Pesan Dari Papan Baliho

1114 Words
Sore begini, jalanan sudah ramai dan sesak. Raka menekan klakson mobil padahal lampu lalu-lintas belum berubah selain menunjukkan warna merah. Raka mencondongkan badan, menatap pada kendaraan di sekitar. Tahu begitu Raka membawa motor saja! Paling tidak, saat macet begini bisa nyelip sana-sini.  Lampu berubah kuning. Raka bisa menarik napas lega. Selain bunyi klakson yang bersahutan dari kendaraan lain dari belakang, Raka juga jengah mendengar ponselnya terus berdering! Iya, iya. Raka tahu ia ada meeting bersama bandnya, tapi, kan, ia sedang terjebak macet! Mobil berjalan sedikit demi sedikit. Raka tidak sabaran ingin meng-gas mobilnya saja kalau tidak ingat jalanan sungguhan ramai. Raka mengomel, menekan klakson mobil sekali lagi akibat kesal karena mobil di depannya berjalan sangat lambat. "Apa, tuh?" seru Raka memajukan bahu menatap ke sebuah baliho besar yang terpasang di sebuah jalan. "Gue kayak kenal sama orangnya." Bodoh sekali memang Raka ini. Jelas itu wajah Damar, kakaknya, kenapa masih belum sadar dan bilang wajah yang terpampang di baliho itu sangat familier? Raka memekik. Tanpa sadar ia menekan klakson sangat kuat hingga keluar bunyi nyaris dan memekakkan telinga orang-orang. Raka mulai panik. Satu per satu pengendara yang melewati mobilnya menurunkan kaca mobil kemudian memaki Raka. "Maaf, Om!" balas Raka ikut menurunkan kaca mobil miliknya. Dari baliho yang terpasang, bukan cuma ada wajahnya kakaknya saja. Tetapi juga terdapat sebuah pesan berbunyi, "Pak Jaksa ganteng, balas pesan gue dong!" Ya ampun! Siapa yang sudah memasang wajah kakaknya di baliho itu hah?! *** Damar menjadi bahan ejekkan adik-adiknya. Baru pulang ke rumah, Winona, salah satu adik kembarnya mengejek Damar dengan mengatakan, "Halo, Pak Jaksa ganteng!" Kemudian, adik kembarnya satu lagi menyahut sambil melambaikan tangan. "Pak Jaksa ganteng, tolong balas pesan aku dong!" Damar yang tidak tahu menahu cuma menaikkan sebelah alisnya bingung. Apa ini? Kenapa Winona dan Areas seperti sedang meledeknya? Tumben sekali memanggilnya dengan sebutan 'Pak Jaksa' ditambahi embel-embel ganteng di belakangnya. "EH! PAK JAKSA GANTENGKU UDAH PULANG!" seru Raka, adik Damar yang nomor dua. Damar tahu kalau Raka memang kurang waras. Hanya saja, ketidakwarasan Raka sekarang sudah melebihi kapasitas. Damar duduk di sofa. Winona pergi ke dapur mengambilkan ia air minum seperti biasa setiap kali ia pulang. Tidak lama, Winona kembali sembari membawa cangkir di tangan. "Abang kamu lagi kumat?" tanya Damar sambil menunjuk ke Raka. Ia sedang bicara dengan si bungsu Winona. "Tiap hari Abang gila, Kak," jawab cewek remaja itu. "Kenapa harus heran? Yang bikin heran itu Kakak." Raka dan Areas bergabung dengan Kakak dan adik mereka. Raka duduk di samping Damar yang tengah menyesap tehnya. Areas duduk di sofa ujung sambil cengar-cengir melihat Kakak tertuanya. "Heran kenapa sama Kakak?" Damar bertanya lagi sebelum kembali menyesap tehnya. "Kasih paham, Wino!" seru Raka sangat semangat. Damar menengok ke samping dan menatap adik tertuanya sepintas. Ia melihat Winona sibuk dengan ponsel di tangan. Damar sepertinya tidak tahu menahu soal papan baliho yang dilihat Raka tadi sore. Iya, baliho yang terpajang wajah kakaknya dan dilengkapi sebuah pesan permohonan. Raka tidak henti-hentinya tertawa bersama si kembar selepas pulang meeting tadi. Winona jelas sangat antusias. Areas yang sering kelihatan malas-malasan saja sampai bangun dari rebahan lalu ikut bergabung bersama kedua saudaranya. Yang paling antusias dan semangat adalah Winona. Cewek itu membungkam bibirnya lalu memukul-mukul bahu Raka lumayan keras. Setelahnya Winona terbahak, seolah sangat senang melihat wajah Kakak tertua mereka terpasang di papan baliho. Padahal menurut Raka, kakaknya pasti malu setengah mati kalau tahu. BYURRRR! "ANJING! MUKA GUE, KAK! KENAPA LO SEMBUR HAH?!" Barusan adalah teriakkan Raka. Damar menyemburkan air teh yang hendak ia telan namun keburu disemburkannya ke Raka. Lelaki itu mengomeli kakaknya. Ia protes kenapa Damar harus menoleh ke samping saat akan menyemburkan minumannya! Padahal di depan Damar jelas ada Winona yang lebih memudahka disembur. "Jujur sama kita, Kak. Yang pasang wajah Kakak di papan baliho ini siapa? Gebetan? Pacar? Atau orang yang terobsesi sama Kak Damar?" kejar Winona. Ia duduk mepet ke kakaknya saking tidak sabar mendengar jawaban Damar. Raka masih misuh-misuh. Ia membersihkan wajahnya menggunakan tissue, tetapi kedua telinganya dibuka lebar-lebar. Bukan cuma Winona saja yang penasaran siapa orang yang telah memasang baliho itu. "Dan kalian senang kalau ada orang yang terobsesi sama Kakak?" tanya Damar pada ketiga adiknya. "Ya... nggak sih. Serem." Winona plin-plan. Tadi ia terlihat senang. Sekarang malah berubah pikiran. "Kak Damar tahu siapa orangnya?" sahut Areas yang sejak tadi senyum-senyum. Adik-adik Damar sangat senang kalau memang benar Kakak mereka sedang dekat dengan seorang perempuan. Ya, perempuan—yang bisa dijadikan pacar. Kakaknya ini selalu sibuk, kurang memerhatikan diri sendiri. Menjelang di usianya yang keempat puluh, Damar masih saja melajang. "Gue rasa ceweknya geregetan sama lo sampai pasang baliho segala!" seru Raka lalu terkekeh. "Nggak salah sebenernya sih. Gue kadang juga suka gemes sama lo, Kak. Orang hidup kenapa lempeng banget!" Damar membiarkan ketiga adiknya tertawa sampai lelah. Kalau dilarang pun rasanya percuma. Apalagi Raka, sampai mulut kalian berbusa tidak akan ditanggapi lelaki itu. Lagi pula, siapa yang memasang baliho itu sih? Ditambah pesan norak yang dipasang bersama foto dirinya. Astaga. Damar merasa malu ketimbang terharu. Damar rasa hanya orang kurang waras yang akan melakukannya! Tunggu. Kurang waras? Damar teringat perempuan itu. Perempuan yang perkirakan berusia di awal dua puluhan bertubuh jangkung yang mengganggunya beberapa hari terakhir. "Jelasin kenapa lo selalu muncul di mimpi gue!" serunya kala itu. Waktu mereka bertemu untuk pertama kalinya. Damar tidak merasa kenal. Kalau pun ia muncul di mimpi perempuan itu, apa itu salah Damar? Bertemu saja belum pernah sebelumnya! "Kak." Ketiga adiknya kompak memanggil Damar. "Apa?" tanya Damar. "Jadi, jawaban Kak Damar apa? Beneran yang pasang baliho itu orang yang suka sama Kak Damar? Pasti Kak Damar nggak pernah balas pesan atau angkat teleponnya makanya dia nekat pasang wajah Kakak kayak gitu!" seru Winona. Damar teringat foto dari baliho yang ditunjukkan adiknya tadi. Orang yang memasang baliho tersebut mengatakan bahwa Damar tidak membalas pesannya. Damar buru-buru mengeluarkan ponsel dari saku celana lantas memeriksa isi pesan masuk. Dan, benar saja. Ada banyak pesan dari nomor tidak dikenal. "Tuh, kan!" seru Winona sambil mengintip isi ponsel kakaknya. Secara kebetulan, ponsel Damar bergetar, lalu berdering nyaring. Itu nomor yang sama yang mengiriminya banyak pesan. Damar beranjak dari sofa meninggalkan ketiga adiknya sebelum mengangkat teleponnya. "Kak! Kenapa pergi? Kita, kan, juga mau dengerin kalian ngobrol apa!" teriak Winona lalu mendapat anggukkan kedua saudaranya. Damar tidak menghiraukan teriakkan adiknya. Ia terus berjalan sambil menempelkan ponselnya ke telinga. Suara seorang perempuan menyapanya, setengah menahan tawa lalu berseru, "Harus gue pasang wajah lo di baliho dulu baru mau angkat telepon gue ya? Eh, gue cuma ngasih pesan di situ buat balas pesan doang. Tapi lo malah angkat telepon gue, padahal gue cuma iseng aja! Haha!" Benar dugaan Damar. Suara di telepon sama persis seperti suara perempuan itu. Astaga! Damar harus apa?!  To be continue---

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD