Bellova berdiri di depan pintu ujian paket C, merasa cemas meskipun usahanya sudah maksimal. Di sampingnya, beberapa pengasuh pesantren yang selalu mendukungnya ikut mengantar, memberi semangat meskipun mereka tahu Bellova lebih banyak berbicara dengan diam daripada kata-kata. Mereka tahu perjuangannya jauh lebih besar dari sekadar ujian ini. Bellova bukan hanya berjuang untuk kelulusan, tapi untuk dirinya sendiri—untuk mengatasi ketakutan dan masa lalu yang selalu membelenggunya. Di kejauhan, di luar gedung ujian, Ali Fikri berdiri dengan hati yang penuh rasa ingin tahu, matanya mengikuti setiap langkah Bellova. Meskipun ia tak tahu apa yang ada dalam hati perempuan itu, ia merasakan ketegangan di udara, seolah Bellova sedang melangkah menuju sesuatu yang jauh lebih besar dari sekadar uj

