2. 10 tahun kemudian

2004 Words
“LUPIIIIIN!” Gita memanggil nama itu dari balkon kamarnya. Cewek itu masih sama seperti dulu, rambut ikal pendek dan alis mata yang tebal. Tapi, serasi dengan mata bulat yang cantik. Ada lesung pipi mengapit pipinya yang sedikit chubby. Tinggi 162 Cm. Kriekk. Pintu kamar balkon sebelah terbuka. Sepasang kaki putih mulus muncul. Lupin Kannia. Cewek itu tumbuh jadi gadis remaja yang cantik. Nyaris perfect. Matanya yang dihiasi bulu mata lentik memicing sebal. “Ngapain sih, Git? Pagi-pagi udah gangguin gue tidur aja!” katanya sebal. Gita mengendus-ngendus. Ada cairan putih keluar dari hidungnya yang mancung. “Pin, burung gue si Beon lagi sekarat! Plis, selamatin dia! Plis!” katanya heboh. Lupin menatap sebal. “Gue itu biasanya ngobatin orang sakit, bukan hewan Gita! Gue bukan dokter hewan GI-TA!” “LUPIIIIIIIIIIIN! TOLOOONGIN BEOOOOON GUEEEE!” pekik Gita seperti orang kesurupan. ….. Lupin akhirnya mengiyakan apa kata Gita. Dia tau banget Gita cinta mati sama burung beo yang udah dipeliharanya selama lima tahun terakhir ini. Mungkin kalo Lupin kasih suntik mati tuh burung, nggak berapa lama setelah itu, Gita pasti gantung diri. “Udah.” Kata Lupin setelah melepas stetoskop dari kupingnya. “Gimana keadaannya? Dia kenapa sih? Tau gak lo, akhir-akhir ini dia suka melamun gitu. Takut gue…” kata Gita panik. Lupin menatap sebal. Terlalu malas untuk menjawab. “Dia kena maag.” Kata Lupin asal-asalan. “Hah? Serius lo?” “Gue nggak tau loh Gitaaa. Gue bukan dokter hewaaan! Tanya tuh Danola, diakan dokter hewan!” “Dari tadi gue udah manggilin dia tapi apa? Dia lebih milih main basket dari pada nolongin gue huhuhu.” Katanya sambil nunjuk-nunjuk ke satu arah. Lupin mengalihkan pandangannya ke arah itu. Disana, tepat dihalaman rumah sebelah, seorang anak cowok bertubuh tegap berisi, tinggi dan putih asik mendrible bola basketnya. Sinar matahari yang meneranginya membuat keringatnya seperti butiran berlian yang jatuh. Danola Alvaro. Cowok setengah bule itu terlihat manis dengan bola mata cokelat. Bibir tipis yang merah. Juga lengan yang berotot keren maksimal. Bikin warga yang melintas di depan pagar rumahnya nggak berhenti mangap mengagumi ketampanannya. “WAAAAAH…KAK DANOLA SEKSI BANGET!!!” teriakan itu keluar dari mulut gadis cantik yang berdiri di balik pagar. Alodia Marsha. Cewek cina itu mengedip lucu saat Danola melihat ke arahnya. “Kamu ngapain? Nggak sekolah?” tanya Danola sambil mengelap keringat dengan punggung tangannya. Alodia menelan ludah kering. Grrrr…haiyaah…seksi sekaliii huuhuhuu. “Ng…sekolah kok, Kak! Oh, iya…kucing Alodia sakit lagi loh. Nggak tau kenapa? Obatin lagi dong kak, obatiiin.” Katanya manja. Danola tersenyum kecil. “Ya, nanti ya kalo Alodia udah pulang sekolah.” “Oke, oke, oke.” Jawab Alodia sumringah. “Kok masih disana?” tanya Danola ke cewek itu. “Kepala Alodia nyangkut kak, toloongiiin!” pekiknya berusaha menarik kepalanya yang tersangkut di besi pagar. Danola menggeleng pelan lalu mendekati cewek itu. “Makanya hati-hati.” Kata Danola setelah membantu cewek itu menarik kepalanya dari pagar. “Sekarang Alodia udah kelas 1 SMA loh!” Katanya sambil merapikan kepangan rambutnya. “Iyaaaa, kamu udah besar sekarang ya?” kata Danola masih dengan senyum manis. “Iyaaaa, itu artinya, Alodia udah boleh pacaran loh!” Katanya lagi sambil mengedip genit. Danola terkekeh lalu kembali ke halaman. “KAK DANOLA!” panggil Alodia sebal. Danola menoleh masih dengan senyuman manisnya. “AKU YANG NUNGGU KAKAK, ATAU KAKAK YANG NUNGGU AKU?” teriaknya. “Kakak yang nunggu kamu.” Balas Danola sambil mengangkat jari-jarinya. “5 tahun lagi gimana?” “Huhhhhh, nggak tau deh! Udah ah, Alodia pergi!” teriak Alodia sambil melangkah lebar. 5 TAHUN? 5 TAHUN? AKUKAN UDAH BESAR. AKU UDAH BOLEH PACARAN. 5 TAHUN LAGI? HUUFFFTH BUKHH! “Aduh!” Danola meringis saat bola basket menyambar kepalanya. “Rasain lo!” Kata Lupin sambil tertawa kecil lalu duduk bersila di bawah ring basket. “Apaan sih lo, badut? Sakit tau!” Kata Danola sebal lalu ikut duduk di sebelah Lupin. “Badut, badut! Jangan panggil gue kayak gitu terus!” “Hahaha, eh tumben lo udah bangun jam segini? Kenapa?” “Itu tuh si Gita! Gue disuruh ngobatin burungnya. Katanya tadi dia udah manggilin lo tapi dicuekin.” “Hehehe, iya ya? Bilangin sori deh, keasikan.” “Kebiasaan!” kata Gita yang nongol dengan celana pendeknya. Juga kaos putih oblong. Tapi tetap kelihatan manis. “Hahaha, sori, Git. Lo kan tau gue cinta banget sama basket. Sama kayak lo cinta mati ama si Beon.” “Iya deh iya. Eh, ngomong-ngomong si cebol ngapain kesini? Godain lo lagi ye? Ciyee ciyeee wkwkkwkw.” “Haha, nggak tau tuh anak. Dari dulu kerjaannya kayak gitu mulu…” “Wkwkwkkw, jadi keingat masa lalu. Dulu ya, udah lama banget sih ya, ada cewek yang naksir sama cowok tapi sayang cowoknya pergi nggak pulang-pulang. Kelakuannya kayak gitu tuh, setiap detik kepo wuhahaha.” Lupin mengernyit curiga. “Lo nyindir gue, Git?” tanyanya baru ngeh. “WKkwkwkw, ciyeeh ngerasa nih wkwkwkw.” “Gilak. Gue jijik ngebayanginnya, Git.” Kata Lupin sambil menerawang langit yang cerah. “Kwkwkwk, jijik apa kangeeeen? Ciye ciyee ciyeeee!” Goda Gita nggak pake hati. “Apa sih?” Tanya Lupin rada kesal. Dia nggak suka masa lalunya diungkit-ungkit. Sama aja ngebuka luka lama. “Kangen siapa ya? Siapa Dan, gue lupa deh namanya?” kata Gita menahan tawanya. Danola mengernyit bingung. Detik kemudian dia menjentikkan jarinya tanda paham. “Oh, gue tau.” “Udah ah gue pulang!” kata Lupin sebal sambil melangkah lebar-lebar menuju rumahnya. “Hikikiki, ketahuan tuh kalo dia beneren kangen.” Kata Gita ngakak lebar. …........ Gita menutup mulutnya sambil melirik Danola yang tampak bengong. Pandangannya lurus melihat bola basket yang juga diam di hadapannya. Gita tersenyum tipis. “10 tahun, nggak terasa ya, kita semua udah besar.” Kata-kata Gita membuat Danola tersentak. Mata sipitnya membesar. “10 tahun juga, banyak rahasia yang tersimpan.” Kata Gita lalu mengambil posisi tegak. Dia meregangkan otot-ototnya dengan cara meluruskan kedua tangannya ke atas. “Hah?” Danola tampak bingung. “Wkwkwk, nggak ada. Gue juga pulang deh, bye!” kata Gita lalu berlari kecil menuju rumahnya. “Kita semua punya rahasia Danola…kita orang-orang munafik.” LUPIN POV Gue bersandar di pinggir jendela kamar sambil melihat kupu-kupu didalam botol kaca milik Danola. Baru aja gue mau mengambil botol kaca  yang ada ditepian jendela, Danola muncul dengan rambut pirang basahnya. Ufh, dia keren juga. “Ngapain lo?” tanyanya bingung. “Hemm, mau liat itu bentar. Kemaren kan masih kepompong. Cepat juga gedenya.” “Haha, sama kayak lo. Udah gede aja.” “Yaiyalah, masa mau jadi bayi mulu!” Kata gue sewot lalu mengambil botol itu tanpa perlu izin pemiliknya. Lagi pula, sejak kapan Danola menolak apapun mau gue? Mueehehe :> “Pin?” panggilnya seperti biasa. Lembut. “Apa?” tanya gue mendongak melihat ke arahnya. “Bulu hidung lo keluar.” Jawabnya lalu ngakak lebar-lebar. Sialan! Masa iya sih? Gue merengut sebal lalu pura-pura mengusap hidung. Ah, ternyata emang ada huwaaa. “Wuahahaha!” “Diamlah Danola, gue jatuhin niiih!” ancam gue pura-pura bersiap menjatuhkan botol kaca ditangan gue. “Eh, eh, eh jangan dong. Itu binatang yang ngingetin gue sama lo, badut.” Kata-kata Danola bikin gue tertegun. “Huh?” “Udah sini.” Danola menarik paksa botol berisi kupu-kupu cantik itu dari tangan gue. Tega nya T.T ….. Hening. Rintik-rintik hujan mulai turun. Kalo udah menjelang sore gini, kalo nggak mendung, hujan. Gue melirik Danola yang udah keren Cuma dengan balutan kaos hitam. Rambut pirang cokelatnya masih basah dan sisa airnya juga masih jatuh-jatuh ke pipinya. “Pin…?” “Hem?” “Besok Dilo pulang loh…” UHUK. BRAK. PLETAK Ucapan Danola bikin gue mangap kaget. WHAT??? DILO MAU PULANG??? “HAH?” “Besok Dilo pulang katanya…” “HAAAAAAA? DILO MAU PULANG?” pekik gue nggak percaya. “Iya, besok gue mau jemput dia ke bandara. Nggak terasa ya? Udah 10 tahun aja.” Kata Danola tersenyum manis. …… Dilo mau pulang? Cowok itu mau pulang kesini? Cowok yang dulu selalu bikin gue malu, bikin gue nangis, itu mau pulang? Haaaaaaaaa??? Cowok yang dulu gue taksir tapi nolak gue dengan cara memalukan itu mau pulang? MADIELO ISKAND MAU PUUULAAAAAAAANG? “Pin, kok malah bengong sih?” Danola menarik hidung gue gemas. “Eh, ngapain sih dia pulang kesini? Kayaknya baru kemaren deh dia pergi. Cepat amat pulangnya?” “Cepat? Hahaha, ini udah sepuluh tahun tau. Kenapa sih lo? Kok salah tingkah gini?” “Ap-apa? Salah tingkah? Gue? Enak aja…!” “Terus kenapa aneh gini sih? Penasaran ya liat mukanya gimana sekarang. Makin ganteng loh dia. Mau liat fotonya nggak? Gue ada nih ngambil dari Instagramnya dia!” Danola menghilang beberapa detik lalu kembali dengan membawa selembar foto. “Nggak ah, ngapain juga liatin foto dia!” tolak gue galak. “Hahaha, kok jadi jutek gini sih? Mau lihat nggak? Biar nggak penasaran lagi. Selama ini pasti pengen liat gimana mukanya kaaaan? Hahaha!” “Nggak! Nggak penting!” tolak gue tegas. Ngapain juga sih liatin foto dia?Tapi… “Yaudah yaudah, gue taruh disini yaaa, kalo mau liat, liat aja.” Kata Danola lalu pergi setelah meletakkan selembar foto itu di tepian jendela. 1 Menit berlalu… Gue nggak mau liat! Penting gitu? 1 Menit 30 detik berlalu… “Danola ambil nih nggak butuh ah!” teriak gue. 2 Menit…. Liat nggak ya? 3 Menit…. Pasti dia makin ganteng deh. Plak. 4 Menit…. “Danola gue nggak mau liat, ambil niiihh!” teriak gue lagi. Kemana sih tuh anak, dari tadi gue dikacangin. 5 Menit… Emang kenapa kalo gue liat? Apa sih yang bikin gue nggak mau? Tanpa ragu-ragu gue menarik foto itu lalu menatapnya lebar-lebar. “Loh, kok foto monyet???” teriak gue sebal. “Wkwkwkwkw, ciyeeee penasaran jugaa yaaa? Kkwkwkw!” Danola nongol sambil ngakak lebar. Kampret! Ketipu! “Danola mmmmonyet!” kata gue sebal lalu menutup tirai jendela. “Pin, besok dia beneran pulang loh. Masih ingatkan sama janji lo sepuluh tahun yang lalu? Kalo dia pulang nanti, lo akan buat dia jatuh cinta dan bertekuk lutut dihadapan lo.” Kata Danola disertai suara gerimis. …. Gue diam di balik tirai. “Lo pasti berhasil kok.” Kata Danola. Hening. Gue dengar suara jendela tertutup. Perlahan gue kembali menyibak tirai jendela dan menatap jendela kamar itu. Ingatan gue kembali ke masa lalu, sepuluh tahun yang lalu, di tempat ini… “Aku…benci sama kamu. Lihat aja, sepuluh tahun lagi, kamu akan bertekuk lutut di hadapanku. Kamu akan jatuh cinta sama aku. Dan kalo waktu itu tiba, aku pastikan aku nggak mau terima kamu jadi pacarku!” “Oh, sepuluh tahun lagi kamu akan jadi cewek paling jelek sedunia. Gigi kamu makin boneng, dan kamu pasti akan tambah hitam dan gendut. Gimana bisa aku jatuh cinta sama cewek kayak gitu?” “Lihat aja, kalo aku udah besar nanti. Kamu akan tergila-gila sama aku!” AAAAAAAAAAAAAA!!! Gue kabur menuju cermin dan melihat bayangan yang terpantul disana. Gue udah nggak kayak dulu lagi. Gue udah cantik? Gue udah cantik kok. Iya, gue udah cantik. Banyak yang bilang gue cantik sekarang. Mama, Papa, Gita, Danola, satu RT bilang gue sekarang cantik. Tapi, apa gue cantik dimata Dilo? Selama sepuluh tahun ini gue belajar untuk tampil lebih baik. Belajar jadi cewek yang menarik, bersih dan rapi. Selama ini, gue banyak memperbaiki sisi jelek dari diri gue. Gita bilang gue berhasil, gue udah cantik sekarang. Gue bukan itik buruk rupa lagi. Tapi, apa gue cantik dimata Dilo? Dan, mungkinkah gue bisa bikin dia bertekuk lutut dihadapan gue? Selama sepuluh tahun ini…gue memang menunggunya. Tapi, kenapa rasanya cepat banget? Aaaaaaaa…gue belum siap! Gue belum siap untuk bertatap muka dengan dia. Tapi, dia harus liat gimana gue sekarang! Dia harus menyesal atas perbuatannya dulu ke gue! Harus!!!                                                      
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD