Prolog

531 Words
Semua manusia pasti memiliki mimpi dan tidak sedikit yang tidak mengabaikan mimpi yang mereka bangun sedari kecil. Untuk mendapatkan mimpi itu, ada yang mendapatkan mimpinya dengan begitu mudah… “Kamu sudah mendapat gelar profesormu, lantas apa yang kamu cari sekarang?” Helaan napas itu terdengar berat sekali. “Kamu bahkan sudah menjadi seorang dosen.” “Mamamu benar, tidakkah kamu harus sedikit lebih santai pada hidupmu? Bebaskan otakmu itu dari semua pelajaran itu. Aku tidak ingin melihat anakku mati lebih dulu dibandingkan diriku, Calixto.” “Lantas apa yang kalian inginkan?” tanya Calixto saat itu juga. Sebuah senyum simpul terukir di bibir wanita paruh baya itu. “Kami tentu saja ingin kamu menikah.” “Itu tentu saja tidak akan berlangsung secepat yang kalian kira. Aku tidak dekat dengan siapa-siapa sekarang.” Hana dan Charles saling memandangi dan ingin tertawa. Memangnya sejak kapan mereka melihat anak mereka satu-satunya dekat dengan seorang perempuan kecuali rekan sesama kutu bukunya? Tidak pernah. “Mama akan mengenalkanmu dengan anak-anak teman Mama. Salah satu dari mereka pasti bisa menjadi istri yang sempurna untukmu.” Calixto yang mendengar itu sejenak memandangi kedua orangtuanya dengan pandangan menilai. Raut penuh harap itu membuat Calixto mengangguk. “Kalian atur saja, aku akan mengikuti apa yang kalian inginkan.” Ada juga yang harus berusaha keras untuk mewujudkan mimpinya… “Apa kamu tidak mau sekolah di dalam negeri aja? Mama tidak mau melihatmu kesusahan di negeri orang.” Pelukan itu semakin erat. Dia tidak rela kehilangan apa yang sudah dia besarkan dengan penuh kasih sayang ini. “Mama, aku enggak apa-apa. Aku bisa kok mandiri di negeri orang. Di sana aku juga tinggal di asrama, jadi Mama enggak usah khawatir.” Mimpi bisa bersekolah di luar negeri dengan biaya full beasiswa tentu tidak akan dilewatkan Kayra begitu saja. Saat kesempatan itu dia dapatkan, larangan mamanya pun dia tak pedulikan. Dia yakin jika kepergiannya ke Ohio bisa mengubah kehidupannya. “Padahal kamu bisa keterima di universitas favorit di sini.” “Mama… jangan gini ah... Mama tuh harusnya bangga punya anak dapet beasiswa full ke luar negeri. Mama bisa pamer tuh ke tetangga.” “Luar negeri itu bahaya Kayra, apalagi itu Amerika. Mama takut kamu terlibat pergaulan bebas di sana.” Ini tentu saja menjadi ketakutan semua ibu jika anaknya pergi ke tempat asing dan terpengaruh hal-hal buruk di sana. Kayra yang paham betul ketakutan mamanya segera berucap, “Ma, aku enggak akan seperti orang-orang yang nggak tahu batasan. Mama tenang aja ya? Ikhlasin aku pergi belajar biar ilmunya berkah.” “Kayra… Mama benar-benar sayang kamu dan Mama harap kamu benar-benar sukses.” “Mama tenang aja, Kayra pasti sukses dan bisa banggain Mama sama Papa.” Tidak ada yang akan pernah tahu bagaimana keadaan memaksa mereka melakukan sesuatu yang tidak mereka sangka akan mereka lakukan. Hidup yang semula mereka pikirkan hanya tentang diri mereka perlahan berubah karena kedatangan orang-orang baru di hidup mereka. Mereka yang hidup dari apa yang sudah mereka rencanakan jauh-jauh hari itu juga tidak tahu bagaimana takdir bisa membuat mereka saling terikat satu sama lain, yang kemudian menambah perubahan di dalam hidup mereka. Takdir mempertemukan mereka di dalam guilty pleasure. Kesenangan yang malah membuat mereka menyesal.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD