Fabian mengembuskan napas panjang saat menatap langit sore di London yang mulai berubah kelabu. Hiruk-pikuk kota yang biasanya terasa menggairahkan kini seperti samar di telinganya, tertelan oleh pikirannya yang dipenuhi berbagai rencana dan kekhawatiran. Setelah bertahun-tahun berkutat dengan studi dan pekerjaan sampingan, akhirnya ia berhasil menyelesaikan gelar S2-nya. Gelar yang bukan di bidang kedokteran seperti yang diinginkan ayahnya, melainkan sesuatu yang benar-benar ia pilih sendiri—sesuatu yang ia cintai. Namun, kebebasan akademik yang ia perjuangkan selama ini tidak serta-merta menghapus bayang-bayang ketegangan yang telah lama menghantui hubungan dengan ayahnya. Sejak pertama kali ia jujur pada ayahnya, komunikasi mereka berubah dingin. Sang ayah, seorang profesor yang disega

