Chapter 1

1028 Words
Selamat membaca Seorang wanita tengah melambai-lambaikan tangan ke arah temannya agar menghampirinya. Wanita itu adalah Sahara Jansen. Wanita berusia dua puluh empat tahun asli Indonesia yang beruntung menerima beasiswa untuk melanjutkan kuliah S2 di salah satu Universitas terfavorit di Amerika. Sahara mengambil jurusan fotografi karena hobi memotret. Sahara berasal dari keluarga yang sederhana. Bapak dan ibunya hanyalah seorang guru SD. Tapi karena kepintarannya, Sahara berhasil mendapatkan beasiswa di luar negri. Padahal Sahara adalah tipe wanita tomboy dan tidak terlalu suka belajar. Tapi entah kenapa Sahara selalu mendapatkan nilai tertinggi saat ujian. Ya, mungkin itu adalah bakat alaminya yang jarang di miliki orang lain. Sahara menggeleng-gelengkan kepala melihat Elis yang berlari ke arahnya dengan kedua tangan yang dilentangkan untuk memeluk dirinya. Elis adalah teman kuliah Sahara yang murni berasal dari Amerika. Wanita itu juga mengambil jurusan yang sama dengan Sahara. Karena itu, tidak heran jika hubungan mereka berdua sangat dekat, meskipun banyak perbedaan di antara mereka berdua. Sahara yang melihat Elis berlari memberi isyarat untuk hati-hati karena Elis sedang mengandung besar. "Jangan berlari! Pelan-pelan!" teriaknya memperingatkan karena khawatir dengan Elis. Biarpun Elis belum menikah, tapi wanita itu sudah biasa melakukan hubungan intim. Bahkan dengan laki-laki yang berbeda. Tentu saja hal itu sudah sangat lumrah terjadi di sana. Karena Amerika adalah negara yang terkenal dengan seks bebas. Dan tidak jarang anak remaja sudah melakukan hubungan intim sejak usia mereka masih belasan tahun. Miris memang, tapi kita tidak bisa menghakimi budaya negara lain. Meskipun Elis tidak keberatan dengan kehamilannya, tapi masalahnya dia mengandung anak dari mantan pacarnya. Di mana pria itu juga masih ingin bersenang-senang dan belum memikirkan tentang sebuah pernikahan. Alhasil, Elis harus berjuang sendiri untuk mengurus anaknya. Karena mantan pacarnya tidak bersedia untuk bertanggung jawab meski tau anak yang berada di kandungan Elis adalah darah dagingnya sendiri. Karena tidak sabar bertemu dengan Sahara, Elis menyebrang jalan tanpa melihat ke kiri dan ke kanan. Sontak saja, hal itu membuat Sahara terkejut. Karena di seberang jalan sana ada mobil yang melaju sangat cepat. "Elis! Awas!!" teriak Sahara kencang dan berlari untuk menyelamatkan Elis. Sahara mendorong Elis kencang agar tidak tertabrak. Elis terjatuh bersama dengan dirinya, tetapi Elis tidak sadarkan diri karena tubuhnya terbentur trotoar jalan sangat keras. Wajah Sahara seketika berubah pucat pasi, tubuhnya terasa lemas, dan tangannya gemetaran. Ia semakin panik saat melihat darah mengucur deras di kaki Elis. "Tolong! Tolong panggilkan ambulan!" teriaknya histeris. Semua orang langsung berkumpul mengerumuni Sahara dan Elis yang kini tergeletak dengan darah yang melumuri sekujur tubuhnya. Salah satu dari mereka segera menghubungi ambulan. "Aku mohon, bertahanlah," lirih Sahara dengan suara serak. Tangannya gemetaran saat melihat darah yang keluar semakin banyak dari tubuh Elis. Tidak menunggu lama, mobil ambulan sudah tiba. Petugas bergegas memindahkan Elis ke dalam ambulan agar tidak terlambat menyelamatkan nyawa Elis. Setelah tiba di rumah sakit. Elis segera ditangani oleh dokter. Sedangkan Sahara menunggu di luar dengan baju yang sudah berlumuran darah sembari mondar-mandir tidak jelas karena merasa was-was. Ia takut jika terjadi sesuatu yang buruk dengan temannya itu. Sahara sudah memberitahu dosennya untuk menghubungi keluarga Elis karena ia tidak mempunyai kontak keluarga Elis. Ia hanya tau jika kedua orang tua Elis sudah meninggal dan dia hanya tinggal bersama dengan kakak laki-lakinya yang seorang CEO terkenal. Tapi Sahara tidak pernah bertemu dengan pria itu. Ia hanya pernah melihat fotonya sekali saat Elis memperlihatkannya. Tiba-tiba saja ada seorang laki-laki berjas hitam dan bertubuh tegap dengan rahang yang tegas berlari menghampiri Sahara dengan raut wajah yang terlihat murka. Dia menatap Sahara tajam. "Apa yang sudah kau lakukan pada adikku, hah?!" tuduhnya dengan nada suara tinggi. Sahara yang tidak terima dituduh, membantahnya dengan nada suara yang lebih tinggi. "Aku tidak melakukan apa-apa!" Saat Brandon ingin membentak Sahara, pintu ruangan Elis tiba-tiba terbuka. Brandon menghampiri dokter itu. "Bagaimana keadaan adikku?" tukasnya tidak sabar. Dokter itu menghela napas panjang. "Kami sudah berusaha semaksimal mungkin, tapi—" "Tapi apa?!" bentak Brandon. Dokter itu memasang raut wajah prihatin. "Maaf, kami tidak bisa menyelamatkan bayinya. Karena pasien mengalami pendarahan yang cukup serius akibat benturan yang terlalu keras. Sekarang pasien dalam keadaan koma dan belum sadarkan diri," tuturnya hati-hati. Sontak Brandon memukul tembok rumah sakit keras sampai jari-jarinya berdarah. "Arrggghhhh!" pekiknya kasar. Brandon mengusap wajahnya frustasi. Ia tidak ingin kehilangan keluarga satu-satunya yang ia punya. Ia hanya mempunyai Elis, adik yang paling ia sayangi. Dan bagaimana jika akhirnya Elis juga akan meninggalkannya? Dokter itu merasa prihatin saat melihat Brandon yang sangat terpukul. "Saya turut berduka," ucap dokter itu pelan dan pamit pergi. Brandon menatap Sahara dengan tatapan membunuh. "Kau ikut denganku!" tukasnya dingin sembari menyeret tangan Sahara kasar. "Hey! Lepas!" pekik Sahara tidak suka. "Kau juga harus merasakan apa yang adikku rasakan," desisnya tajam dan penuh penekanan. "Akkhh!" Brandon refleks melepas tangan Sahara saat kakinya tiba-tiba ditendang. Karena tidak ingin menyianyiakan kesempatan, Sahara bergegas berlari sekencang mungkin meninggalkan Brandon yang terlihat begitu kesakitan karena tendangannya. "Sialan!" umpatnya sembari memegang kakinya yang kesakitan. "Victor!!" panggilnya kepada seorang bodyguard setianya sekaligus orang yang menjadi tangan kanan yang sangat ia percaya. Victor yang mendengar namanya dipanggil bergegas berlari menghampiri Brandon. "Tangkap dia!" titah Brandon tegas sembari menunjuk ke arah Sahara yang sudah semakin menjauh darinya. "Baik, Tuan." Victor berlari secepat kilat untuk mengejar Sahara. Meskipun jarak di antara ia dan Sahara cukup jauh, tapi tidak sulit baginya untuk menyusul Sahara. Karena kekuatan fisik pria jauh lebih unggul jika dibandingkan dengan kekuatan fisik wanita. Victor semakin mendekatinya dan akhirnya berhasil menangkap tangan Sahara. Namun, perutnya tiba-tiba ditendang keras oleh Sahara dan matanya disemprot dengan parfum. "Aaaaaa!!" teriaknya kesakitan sembari memegang kedua matanya yang terasa perih dan panas. Sahara tersenyum miring. "Mau main-main sama gue, gue tempeleng juga lu," celutuk Sahara memakai bahasa Indonesia. Sedangkan Victor tidak mengerti apa yang dikatakan Sahara. Victor menyiram wajahnya dengan air mineral yang ada di kantong celananya untuk menghilangkan rasa pedih di matanya. Tetapi saat matanya sudah mulai bisa melihat. Ternyata Sahara sudah menghilang entah kemana. "Dimana dia?" tukas Brandon yang tiba-tiba muncul dari belakang Victor "Maaf, Tuan. Sebenarnya saya sudah berhasil menangkapnya, tapi mata saya disemprot parfum. Jadi saya tidak bisa melihat apa-apa, tiba-tiba wanita itu sudah menghilang begitu saja," jelas Victor. Brandon menggertakkan giginya. "Kurang ajar!!" umpat Brandon emosi. "Cari tau semua tentang dia!!" titahnya tegas. TBC.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD