Dia mirip Dylan wang

1223 Words
"Mbak Na," Rina menghampiri Nana yang saat itu tengah merapikan piring di dapur. "Kenapa, Dek?" Nana menoleh. Ternyata bukan hanya Rina tapi Risma juga ada. Keduanya nampak canggung. "Ada apa?" Tanya Nana lagi, kali ini ia mencuci tangannya dan menghentikan kegiatannya, lalu menatap ke arah kedua adik kembarnya. "Kamu aja," Risma menyikut lengan Rina yang tidak kunjung bicara. "Kamu aja." Balas Rina. Keduanya saling mengandalkan satu sama lain, hingga mmebuat Nana tersenyum samar. "Ada apa? Coba bicara." Sikembar pun akhirnya bicara meski dengan raut malu. "Ini," Risma memberikan secarik kertas pada Nana. "Tapi kata Bu Santi waktunya masih bisa diperpanjang sampai bulan depan kalau Mbak Nana belum punya uang," "Iya. Katanya nggak apa-apa kalau belum ada uang." Rina ikut menimpali. Nana mengambil kertas tersebut dan membacanya secara perlahan. "Udah nunggak tiga bulan?" Si kembar meringis. "Kenapa nggak bilang? Mbak bisa bayar kalau tau nunggak selama ini." "Tapi, katanya boleh bayar bulan depan." Nana menghela lemah. "Lain kali kalau ada bayaran atau apapun itu segera kasih tau jangan dibiarin aja." Si kembar menundukan kepalanya. "Ibu bilang jangan kasih tau Mbak Nana." Ucap Risma dengan suara pelan. "Nggak apa-apa bilang aja. Kalian berdua tanggung jawab Mbak Nana, apapun yang terjadi pada kalian sudah sewajibnya Mbak Nana tau. Ngerti?" Kedua gadis itu mengangguk bersamaan. "Besok bayar uang bulanannya ya? Lain kali jangan sampai nunggak apalagi sampai dipanggil ke ruang BP. Ngerti?" Si kembar kembali menganggukan kepalanya, setelah itu Nana mengambil beberapa lembar uang kertas dan langsung memberikannya pada si kembar. "Ini uang bulanan sekolah kalian dan ini untuk uang jajan kalian. Hemat-hemat ya? Jangan boros." "Terima kasih Mbak Nana." Keduanya nampak begitu senang setelah mendapat uang jajan dan uang pembayaran sekolah dari Nana. Setelah si kembar pergi Nana hanya bisa menghela lemah. Uang yang baru saja diberikannya adalah uang terakhir dari hasil bekerja di minimarket Pak Jujum. Butuh waktu beberapa minggu lagi untuk mendapatkan uang itu kembali. Semua tanggung jawab kini ada di pundaknya, bukan hanya kedua anak kembar itu saja, tapi ibu juga. Nana hanya berharap mampu membiayai keluarganya dengan hasil jerih payahnya sendiri tidak mengandalkan uang dari pemberian keluarga mantan suaminya. "Na, gimana? Kamu setuju jadi guru Les saudara saya?" Tanya Bu Tati. "Jangan kelamaan mikir, kesempatan nggak datang dua kali loh." Bujuknya. "Takutnya mereka nggak cocok sama saya, Bu." Salah satu kekhawatiran Nana adalah ekspektasi yang mereka harapkan tidak sesuai dengan apa yang dimilikinya. Nana bukan wanita berpendidikan tinggi, tapi ia cukup pintar di sekolahnya dulu. Nana pun pernah merasakan bangku kuliah tapi hanya sampai S1 saja. Nana lulus dengan nilai terbaik, tapi sayangnya ia harus puas dengan gelarnya itu tanpa bisa melanjutkan kuliah ke jenjang lebih tinggi lagi. "Pasti cocok. Saya jamin." Bu Tati seolah yakin. "Saya coba dulu, kalau cocok." "Pasti cocok, Nana. Nanti sore saya antar ke sana. Gimana?" Nana hanya mengangguk samar sebagai bentuk persetujuannya. Jujur saja ia merasa sangat ragu. Menjadi guru les adalah pengalaman pertamanya, biasanya hanya mengajar si kembar saja tapi kali ini justru orang lain. Nana benar-benar tidak percaya diri. Jam kerja telah usai, Bu Tati pun sudah bersiap untuk mengantar Nana ke tempat yang dituju. Bu Tati terlihat begitu bersemangat, berbanding terbalik dengan Nana yang terlihat ragu dan semakin tidak percaya diri apalagi setelah melihat seberapa besar dan luasnya rumah calon anak didiknya nanti. Tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata bagaimana mewah dan megahnya rumah yang kini ada dibadapannya itu. "Bu, ini rumahnya?" Nana meyakinkan. "Iya. Dia sangat kaya, tapi kamu nggak perlu khawatir, mereka sangat baik." Bu Tati seolah mengerti kekhawatiran yang dirasakan Nana. "Mereka sangat ramah. Kamu nggak usah khawatir." Ucapnya lagi. Nana dan Bu Tati dipersilahkan masuk oleh salah satu petugas keamanan yang berjaga di bagian depan rumah. Setelah itu ada satu pelayan yang datang menghampiri mereka, menawarkan minuman dan makanan. "Jus buah saja." Ucap Bu Tati pada si pelayan. "Tunggu sebentar ya, mereka masih dalam perjalanan pulang. Nggak lama." Menurut informasi yang didapat Nana hasil dari mendengarkan pembicaraan Bu Tati dan seseorang dari seberang sana, mereka masih dalam perjalanan pulang dari sekolah Sakha. Anak orang kaya memang wajib diantar jemput dan tidak akan membiarkan anak mereka kepanasan karena menunggu angkutan umum. Tidak akan. Suara klakson terdengar dari arah depan pintu diiringi dengan suara pintu gerbang terbuka. Sepertinya mereka tiba. "Itu pasti mereka." Ucap Bu Tati. Nana kian merasa gugup, ia harus menunjukan kesan baik di pertemuan pertama mereka. Kalau soal penampilan Nana masih terbilang aman. Sopan dan tidak mencolok. Orang kaya tidak suka dengan penampilan mencolok calon guru anaknya, bisa-bisa Nana dikira akan menggoda anaknya, meski yang ada dalam benak Nana saat ini yaitu anak kecil berusia delapan sampai sembilan tahun. Anak kelas dua SD. Nana merapikan kemeja putih yang dikenakannya. Rapi dan bersih, tidak lupa Nana pun sempat menyemprotkan minyak wangi di tubuhnya sebelum berangkat tadi. Bisa dipastikan Nana wangi, tidak bau matahari. "Nah,, itu mereka." Bu Tati beranjak dari tempat duduknya saat si pemilik rumah sampai. Begitu juga dengan Nana. Hanya saja ia memilih tetap di tempatnya berada, tidak seperti Bu Tati yang langsung menghampiri mereka. "Aku bawa seseorang untuk Sakha." Ucap Bu Tati pada wanita yang terlihat begitu anggun dan cantik. Di usianya yang sudah tidak muda lagi, Nana yakin wanita itu sepuluh tahun lebih muda dari usia aslinya. Kekayaan memang bisa membuat wanita jauh lebih muda. "Siapa?" Suaranya merdu dan sangat lembut. "Itu. Guru Les untuk Sakha." Tunjuk Bu Tati ke arah Nana. Nana menganggukan kepalanya sebagai bentuk rasa hormat dibalas anggukan juga oleh wanita itu. "Oya? Cantik sekali? Siapa namanya?" Wanita itu terlihat antusias melihat kehadiran Nana. "Kenalan sendiri." "Halo, saya Kartika." Wanita kaya itu mengulurkan tangannya disebut hangat oleh Nana. "Nana Nadira, panggil saja Nana." "Nana, cantik sekali." Puji Kartika. Nana hanya bisa tersenyum malu. "Nana ini pintar, rajin dan tekun. Dia bekerja di minimarketku dan aku menawarkan pekerjaan tambahan padanya." Lanjut Bu Tati. "Kamu bersedia menjadi guru les anak saya? Tidak lama hanya sampai dia lulus saja. Sekitar tiga bulan. Kami butuh nilai cukup supaya Sakha bisa masuk universitas ternama." "Universitas?" Tanya Nana, terkejut. "Iya. Saat ini dia sudah kelas tiga SMA, dalam hitungan bulan dia akan lulus. Tapi," Kartika menjeda ucapannya seolah enggan menceritakan. "Tapi Sakha sedikit nakal dan sulit diatur. Tapi dia anak yang sangat baik. Kamu tidak perlu khawatir." Entah mengapa saat ini jantung Nana bergemuruh kencang. Bayangan anak kelas dua SD hilang seketika saat Kartika menyebut anaknya sudah dewasa. Bahkan lebih besar dari si kembar. "Sakha belum pulang, masih di jalan. Tunggu sebentar lagi, ya?" Nana seperti linglung, bahkan saat pertemuan itu tiba Nana tidak sedikitpun menyangka bahwa sosok yang ada dalam bayangannya jauh berbeda dengan sosok yang kini tengah menatap sinis ke arahnya. "Ini Sakha, anak bungsu saya." Kartika memperkenalkan Sakha pada Nana. Jangan harap lelaki itu menyambut baik kehadirannya dari tatapannya saja sudah jelas terlihat bahwa Sakha tidak menyukainya. "Sakha, ini Nana. Guru Les kamu yang baru." "Tumben masih kecil, biasa udah nenek-nenek." Ucapnya dengan senyum jahil yang membuat Nan bergidik ngeri. Di hadapannya ini seorang anak lelaki dewasa, anggap saja dewasa karena dia bukan lagi anak kecil yang mudah dibujuk hanya dengan sekantong permen. Dia memiliki wajah tampan, postur tubuh tinggi bahkan Nana hanya sebatas pundaknya saja. Meski begitu dia tidak berhak menyebut Nana kecil, sebab dari segi usia Nana pasti jauh lebih tua darinya. Dan cara deskripsikan bagaimana wajah Sakha, bayangkan saja aktor ternama Dylan wang. Mereka mirip satu sama lain dengan wajah antagonis yang khas.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD