Bab. 3 Bencana

1337 Words
Hari demi hari telah berlalu, hati Azura semakin berdebar menghitung hari dimana Rangga akan pulang. Sampai saat ini pun Azura tidak berani membalas semua pesan yang Rangga kirimkan padanya, tiap kali Rangga menelpon dia bahkan tidak pernah mengangkatnya. Ada kerinduan terpendam, tetapi ada pula hal yang tidak bisa lagi dia tahan, Azura tidak memiliki pilihan selain menghindar karena dia tidak ingin Ibu Rangga semakin semena-mena kepada dirinya. "Hari ini rapat akan di lakukan, jangan lelet dan bawa semua dokumen ini ke ruang rapat. Pimpinan dari perusahaan pusat akan ikut serta dalam rapat hari ini," ujar manager yang kini semakin membuat Azura merasa lelah. Pening di kepala Azura masih terasa sampai saat ini, Azura merasa lemas tetapi dia tidak boleh menolak apa yang sudah manajernya perintahkan. Azura hanya di perlakukan sebagai pembantu, dia bahkan tidak memiliki teman di kantor. Mereka semua menghindari dirinya karena dia miskin dan tidak selevel dengan mereka, Azura sadar dia masuk perusahaan ini dengan usahanya sendiri dan mereka semua banyak yang memiliki orang dalam hingga bisa bekerja dalam perusahaan yang besar ini. "Cepat! lambat sekali kau." Maki manajer karena lima menit lagi pimpinan akan segera sampai di ruangan meeting. Mendengar ucapan manajer kini Azura segera bergegas dan banyak karyawan lain yang berlari karena takut telat. Pimpinan perusahaan utama memang terkenal arogan, siapapun yang membuat masalah pasti akan di pecat dengan tidak manusiawi. "Sialan, dia tampan dan terlihat arogan." Umpat Marsya bersama dengan manajer yang kini menunggu Azura segera masuk. Marsya memiliki ide untuk membuat Azura pergi dari perusahaan ini, dia tahu jika pimpinannya tidak suka ada seseorang yang menyentuh dirinya walau tidak sengaja. Marsya dengan sengaja menyenggol Azura yang membawa setumpuk dokumen, mau tidak mau dia jatuh dan tepat berada di depan pimpinan yang kini menuju ke tempat rapat. "Sialan," umpat pimpinan tersebut terdengar samar di telinga Azura. Azura melihatnya tapi tak lama kemudian dia hilang kesadaran, rasa sakit di kepala dan seluruh tubuhnya cukup membuat dirinya semakin tenggelam dan tidak sadarkan diri. Pimpinan tersebut mencoba berdiri, tetapi dia mengingat wajah wanita ini, wanita yang sudah dia ambil kesuciannya malam itu. Selama dua bulan ini Melvin berusaha mencari wanita itu tetapi dia tidak menemukannya, Melvin sadar jika wanita ini bukan wanita bayaran seperti yang dia pikir. Melvin merasa menyesal dan semakin kesal pada Amel yang sudah mengorbankan wanita lain untuk keinginan Amel sendiri. "Ke rumah sakit! cepat." Umpat Melvin yang kini menggendong wanita ini dengan ekspresi khawatir. Semua orang yang ada di sini merasa heran, bahkan pimpinan arogan yang selama ini mereka kenal memperlihatkan bagaimana dia perhatian dengan karyawan rendahan seperti Azura. Bahkan kini Marsya dan temannya ingin melakukan hal yang sama, siapa yang tidak ingin dekat dengan pimpinan? jika beruntung dia akan menjadi wanita kaya raya yang ikut menikmati harta yang di miliki oleh Melvin. "Rapat ini penting, biar saya yang ke rumah sakit." Asisten kepercayaan Melvin mengatakan hal itu. "Aku akan menyusul," Melvin membenarkan pakaiannya setelah dia meletakkan Azura di kursi penumpang. Jujur saja Regi merasa heran karena bos nya tidak pernah melakukan hal seperti ini, bahkan seseorang yang tidak sengaja menyentuhnya saja bisa dia beri surat peringatan apalagi yang pura-pura pingsan dan ingin menggodanya? dia pasti akan langsung memecat saat itu juga. "Rumah sakit," ucap Regi pada supir yang akan mengantar mereka ke rumah sakit. Melvin hanya melihat mobilnya melaju dengan cepat, dia kembali mengancingkan jas nya dan masuk ke dalam perusahaan. Banyak orang yang melihatnya tetapi tatapan matanya yang tajam membuat karyawannya takut walau hanya sekedar menyapa. Ketua cabang segera bertemu dengan Melvin dan mereka masuk bersama ke ruang rapat untuk membahas masalah penting terkait beberapa hal yang perlu kantor cabang ini benahi jika ingin terus bertahan. "Rapat di mulai." *** Regi membawa karyawan ini ke rumah sakit milik keluarga Abraham, seperti biasa Regi hanya menjalankan perintah karena Melvin tidak akan pergi ke rumah sakit lain selain milik keluarganya. Regi menunggu di luar, dia masih bingung dan diliputi rasa penasaran yang tinggi, tapi apa daya walaupun dia ingin tahu dia tidak berani menanyakan masalah ini pada Melvin. Mereka memang dekat, tapi jika berkaitan dengan masalah pribadi Regi tidak selancang itu jika Melvin tidak menceritakan semuanya secara sendiri. "Isi dulu data diri pasien tersebut," ujar salah satu pekerja rumah sakit bagian administrasi pada Regi. "Aku hanya membawanya, aku bahkan tidak mengenalinya. Tunggu Pak Melvin datang karena ini perintah darinya," ucap Regi dan diangguki oleh petugas administrasi tersebut. Regi tidak tahu menahu dia hanya melakukan tugasnya, semua hal yang berkaitan dengan wanita itu adalah urusan Melvin. Setengah jam kemudian dokter keluar dari ruang periksa, dia tersenyum dengan lebar dan menyalami Regi. "Selamat anda akan menjadi seorang ayah," ucap dokter tersebut pada Regi. "Anda salah paham Dok, aku hanya membawanya sesuai dengan apa yang Pak Melvin katakan," ucap Regi. "Apa dia kekasih Pak Melvin? wah tidak di duga ternyata kekasihnya sudah hamil dan pewaris keluarga Abraham sebentar lagi akan lahir." Dokter tersebut tercengang dengan apa yang dia ketahui. "Astaga, bukan seperti itu. Dia karyawan di perusahaan, jangan berspekulasi terlebih dahulu." Regi takut jika Melvin semakin marah pada dirinya. Regi tidak mengatakan apapun tetapi kini dokternya yang mengatakan segala hal sesuai dengan apa yang dia inginkan, jika Melvin tahu semua ini apa jadinya dia? Regi tidak tahu apapun dan bila kekasih Melvin hamil seseorang yang pasti adalah Amel bukan wanita ini. "Bu Adira," Panggil dokter ini menghampiri Adira yang baru datang. Seperti biasanya Adira selalu cek up rutin di rumah sakit, semenjak umurnya yang semakin tua dia hanya ingin menjaga kesehatan dengan baik, selama cucunya belum pasti menempati tahta yang dia jaga, dia harus bisa bertahan dan hidup untuk menyelamatkan apa yang seharusnya cucunya dapatkan untuk menggantikan Haidar yang telah lama meninggal. "Kenapa dokter terlalu heboh?" tanya Adira yang berjalan perlahan. "Selamat, sebentar lagi Bu Adira akan memiliki cicit," ujar dokter yang memeriksa Azura. "Cicit?" tanya Adira yang terkejut sekaligus berdebar mendengarkan apa yang dokter katakan. Adira lalu masuk ke dalam ruang pemeriksaan, dia melihat Regi yang sudah berada di sana ingin mengikuti Azura yang akan di bawa ke ruang rawat VVIP sesuai dengan apa yang memang harus dia dapatkan. "Regi, apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Adira. "Saya tidak tahu apapun Bu, saya hanya membawa wanita ini sesuai dengan apa yang Pak Melvin perintahkan." Regi sama takutnya menghadapi Adira karena orang tua ini sama seperti Melvin yang terlihat sangat tegas. "Kau ikuti dia, aku akan cek kesehatan terlebih dahulu baru menyusul ke ruang rawat." Adira mengatakan hal itu pada Regi. "Baik Bu," Regi hanya mengikuti perintah karena dia tidak akan berani menolak atas apa yang di perintahkan oleh atasannya. Bagaimanapun Regi bekerja dengan mereka, dia tahu Melvin tidak akan marah kepada dirinya karena melakukan tugasnya dengan baik.Dokter lah yang salah paham mengira jika wanita ini adalah kekasih dari Melvin. "Dia masih pingsan, dia kelelahan serta asam lambungnya naik dan di perparah dengan tekanan darahnya yang rendah." Dokter mengatakan hal itu pada Regi. Regi hanya mengangguk, dia duduk di sini dengan tenang sembari menunggu Melvin datang dan mengatakan segalanya. Regi banyak mendengar apa yang Melvin ceritakan termasuk Amel yang bahkan tidak ada kabar ketika Melvin mengajaknya menikah. Regi tak habis pikir dengan Amel, lantas mengapa mereka menjalin hubungan begitu lama jika pada akhirnya Amel bahkan tidak ingin menikah dengan Melvin? tekanan keluarga yang Melvin dapatkan sudah sangat berat dan di perparah dengan Amel yang terus saja membuat Melvin merasa jengah. Sudah satu jam Regi duduk dan hampir tertidur di ruang rawat ini, dia terkejut ketika Melvin datang tiba-tiba dan membuka pintu tanpa permisi. "Bagaimana kondisinya?" tanya Melvin. "Biar dokter saja yang menjelaskan, aku tidak paham Vin," ucap Regi santai karena berada di luar kantor. Regi hanya ingin cari aman dari pada Melvin tidak terima jika dia yang mengatakan lebih baik Dokter sendiri yang menyampaikan semuanya pada Melvin. Dokter pun datang ketika Regi memanggilnya, dia mengatakan dari awal hingga akhir tentang kondisi wanita itu, cukup membuat Melvin terkejut tetapi dia dilema akan melakukan apa pada wanita ini. "Jangan katakan itu pada nenek," pesan Melvin. Melvin berharap jika neneknya tidak tahu masalah ini, dia tidak ingin semuanya semakin rumit jika neneknya tahu lebih awal. "Nenek sudah tahu."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD