2

1378 Words
"Kejar wanita sialan itu!" perintah Phoenix, para bodyguard-nya pun mengejar Carmilla yang sedikit jauh dari jarak pandang mereka, disertai keramaian pada club malam yang menjadi penghambat utama. "Minggir b-e-d-e-b-a-h!" Carmilla lari sekuat tenaga, melepaskan selopnya adalah keuntungan yang sangat baik dalam berlari sehingga ia memaksimalkan otot kaki untuk menjauhi mereka secepat mungkin. Di sisi jalan, Carmilla berlari di samping raya kota yang terdapat banyak orang tengah memandanginya sedang berlari penuh kepanikan. "Persetan dengan mereka, secepat mungkin aku harus kabur agar tidak ditangkap oleh p-r-i-a h-i-d-u-n-g b-e-l-a-n-g beserta pengikut sialannya itu!" umpat Carmilla. Napasnya terengah-engah karena merasa lelah dan tidak boleh berhenti atau dirinya akan disusul oleh mereka. "Tangkap si j-a-l-a-n-g itu, berani-beraninya dia melarikan diri!" Suara Phoenix didengar oleh orang-orang sekitar, membuat mereka terkejut dan langsung mengalihkan pandangan ke arah wanita yang berlari begitu cepat. "Wanita itu berada dalam masalah yang besar," gumam salah seorang yang akhirnya tahu apa permasalahan mereka. Carmilla sekuat tenaga berlari dengan kekuatan penuhnya, walau dia sudah tidak kuat lagi, hanya tekadnyalah yang mampu menggerakkan kakinya sendiri. "Oh tidak, aku lelah dan sangat haus," gumam Carmilla, berhenti sejenak untuk menghirup udara yang banyak lalu menghempaskannya. Carmilla berjalan dengan pelan, menuju gang sempit dan berharap bahwa Phoenix dan para anak buahnya tidak menyadari keberadaan wanita itu, ada di sekitaran gang tersebut. Phoenix dan para bodyguard-nya terus mencari karena mereka kehilangan jarak pandang serta jejak Carmilla, membuat sang tuan mengumpati mereka. "Cih, tidak becus! Coba cari ke tempat itu, diriku yakin bahwa dia ada di sekitaran sini." "Baik, Tuan." Carmilla berusaha meredam suara dan bunyi napasnya yang kelelahan, bahkan untuk bernapas saja dia menggunakan mulutnya, karena bernapas melalui hidung membuat embusannya sedikit terdengar jelas. "Oh Tuhan bayangannya semakin mendekat, jangan biarkan mereka menuju di balik tong sampah ini," batin Carmilla. Bau dari sampah jelas sangat membunuh pernapasan Carmilla. Namun, jika dirinya ketahuan, dia akan lebih terbunuh lagi, maka dari itu ... Carmilla memilih untuk menahannya walau bau itu semakin menyengat saja. "Tuan, hanya tempat sampah," lapor bodyguard Phoenix. Cahaya yang terhalau dinding gedung pencakar langit, menjadi keuntungan untuk Carmilla sendiri, Carmilla merasa bersyukur jika bayangan dari mereka perlahan menjauh. Merasa sedikit aman, Carmilla menelepon teman wanitanya yang bernama Chloe, selang beberapa detik, nasib Carmilla tidak beruntung karena Chloe tidak mengangkatnya, otomatis Carmilla merasa pasrah bahwa dia harus berjalan kaki untuk pulang sendirian. Keluar dari gang sempit, membuat Carmilla kembali ketahuan oleh Phoenix karena pria itu masih terus mencari keberadaannya, dan keberadaan Carmilla dilihat oleh sang pemimpin sendiri. "Ternyata kau ada di sana gadis nakal, kali ini takkan kuloloskan," ucap Phoenix. Carmilla kembali berlari dengan kecepatan penuhnya, melewati orang-orang yang tidak sengaja ia senggol dan berakhir pada seorang pria yang ingin masuk dalam rumahnya. "Berhenti, kumohon!" teriak Carmilla dari kejauhan, pria itu mengernyitkan keningnya dan bertanya ketika Carmilla berada di hadapannya, "Ada apa, Nona?" Tanpa menjawab, Carmilla menarik lengan pria itu lalu masuk ke dalam rumahnya. "Maafkan aku yang sangat tidak sopan terhadapmu, tapi kau harus mendengarkan penjelasanku, kumohon," pinta Carmilla, masih dengan napas yang terengah-engah. "Baiklah jelaskan semuanya karena kau sungguh tidak sopan karena masuk tanpa seizinku, Nona," balas pria itu. "Aku dikejar oleh empat orang yang merupakan p-e-l-a-n-g-g-a-n dari kekasihku sendiri, awal kejadian dimulai kepada Kyler yang mengajakku ke suatu tempat dengan modus ingin berkencan. Sebagai kekasih diriku tentu senang dan menerima ajakan itu karena dia ingin menunjukkan sikap romantisnya. Namun ternyata, dia membawaku ke club dan menjualku di sana, otomatis aku melarikan diri dari p-r-i-a h-i-d-u-n-g b-e-l-a-ng itu dan akhirnya berada di sini," ungkap Carmilla, dengan penuh harap kepada pria di depannya, percaya dengan perkataannya. "Benarkah?" "Aku tidak berbohong, tidakkah kau lihat penampilanku yang kacau? Berlari di sisi raya kota tanpa menggunakan alas kaki, apakah ini tidak meyakinkanmu? Aku hanya ingin meminta bantuan untuk berada di sini sementara waktu sampai situasi benar-benar aman, Tuan. Aku sadar diri karena langsung masuk ke rumahmu dengan cara yang kasar," ujar Carmilla kemudian terkekeh karena dia membuat baju pria itu robek di bagian lengan, kemungkinan karya seninya itu terlalu keras sampai-sampai tidak sadar jika harus merusak bajunya. "Apa kau tidak terluka?" tanya Carmilla dan pria di hadapannya berwajah datar, kemudian menunjukkan lengannya yang sedikit memerah. "Kau ganas sekali!" pekik pria itu dan Carmilla memohon semaaf-maafnya. "Aku akan mengobatimu," balas Carmilla. Sebelum pria itu menjawab, terdengar gebrakan pintu dari luar, membuat Carmilla menjadi begitu panik serta ketakutan. "Oh tidak, itu mereka, tolonglah aku, Tuan," pinta Carmilla dengan nada yang pelan. "Keluar sialan, aku tahu dirimu ada di sini, kau harus memuaskanku malam ini karena aku mengeluarkan uang yang lumayan untuk membelimu dari kekasih bedebahmu itu!" bentak Phoenix dari luar. Austin Blade, menjadi percaya atas omongan Carmilla sebelumnya setelah mendengar pernyataan dari luar sana yang sekarang pelakunya sedang menggedor pintu rumahnya berulang kali. "Baiklah aku percaya padamu dan tenang, aku akan mengurus ini, sekarang yang perlu kau lakukan adalah, bersembunyi," ucap Austin lalu menuntun Carmilla ke suatu ruangan, di mana ruangan tersebut merupakan ruangan rahasia yang tidak pernah diketahui oleh siapa pun, termasuk keluarga Austin sendiri, karena hanya dialah yang tahu dan dia sendiri yang membuat ruangan itu. "Jangan berani keluar sebelum aku kembali, karena aku tidak yakin jika pria yang mengejarmu itu akan percaya dalam sekali mendengar perkataanku, paham?" "Aku menurutimu, Tuan. Dan, terima kasih banyak," balas Carmilla sebelum pintu ditutup lalu dikunci. Di luar rumah, Phoenix dan anak buahnya terus berteriak dan menggedor pintu rumah milik Austin. "Keluarlah sialan, aku tau kau ada di dalam rumah ini!" Austin pun membuka pintu dan menunjukkan wajah marahnya kepada Phoenix dan anak buahnya. "Hei, siapa yang kau cari, ada masalah apa dirimu denganku, hah?!" bentak Austin. "Ke mana gadis yang kau sembunyikan, hm?" "Gadis? Siapa?" "Jangan berpura-pura tidak tahu atau aku menggeledah rumahmu," balas Phoenix lalu mengancam Austin dengan nada yang serius. "Silakan, tapi jika gadis itu benar-benar tidak ada, aku akan membuat perhitungan padamu karena telah mengganggu ketenangan di rumahku!" ancam Austin balik membuat Phoenix semakin meragu, tetapi ... Phoenix benar-benar yakin bahwa gadis yang ia beli masuk dalam rumah ini. "Kenapa diam saja? Cepat geledah karena aku tidak sabar untuk menuntutmu lalu mendapatkan keuntungan yang banyak," ucap Austin begitu berani, memandang mereka dengan tatapan menantang secara bergantian. "Geledah sekarang juga!" Para bodyguard Phoenix pun masuk dan menyelusuri seluruh ruangan milik Austin hingga tak tersisa, kecuali ruangan tersembunyi yang tidak bisa ditemukan oleh mereka. "Tuan, gadis itu benar-benar tidak ada dalam rumah ini, semuanya telah kami periksa, bahkan di tempat terpencil pun tidak ada," lapor salah satu anak buahnya. Phoenix menggeram kesal ketika wajah Austin tersenyum menang. "Beri aku 5000 dollar atau aku menuntutmu karena telah melakukan penggeledahan, mengganggu ketenanganku, serta mengacaukan barang-barang yang ada di sini, sampai guci milik ibuku pun dipecahkan oleh anak buahmu, Tuan," ucap Austin menagih, dia pun menunjuk sesuatu, di mana Phoenix dengan jelas melihat adanya kamera pengintai di sudut palpol rumah Austin. "Sialan, licik sekali kau anak muda!" "Bayar atau aku melapor," balas Austin tak peduli dengan kalimat Phoenix. .... "Deal, jika kau melaporkan hal ini ke pihak berwajib maka hidupmu tidak akan tenang anak muda, pegang kata-kataku!" ancam Phoenix sebelum meninggalkan Austin. Austin sendiri tidak peduli dengan pesan itu, karena dia tidak akan melapor karena pria itu telah membayarnya serta menyuruh anak buahnya pula untuk membersihkan rumahnya kembali, jadi ... dia merasa untung besar dan sangat senang karena Carmilla yang datang ke rumahnya secara tiba-tiba. Mengingat Carmilla, dengan cepat Austin membuka ruangan yang tertutup jam dinding besar yang di balik jam tersebut, terdapat sebuah deretan kode yang harus dipecahkan agar ruangan rahasianya terbuka. Ruangan tersebut dibuat secara khusus oleh Austin agar dapat membawa pacarnya ke tempat itu dan mereka bebas melakukan apa pun, termasuk bercinta. Ruangan yang dimasuki oleh Austin sekarang, pantas dinamakan sebagai ruangan nakal. "Hai, Nona. Sekarang sudah aman, apa kau baik-baik saja di sana?" "Tidak, ruangan ini dipenuhi oleh aroma menjijikkan," jawab Carmilla yang hampir muntah, bahkan Carmilla menemukan banyak sekali pengaman yang tergeletak di lantai begitu saja, tak dapat dibayangkan, seberapa joroknya pemilik rumah ini. "Maafkan ruanganku yang membuatmu tidak nyaman, aku memang jarang membersihkannya setelah aku diputuskan oleh pacarku," balas Austin. "Baiklah, aku memaafkanmu karena kau telah menolongku. Ngomong-ngomong, perkenalkan, namaku Carmilla Brigitta." "Austin Blade." Mereka pun berjabat tangan sebagai tanda pengenalan, dan jari Austin sedikit jahil karena mengusap telapak tangan milik Carmilla, yang artinya. "Kau sangat seksi dengan penampilanmu yang kacau malam ini, Nona. Ingin bermain denganku?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD