11. Persiapan

1137 Words
Aksa sudah menyelesaikan semua perlengkapan ke dalam tas miliknya. Mengisi semua kantong dengan barang barang yang ia yakini akan berguna di perjalanan nanti. Dan kini, ia ingin beristirahat dan menunggu kepulangan kakek Monggo. Akhirnya, kakek Monggo pulang sebelum pagi menunjukkan dirinya. Namun suara kokok ayam menunjukkan kalau fajar telah terbit. Aksa terbangun saat mendengar pergerakan pelan dari luar ruangan tidurnya. Karena mang semalaman ia tak bisa tidur pulas. Memikirkan banyak gal yang ia temui kemarin. Kakek monggo datang dan segera duduk untuk menuang minuman ke dalam gelas bambunya. Air dingin mengalir ke dalam tubuhnya. Air yang ia isikan pada kendi miliknya terasa sangat menyegarkan baginya. "Kek, ada yang ingin aku tanyakan pada kakek." Ucap Aksa tanpa menunggu kakek Monggo untuk beristirahat. "Apa yang kau temukan selama aku pergi nak?" Dan pertanyaan kakek Monggo sukses membuat Aksa mengerutkan dahi. Pasalnya pertanyaan itu seolah kakek Monggo mengetahui banyak hal yang terjadi. Aksa memulai pertanyaan dari ke empat pintu yang berbeda tempat saat ia membukanya. Dan kakek Monggo malah tersenyum tanpa memberikan jawaban yang pasti. Dan tak mau menjelaskan dengan akal yang bisa di tangkap oleh otaknya. Kemudian Aksa mengajak Kakek monggo ke kamarnya. Menyalakan sebuah lampu yang menyinari ruangan tersebut. Kakek Monggo yang terkejut seketika memandang wajah Aksa dengan penuh teliti. "Kau?" Ucapnya terpotong seolah tak mengerti apa tang ingin ia katakan. "Aksa menemukan sebuah Panel yang ada di pohon kelapa yang tinggi itu." Ucap Aksa pada Monggo si kakek setengah tua itu. Ah, Aksa mengerti sekarang. Tentu saja kakek Monggo tak mengerti adanya kabel dan panel tersebut karena ia bahkan tak perlu mendekati pohon kelapa tersebut jika ingin mengambil buahnya. Hanya dengan menggunakan ilmu Amek Undoh miliknya, maka ia sudah bisa menikmati segarnya air kelapa. "Panel?" Beo kakek Monggo yang sebenarnya memang tak mengerti dengan hal tersebut. "Kakek tahu, pasti bukan hanya Aksa dan papa yang pernah singgah ke rumah ini." "Aku punya banyak teman. Tentu saja bukan hanya kau yang menginap di sini." Jelas kakek Monggo padanya. "Maksud Aksa orang yang pernah berada di dunia modern sepertiku." Serbu Aksa ingin mendapatkan kepastian dan kebenaran. Kakek Monggo menjawab dengan tenang pertanyaan Aksa. Kalau bukan hanya keluarganya saja yang terjebak dalam kerajaan Kambalang. Pernyataan tersebut sukses membuat Aksa membuka mulutnya tak mengerti. Ia jadi yakin kalau semua alat yang tersembunyi ini di buat oleh salah satu dari mereka. Namun siapa dan dari mana asalnya. "Mereka sepertimu, mencari anggota keluarganya, namun sayang sekali mereka tak ada yang kembali kemari untuk pulang." Jawab kakek Monggo yang membuat Aksa bergidik ngeri. Seperti apa sebenarnya kerajaan kambalang itu. Apa dirinya akan menjadi seperti mereka yang berikutnya? Ah tidak tidak. Aksa harus mengumpulkan semua keberaniannya. Aksa tak akan mundur meskipun dengan pernyataan yang di ungkapkan kakek Monggo. "Yakinlah pada dirimu sendiri nak!" Seru kakek Monggo pada Aksa untuk memberikan semangat dan keberanian. Aksa mengangguk pasti. Ia tak akan menyerah sebelum berperang. "Itu sebabnya aku menyuruhmu untuk mempersiapkan diri. Dan aku rasa lampu seperti ini tak begitu berguna di sana." Ucap kakek Monggo dengan tenang menjelaskan. Aksa mengangguk lagi namun ia menemukan kejanggalan pada kata kata kakek Monggo. Lampu? Kakek Monggo sudah mengenal nama lampu. "Apa sebelumnya ada yang pernah membuat lampu seperti ini kek?" Tanya Aksa dan kakek Monggo mengiyakan. "Ya, namanya Batra. Ia memberikan ini pada kakek." Jawab kakek monggo menunjukkan sebuah gantungan yang terdapat center kecil yang Aksa yakini  sudah tak berfungsi. Aksa memintanya dan Monggo memberikannya dengan rela. Ya, karena center tersebut memang sudah tak berfungsi sama sekali. "Ini sudah rusak." Seru Aksa. "Aku menggunakannya 2 hari dan langsung mati begitu saja." "2 hari tanpa mematikannya?" Tanya Aksa dan Monggo mengangguk. Yang benar saja handphone saja akan mati jika 2 hari di hidupkan tanpa pengisian baterai lagi. Aksa membuka center kecil itu dan mengganti baterai di dalamnya dengan baterai jam miliknya. Hanya baterai kecil yang biasanya di gunakan untuk jam tangan. Dan center tersebut bisa menyala kembali. Aksa memberikannya pada kakek Monggo yang sedikit terkejut. "Bisa hidup kembali." Serunya senang. Dan Aksa hanya tersenyum masang melihat kakek Monggo yang seperti anak kecil mendapatkan mainan baru. Aksa bahkan memiliki yang lebih besar dari itu. "Apakah penghasil api yang kau berikan padaku juga bisa mati suatu saat nanti?" Tanya Monggo yang sepertinya menghawatirkan hal tersebut. "Ya, Asal kakek Monggo tidak sering menggunakannya itu akan bertahan lebih lama. Bisa untu beberapa tahun." Jawab Aksa membuat Monggo terlihat kecewa. "Itu hanya buatan manusia, jadi jangan berharap ada hal yang abadi kek!" Jelas Aksa pada kakek Monggo yang tengah mengamati korek api miliknya. Aksa tersenyum, ia bahkan bisa mengisinya lagi jika gas dalam korek tersebut habis. Kakek Monggo meminta Aksa untuk beristirahat sampai siang ini. Karena Kakek monggo mengajak Aksa untuk melakukan perjalanan malam agar saat melewati perbatasan Kambalang Aksa bisa melakukan perjalanan di siang hari. Aksa menyetujuinya dan ia  ingin tidur untuk mempersiapkan dirinya nanti. Ia akan membutuhkan banyak energi malam ini. Aksa sudah benar benar menyiapkan dengan matang untuk perjalanannya kali ini. Sebuah tas yang besar di punggungnya. Mungkin akan terlihat sangat berat dan menyusahkan. Tapi percayalah bahwa tas itu sangat ringan. Aksa memasang sebuah alat anti gravitasi yang bisa membuat tas tersebut menjadi ringan meskipun isinya sangat banyak. Tidak lupa dengan celana yang di pakainya. Bukan hanya sekedar celana untuk menutupi tubuh. Banyak kantong di setiap sudut celana tersebut. Dan pastinya Aksa tak akan menyianyiakan kegunaannya. Bahkan ikat pinggangnya pun tak luput dari barang barang yang ia bawa. Tak lupa sepatu gunung miliknya terpasang keren di kedua kakinya. Aksa menyeka rambut pendeknya dengan gaya yang keren dan mengungkapkan kesiapannya pada kakek Monggo. Kakek Monggo memandang Aksa dengan tatapan aneh dan bingung tentu saja. "Apa isi tas itu nak? Kenapa kau membawanya sampai sebanyak itu?" Ucap kakek Monggo yang melihat Aksa dengan tatapan miris. Aksa hanya tersenyum." Bukan apa apa kek, hanya pakaian, dan beberapa barang yang akan membantu dalam perjalanan. Padahal sebenarnya Aksa tak meninggalkan satupun barangnya di rumah kakek Monggo selain pakaian ganti yang kotor. "Itu sangat berat sepertinya." Lagi lagi tatapan miris oleh kakek Monggo tak membuat Aksa terganggu. "Aku kan kuat kek." Jawab Aksa yang kemudian tertawa kecil. Kuat dari mana? Kalau bukan karena ada alat Anti gravitasi yang sengaja dipasang oleh pemberi tas tersebut,mungkin mengangkatnya pun Aksa tak sanggup. Apalagi membawanya seperti ini. Kakek Monggo tak menjawab apapun. Ia juga tak melarang Aksa dengan semua benda bawaannya. Ia lantas menutup pintu rumahnya dan mengajak Aksa untuk pergi. Ia hanya terus melangkah mengikuti arah yang pernah ia lalui. Sesuai arahan jam tangannya, Aksa berangkat pukul tiga sore dan menuju ke arah utara. Ia berangkat dengan semangat 45 setelah kenyang karena Kakek Monggo tengah menyiapkan banyak sekali makanan sebelum dirinya pergi. Ah, dirinya sudah seperti mau pergi camping saja. Padahal sebenarnya dalam benak Aksa ia juga mengkhawatirkan dengan apa yang akan dilalui dalam perjalanannya nanti. Dengan keyakinan yang pasti, Aksa berdoa dan menyemangati dirinya agar bisa menghadapi rintangan untuk mencapai tujuannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD