam yang masih menempel di permukaan kulitnya lebih dulu. Lagi pula Bella yakin jika pria itu sedang terkena demam, dan membasuh badan dengan air hangat bisa cepat menormalkan suhu tubuhnya. Pria itu menuruti ucapan Bella untuk segera pergi ke toilet meskipun gerakannya terlihat sangat lambat. Bella meraih perangkat yang biasa ia gunakan untuk mengatur sistem kapalnya dan memastikan tidak ada angin yang bisa menerobos masuk ke dalam kabin. Ia mengatur suhu di dalam kabin sebelum beranjak untuk membuat sup krim dan segelas cokelat panas. Setidaknya mereka harus mengisi tenaga sebelum pergi ke klinik sebentar lagi jika obat demam tak cukup sebagai penolong pertama. Mereka sedang berada terlalu jauh dari daratan, jelas perlu waktu untuk mendapatkan pertolongan medis yang dibutuhkan apalagi hari sudah semakin gelap. Mereka harus ke pusat kota jika klinik di pelabuhan sudah tutup saat mereka tiba. Untung saja Nonno selalu mengingatkan dia dan saudari-saudarinya untuk selalu memeriksa perbekalan termasuk kotak P3K di perahu para cucu perempuannya yang paling suka bepergian, walaupun anggota keluarganya tahu jika Bella lebih suka singgah ke sebuah kafe atau restoran untuk mengisi tenaganya sekaligus mencari referensi untuk memperbarui daftar menu restoran mereka sambil mengunjungi tempat-tempat cantik di sekitar perairan Italia. Nonna tersayangnya juga selalu mengingatkan untuk membawa beberapa pakaian cadangan kalau tiba-tiba ia harus berada di perairan lebih lama, seperti keadaan tak terduga saat ini contohnya. Sepertinya pria asing yang baru saja dia selamatkan memang sedang beruntung karena saat Bella memeriksa kotak khusus penyimpan pakaian, ia melihat ada kaos milik Nonno yang dia beli saat singgah di Genoa pekan lalu. Bella tersenyum kecil, sebenarnya itu adalah pakaian yang ia siapkan untuk memberikan kejutan pada kakek dan nenek tersayangnya. Dia ingin mengajak orang tua dari mendiang ayahnya untuk mengunjungi tempat kelahiran sang Nenek di Monaco menggunakan perahu berjenis cabin cruiser yang baru ia pesan secara khusus. Perahu prototype yang baru saja selesai dibuat dan saat ini sedang ia coba atas inisiatifnya sendiri sebab dia berencana untuk mengisinya dengan beberapa barang yang mereka butuhkan sebagai acara kejutan spesial sebelum hari ulang tahun pernikahan kakek dan neneknya sekitar seminggu lagi. Saat ia baru saja menghabiskan segelas cokelat hangat sambil menuangkan sup krim ke dalam mangkuk, ia menatap pria yang dari tadi terus mengamati gerak-geriknya sejak keluar dari toilet mengenakan sebuah bathrobe untuk menutupi tubuhnya, “Ah, aku lupa bertanya. Kau bisa memahami bahasa Inggris juga selain bahasa Italia, ‘kan? Dilihat dari wajahmu sepertinya kau bukan asli penduduk setempat,” tanya Bella dalam bahasa inggris. “Aku juga bisa bahasa lain selain yang kau sebutkan tadi, Miss. Apa kau tak melihat ciri tubuhku yang sangat Asia ini?” kata pria asing itu menunjuk iris cokelat gelapnya sambil tersenyum saat menjawab pertanyaan Bella dengan bahasa yang sama. Bella mengamati sekilas wajah pria blasteran di depannya. “Asia Tenggara?” tebak Bella sambil menatap lekat sekaligus tersenyum simpul. “Indonesia,” sambung pria asing di depannya. Pupil Bella membesar, ia tersenyum semakin lebar, “Seriusan?! Oh, baguslah. Kau bisa pakai pakaian di atas sofa ini buat ganti. Tenang aja itu pakaian baru kok. Terus jangan lupa isi perutmu dengan sup dan cokelat panas ini, dan maaf aku tadi makan duluan sebelum pingsan lagi karena kehabisan tenaga,” aku Bella sambil menyeringai polos. Pria asing di depan Bella mengangguk sambil tersenyum, lalu ia bergegas kembali ke toilet untuk mengganti pakaiannya. Sebenarnya Bella merasa sudah gatal seluruh tubuh karena rasa lengket sisa garam dan uap masakan yang saling menyapa di permukaan kulitnya, tapi lagi-lagi dia harus bertahan di balik outer tipisnya sebagai seorang tuan rumah yang ramah, khas Indonesia sekali, ‘kan? Semoga saja dia tak menderita eksim seperti apa yang selalu diocehkan Lee Hwanhee Oppa-nya, si Dokter Tampan itu selalu saja tak pernah lelah untuk menceramahi semua saudaranya jika itu menyangkut soal kesehatan seolah dia adalah kamus kesehatan berjalan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD