17. Keresahan Adriel

1123 Words
"Baiklah. Simpan saja di meja!" Pengacara itu menyimpan setumpuk dokumen yang membuat pekerjaan Adriel semakin bertambah banyak. "Yang benar saja Mr. Linares." "Ini dokumen dari beberapa bisnis baru Anda yang sedang Anda jalani beberapa diantaranya dari bisnis perkapalan, perhotelan, pabrik makanan, pembuatan jalur kereta api yang baru, perkebunanan di Brimigham." "Baiklah. Aku akan menanadatanganinya. Besok Anda boleh mengambilnya." "Saya sudah mendengar berita tentang penculikan Ibu Anda. Beritanya sudah tersebar luas di kota." "Benarkah?" "Sepertinya polisi bergerak dengan sangat cepat. Wajah penculiknya sudah tersebar, bahkan polisi akan memberikan hadiah untuk siapa saja yang mempunyai informasi siapa penculiknya." "Aku baru saja pulang dari kantor polisi dua jam yang lalu. Aku tidak mengira berita itu akan tersebar dengan sangat cepat." "Saya turut prihatin atas penculikan Ibu Anda." "Terima kasih." "Saya permisi dulu." Pengacara itu meninggalkan ruangan kerja dan matahari sudah mulai terbenam. Jonah membawakan beberapa lilin dan menyalakannya satu persatu. Ruangan menjadi terang oleh cahaya lembut yang pancarkan dari lilin-lilin itu. Adriel bangkit dari kursi memandang keluar jendela. Ia bisa melihat estat Duke of Sconce dari kejauhan. Beberapa ruangan di estat itu telah diterangi oleh cahaya lilin. Pikirannya kembali melayang kepada Rosabella. *** Arthur yang telah tiba di estatnya bersama dengan Caleb langsung menuju ruang kerjanya. Rosabella yang sedang merajut di kamarnya mendengar kedatangan suara kereta kuda kakeknya. Ia cepat-cepat turun ke bawah dan mencari kakeknya di ruang kerjanya. Rosabella melihat kakeknya dan Caleb sedang membicarakan sesuatu. Keduanya langsung melihat ke arah Rosabella. Caleb tersenyum, tapi Arthur memasang wajah masam. Gadis itu tahu kenapa kakeknya seperti itu. "Aku akan kembali ke kamarku,"kata Caleb. "Apa aku telah menganggu pembicaraan kalian?"tanyanya setelah Caleb pergi. "Tidak." "Apa ada kabar tentang penculikan Lady Olivia?" "Belum ada." Rosabella menggigit bibir bawahnya dan memandang kakeknya ragu-ragu. "Mengenai kejadian tadi siang di kantor polisi, aku meminta maaf. Aku mencemaskan Adriel." Arthur menangkupkan kedua tangannya di atas meja. "Sepertinya kamu sudah benar-benar jatuh cinta kepadanya." Rosabella menjadi salah tingkah. "Aku...." Terdengar helaan napas panjang dari Arthur. "Ini yang aku cemaskan akan ada seorang pria yang akan membuatmu jatuh cinta disini." "Maafkan aku. Aku tidak tahu kenapa bisa jatuh cinta kepadanya." "Kamu tahu kan apa resikonya." "Aku tahu." "Hubungan kalian tidak memiliki masa depan. Suatu hari kamu akan kembali ke tempat asalmu berada dan kamu tidak bisa membawa Adriel ikut bersamamu. Kamu akan meninggalkannya dan pasti itu akan menyakiti hati pria itu." "Aku sudah berusaha melupakan perasaanku kepadanya." "Aku tidak akan menghalangimu lagi untuk berhubungan dengan Adriel, tapi kamu harus menanggung resikonya. Aku sudah memperingatkanmu dari awal." "Terima kasih. Ini akan menjadi tanggung jawabku." Seorang pelayan memberitahu mereka makan malam telah siap. Rosabella mengapit lengan kakeknya berjalan menuju meja makan. Caleb sudah duduk di sana. Caleb menyeruput sup ayamnya dan ia sepertinya menikmati makan malamnya. "Aku senang melihat kalian akur lagi." Rosabella hanya tersenyum, lalu duduk di samping kakeknya. Arthur mengambil serbetnya dan memasangnya di d**a. Gerakan tangannya terhenti saat akan memasukan makanannya ke dalam mulut. "Ah sekarang aku ingat,"serunya tiba-tiba. Caleb dan Rosabella langsung menoleh ke arah Arthur. "Ada apa?" Arthur memandang Caleb dan Rosabella secara bergantian. "Tidak ada apa-apa. Lanjutkan makan kalian!" Mata Rosabella memicing sedikit yang mengisyaratkan ia bingung sejenak, lalu kembali makan. Tidak ada satu pun dari mereka yang bicara lagi hanya dentingan suara dari peralatan makan. Setelah makan malam, Arthur kembali ke kamarnya dan ia sudah ingat siapa pemilik bros bunga kecubung itu. Ia bermaksud untuk menemui pemilik bros itu keesokan harinya. *** Adriel berada di kamarnya setelah makan malam sendirian tanpa kehadiran ibunya. Ia pun berdoa meminta keselamatan ibunya setelah sekian lama ia tidak berdoa sejak kematian istri dan anaknya. Perlahan air matanya menetes. Malam itu terasa sangat sunyi bahkan lebih sunyi dari sebelumnya. Suara-suara burung hantu mulai terdengar. Adriel berusaha memejamkan matanya, tapi ia sama sekali tidak bisa tidur. Hati dan pikirannya terlalu gelisah untuk bisa tidur nyenyak malam ini. Adriel pun tertidur ketika hari menjelang pagi dan ia dikejutkan oleh gedoran pintu kamarnya berkali-kali. Adriel membuka matanya dan ia mendengar suara Jonah berkali-kali memanggil namanya. "Masuklah! Pintunya tidak dikunci." Jonah masuk dengan terburu-buru. "Ada apa?"tanyanya dalam keadaan masih mengantuk. "Maaf Yang Mulia, saya menganggu tidur Anda, tapi Anda harus segera ke bawah. Mr. Bernard Buchanan ingin menemui Anda secepatnya. Ini mengenai Ibu Anda." Setelah semua kesadarannya terkumpul kembali, Adriel langsung bangun setelah teringat dengan penculikan ibunya. "Aku akan segera turun." "Baik akan saya sampaikan." Jonah pun pergi. Beberapa pelayan wanita mulai memasuki kamar Adriel dan membuka tirai jendela. Sinar matahari pagi langsung menerangi kamarnya. "Ini jam berapa?" "Jam 9 pagi, Yang Mulia,"jawab salah satu pelayan itu. Adriel cepat-cepat berpakaian dan segera menemui Bernard di bawah. "Selamat pagi!"sapa Bernard. "Pagi! Ada kabar apa tentang Ibuku?" "Kami mendapat informasi dari salah satu penduduk pernah melihat penculik itu." "Apa kalian sudah memeriksa kebenaran informasi itu?" "Kami sudah memeriksanya." "Lalu?" "Pria itu bernama Jeremy Holstein, seorang penjagal." "Apa kalian sudah menangkapnya?" "Kami sudah menangkapnya." "Apa Ibuku baik-baik saja?"tanyanya tidak sabaran. "Ibu Anda tidak bersama dengan pria itu. Sekarang kami sedang menginterogasinya." Adriel nampak sangat kecewa. Ia berharap Ibunya akan baik-baik saja. "Bawa aku ke kantor polisi!" "Tentu." Mereka pun pergi. Kepala pelayannya sudah menyiapkan kereta kuda untuk mereka. *** Setelah tiba di depan kantor polisi, Adriel cepat-cepat turun dari kereta kuda dan Bernard berusaha untuk mengejarnya dari belakang. Di dalam, Bernard menyuruhnya untuk mengikutinya. Pria itu membawanya ke sebuah ruangan interograsi yang berada di lantai tiga. "Tunggulah di sini!"perintah Bernard. Adriel duduk di kursi yang berada di koridor. Bahunya tampak tegang. Menit demi menit telah berlalu, akhirnya seorang petugas keluar dari ruangan interogasi bersama dengan Bernard. Adriel langsung berdiri. "Bagaimana?" "Jeremy telah mengakui bahwa ia sudah menculik Ibu Anda." "Lalu sekarang di mana Ibuku?" "Tenanglah! Ibu Anda masih hidup itu menurut pengakuan Jeremy dan sayangnya ia bungkam soal keberadaan Ibumu. Dia ingin bicara kepadamu." "Baiklah antarkan aku kepadanya." Bernard menghela napas panjang, lalu ia mengantarkan Adriel menemuinya dan menemaninya. Di dalam ruangan yang agak sempit itu duduk seorang pria setengah baya dengan penampilan lusuh. Bajunya banyak noda darah dari hewan-hewan yang dipotongnya. Adriel duduk di depannya dan pria itu langsung menatapnya. "Di mana Ibuku?"tanya Adriel tanpa basa-basi lagi. "Ibumu berada bersama pimpinan kami. Jika Ibumu ingin selamat, kamu harus memberitahukan kepada kami tentang salinan formula paradium itu kepada kami." Adriel nampak kebingungan. Ia tidak mengerti apa yang dimaksud pria yang ada di hadapannya. "Salinan formula apa? Aku sama sekali tidak mengerti." "Istri Anda telah menyimpannya." "Istriku? Maksudmu Alexandra?" "Iya." "Siapa sebenarnya kalian? Ada hubungan apa kalian dengan Alexandra?"teriak Adriel kesal dan marah. "Lord Adriel, tenangkan diri Anda!"kata Bernard. Adriel berusaha menenangkan dirinya. Sekarang ia merasa hidupnya seperti dikelilingi oleh sebuah rahasia yang membuat kehidupan keluarganya terancam bahaya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD