BAB 1 : Penguasa yang Jatuh

2779 Words
Pada pertengahan tahun, cuaca di Negara Milana mengalami kenaikkan suhu drastis, permukaan tanah di jalan – jalan tampak retak akibat kekurangan air. Ketika kereta kuda melaju cepat di atas jalanan kering, debu – debu halus akan berterbangan dan menempel di baju para pejalan kaki. Empat prajurit yang berjalan di samping kereta kuda tanpa henti mengusap peluh yang membanjiri pakaian mereka, diam – diam keempatnya merutuki seorang wanita di dalam kereta kuda yang bisa dengan santai duduk tenang seraya mengipasi wajahnya yang kepanasan. Wanita itu adalah Rhaella Rhoxolany, seorang mantan putri mahkota yang kini ingin memaksakan diri untuk menghadiri rapat istana, meski sesungguhnya kehadirannya tidak begitu penting. Rhaella mengipasi wajahnya menggunakan tangan kanan, sedangkan tangan lainnya sibuk menyibakkan lembaran buku. Tatkala seorang pelayan mengintip ke dalam kereta, ia mendapati judul di sampul buku tersebut bertuliskan ‘Rahasia Tentang Kejantanan Pria : Beserta Macam - Macam Ukurannya’. Demi Dewa Neraka! Bagaimana bisa ada wanita memiliki pikiran sekotor ini! Ternyata rumor miring yang beredar tentang Yang Mulia Putri Mahkota memang benar! Setelah melepaskan jabatannya sebagai panglima perang dan hidup sebagai wanita pesakitan. Para pelayan selalu melihat Rhaella pergi ke kedai minuman keras hingga menjelang fajar, tidak memperdulikan tatapan orang – orang yang merasa heran dengan kehadiran seorang pejabat istana di kedai minuman kecil. Selain menenggak minuman keras, Rhaella Rhoxolany juga mengangkat dua pria sebagai selirnya. Kedua selir prianya itu mempunyai wajah yang rupawan serta bertubuh kekar, Rhaella biasanya akan mengunjungi kediaman mereka di beberapa malam atau bahkan mengundang keduanya ke kamar Rhaella tanpa memperbolehkan ada satu pelayan pun berdiri di dekat ruangannya. Tidak apa bila Rhaella ingin tidur bersama selirnya setiap malam, tapi pelayan selalu bertanya – tanya, kenapa Rhaella sering meminta dua selirnya melayani dia sekaligus di malam – malam tertentu! Dia hanyalah seorang wanita pesakitan, terkena angin dingin saja sudah demam hingga satu minggu penuh. Namun, bisa – bisanya kuat meladeni dua orang pria bertubuh kekar! Mantan panglima perang memang tidak bisa diremehkan. Pikir pelayan itu. Merasa ada seseorang yang memperhatikannya, Rhaella segera menoleh ke arah pelayan di luar, menatap pelayan itu dengan pandangan tajam sehingga membuat pelayan itu bergidik ngeri dan langsung memalingkan pandangannya dari Rhaella. Rhaella kemudian mengetuk kereta beberapa kali dan berkata pada kusir, “Percepat keretanya, hari semakin panas.” Intonasi suaranya sama sekali tidak terdengar ramah, membuat kusir merasa takut kepalanya akan segera dipenggal apabila dia tidak mempercepat laju kudanya. Temperamen dari mantan panglima itu tidak pernah bisa ditebak, terkadang ia akan bermurah hati kepada para pelayan, tapi kadang juga bisa bertingkah sekeji iblis dari neraka. Daripada menduga – duga, lebih baik para pelayannya tidak membantah ucapan Rhaella dan tidak membuatnya tersinggung. Roda kereta berputar semakin cepat tatkala kusir mencabuk punggung kuda, meninggalkan bekas roda samar di atas tanah yang kering. Karena ingin menikmati semilir angin, Rhaella sengaja tidak menutup jendela kereta, membuat para penduduk Milana mampu melihat wajah Rhaella Rhoxolany dengan jelas. Di bawah teriknya matahari siang, sosok Rhaella tampak begitu bersinar dan menyilaukan mata. Walaupun tubuhnya sudah seringkih batang kayu yang mudah patah, pesona dari seorang Putri Mahkota masih melekat erat di dirinya. Kulitnya tampak secerah mutiara yang tidak mempunyai noda sedikit pun. Ketika Rhaella menundukkan wajahnya untuk membaca buku, bulu matanya yang panjang dan lentik akan turun, menghiasi mata persiknya yang indah. Bibirnya semerah ranum apel yang baru matang, terlihat sangat menggoda sekaligus memabukan bagi kaum pria. Rambutnya yang kecoklatan dihiasi oleh sebuah jepit rambut berbentuk daun yang terbuat dari emas. Di sudut mata kanannya, terdapat sebuah tahi lalat kecil yang mampu menambah kecantikan wajahnya. Kecantikan yang dimiliki oleh Rhaella, mungkin mampu menandingi kecantikan para dewi di dunia langit. Sayangnya, meski Rhaella mempunyai kecantikan yang memabukkan, wanita itu masih belum menikah hingga usianya mencapai 28 tahun. Alasannya sederhana, karena semua pria terlalu takut untuk menatap matanya walau hanya lima menit. Tak lama kemudian, kereta yang Rhaella tumpangi akhirnya sampai di Istana Milana. Kebetulan ia datang bersamaan dengan para pejabat istana lain yang menumpangi kereta – kereta kuda mewah yang tampak berkilauan di bawah terik matahari. Pakaian yang mereka kenakan pun tampak begitu mewah, semuanya serba dilapisi oleh emas dan perak yang bernilai tinggi. Begitu para pejabat istana melihat kedatangan Rhaella, mereka segera menyunggingkan senyuman ramah yang tampak palsu di mata Rhaella. “Yang Mulia, tidak biasanya Anda menghadiri rapat istana,” kata Duke Avery Noban. Di sebelah Duke Avery, Earl Harry Farrand turut menimpali. “Kami tidak bermaksud menyinggung, tapi tubuh Anda sedang tidak sehat, tidakkah lebih baik apabila Yang Mulia beristirahat saja di rumah dan menyerahkan tugas Negara kepada para pejabat istana lainnya?” Rhaella melipat kipasnya, kemudian membalas, “Aku dengar akan ada pertunjukkan yang menyenangkan di istana, karena itu aku memutuskan untuk datang hari ini.” Duke Avery tertawa sampai deretan gigi putihnya terlihat. “Yang Mulia memang pandai mendapatkan informasi! Benar, hari ini Paduka Kaisar akan mengadakan suatu pertunjukkan besar, ada yang bilang ini ada kaitannya dengan tahanan dari Alcander.” “Mungkin ada prajurit Alcander yang membocorkan informasi mengenai Negara tersebut. Siapa yang tahu?! Apapun itu, sebaiknya pertunjukkan hari ini bisa memuaskan hati kita semua.” Rhaella tersenyum kecil, “Benar, apapun itu, Paduka Kaisar pasti telah menyiapkan sesuatu yang besar hari ini.” Tidak mau membuang waktu untuk berbicara dengan dua pejabat istana yang terus menyindirnya itu. Rhaella akhirnya melangkahkan kaki memasuki istana, kemudian dia dan para pejabat istana yang baru datang memasuki aula utama, menunggu Kaisar Milana untuk menghadiri aula dan memulai rapat. Pada pinggir aula, sudah diletakkan meja-meja kecil bertahtakan peralatan minum teh hangat serta camilan kue kering. Tempat itu diperuntukkan kepada para pejabat istana, semakin tinggi jabatan mereka maka semakin dekat pula tempat duduknya dengan singgasana Kaisar. Meski Rhaella sudah tidak lagi mempunyai jabatan tinggi di istana, setidaknya dia tetaplah seorang Keturunan Kerajaan Milana, sehingga tempat duduk Rhaella masih berada paling dekat dengan singgasana Kaisar. Ia lantas berjalan ke meja kecil yang ada di sebelah kiri singgasana. Seorang pelayan istana dengan sigap segera menuangkan teko teh ke dalam cawan di hadapan Rhaella. Sekilas, Rhaella bisa melihat jemari pelayan itu bergetar saat ia berhadapan dengan Rhaella, seolah tak bisa menahan takut. Karena terlalu gemetar, pelayan itu tanpa sengaja menumpahkan sedikit tetes teh ke permukaan meja, membuatnya langsung berlutut di atas lantai dan memohon ampunan. “Maafkan hamba, Yang Mulia. Hamba tidak sengaja menumpahkan setetes teh ke meja Yang Mulia.” Rhaella menghela napas, sudah terlalu biasa berhadapan dengan orang – orang yang menganggapnya memiliki hati yang keji. Dia tidak bisa protes, karena memang wajahnya yang dingin sering menimbulkan kesalah pahaman. Wanita itu akhirnya berkata dengan malas, “Tidak apa, bersihkan saja nodanya dan cepat pergi.” Takut Rhaella akan berubah pikiran dan menghukumnya, pelayan itu buru – buru membersihkan noda yang ada di atas meja, kemudian pergi meninggalkan Rhaella dengan hati yang dipenuhi ketakutan. Setelah pelayan itu pergi jauh, Rhaella segera menuangkan kembali teh dari dalam cawan ke dalam teko, merasa enggan untuk meminum teh itu lagi usai melihat peristiwa tadi. DONG! Suara gong dibunyikan dengan nyaring, menjadi tanda bahwa Kaisar Milana akan segera datang. Puluhan pasang mata lantas tertuju pada pintu utama aula. Di ambang pintu, Rhaella mampu melihat sosok saudara kaisarnya, Yeva Rhoxolany tengah berjalan masuk ke dalam aula istana. Di belakang Yeva, Pangeran Kedua Erik Rhoxolany turut mengikuti langkah sang kaisar. “Yang Mulia Kaisar telah datang! Harap para hadirin memberikan hormat!” seru seorang prajurit yang membunyikkan gong. Rhaella segera berdiri, begitu pun dengan para pejabat istana yang lain. Mereka semua kemudian membungkukkan punggung sebagai bentuk penghormatan kepada kaisar. “Hormat kami kepada Yang Mulia Kaisar, semoga Yang Mulia memberkati Milana dan kami.” Yeva Rhoxolany tersenyum kecil, ia mengibaskan tangannya sebagai tanda bahwa penghormatan mereka sudah cukup. Sebelum dia duduk di atas singgasana, Yeva sempat melirik Rhaella sebentar dan berkata. “Rhaella, adikku. Aku tidak menyangka kamu akan datang ke rapat hari ini.” Rhaella menundukkan kepalanya, kemudian membalas. “Yang Mulia sudah repot mengutus seseorang untuk mengundang saya hadir di rapat hari ini, sungguh tidak etis apabila saya tidak hadir.” Yeva tertawa. “Tubuhmu selalu tidak sehat, jadi aku tidak akan marah jika kamu tidak hadir. Tapi memang aku ingin kamu hadir di rapat hari ini karena ada sesuatu yang menarik untuk kamu lihat nantinya.” “Yang Mulia sangat murah hati, saya tidak sabar untuk menunggu hal menarik yang dimaksud Yang Mulia.” “Duduklah, semua juga duduklah, mari kita segera mulai rapat istana hari ini supaya bisa ke pertunjukkan utama,” perintah Yeva seraya mendudukan dirinya di atas singgasana. Sontak semua pejabat istana yang hadir duduk di meja masing – masing. Penasihat kerajaan kemudian memimpin rapat, dia mempersilahkan para pejabat istana untuk melaporkan segala pencapaian tugas mereka di dua minggu terakhir. Ketika Rhaella mendengarkan ucapan mereka, dia menangkap ada beberapa bait kebohongan yang dilebih – lebihkan untuk mencari muka di hadapan Yeva. Namun, dia tidak bisa mengatakan apa – apa, karena hak suaranya tidaklah ada selama Rhaella tidak memiliki jabatan apa pun di Milana. Kehadiran Rhaella di rapat tersebut tidaklah lebih dari sebuah bunga pajangan, simbolik atas ketidakmampuannya dalam melakukan tugas lagi. Rhaella mengangkat kepalanya, kedua manik sebiru lautan itu menatap ke arah Erik Rhoxolany yang kini duduk di meja sebelah kanan singgasana Kaisar. Setelah Rhaella terkena kutukan iblis saat menyerang Negara Hali, Erik telah mengambil posisinya sebagai Panglima Perang. Padahal kedua saudaranya dulu tidaklah lebih dari dua butir kacang yang tak berarti di mata Kaisar Milana. Akan tetapi, sekarang mereka mampu duduk di kekuasaan yang lebih tinggi dari Rhaella usai Ayah Kaisar mereka meninggal dunia, kemudian kerap menginjak – injak harga diri wanita itu sampai ke titik terendah. Seperti halnya hari ini, Yeva mengundangnya untuk menghadiri rapat istana bukan karena menghargai Rhaella, namun karena dia ingin menunjukkan kepada para pejabat istana, bahwa ada seorang Panglima tertinggi yang sekarang hanya bisa duduk diam di dalam aula. Rhaella menghela napas di dalam hati, kemudian mulai membuka buku yang sebelumnya ia baca. Tangannya meraih kuas yang disiapkan di meja sebagai alat tulis, lalu Rhaella mulai menuliskan beberapa kalimat di dalam buku tersebut seraya mendengarkan jalannya rapat. Rapat istana berlangsung selama kurang lebih dua jam. Yeva menanggapi laporan – laporan para pejabat istana dengan seperlunya, tampak begitu tidak sabar untuk segera mengakhiri rapat mereka. “Kurasa hari ini tidak ada masalah krusial yang harus ditanggapi. Jadi, mari kita selesaikan rapat hari ini sekarang. Olliver, cepat kau tutup rapat ini dan suruh para prajurit untuk membawa sesuatu yang menarik ke dalam aula.” Olliver Redmunt selaku penasihat kerajaan segera menganggukan kepalanya dan berkata. “Karena Yang Mulia sudah tidak lagi mempunyai tanggapan lain, maka rapat hari ini dengan resmi di tutup. Harap semua hadirin tidak segera keluar dari aula karena Yang Mulia memiliki sesuatu yang ingin ditunjukkan. Prajurit! Bawa pertunjukkan itu kemari.” Rhaella lantas menutup bukunya, kemudian mengalihkan pandangannya pada pintu aula. Tatkala pintu aula terbuka, bau anyir darah langsung menguar masuk dan menusuk hidung para pejabat istana yang hadir. Mereka semua menutup hidung menggunakan sapu tangan dan mengernyitkan kening. Namun Rhaella tidak melakukan itu, aroma darah sudah menjadi bagian dari hidupnya, sehingga wanita itu sudah terbiasa. Alih – alih mengalihkan pandangan dari pintu aula, Rhaella malah memakukkan kedua matanya ke pertunjukkan yang dimaksud oleh Yeva. Di ambang pintu, Rhaella melihat sesosok pria tengah digiring masuk oleh beberapa prajurit. Tangan dan kakinya diborgol menggunakan rantai besi, rantai besi itu terhubung dengan sebuah bola besi berat yang ada di belakang kakinya, menimbulkan bunyi nyaring setiap kali pria itu melangkah. Tubuhnya hanya dibalut oleh selembar celana yang sudah usang, sedangkan bagian atasnya dibiarkan terbuka, tampak kotor dan memiliki banyak luka – luka yang melintang di sepanjang d**a serta punggung, terlihat seperti bekas luka cambukan dan goresan benda tajam. Beberapa luka masih tampak baru, menteskan darah yang mengotori lantai serta menimbulkan aroma anyir. Rhaella mengeratkan genggaman tangannya pada kipas lipat. Pria itu bukanlah sembarang tahanan, dia merupakan seseorang yang pernah memerintah di sebuah negara makmur, tapi kemudian negaranya diruntuhkan oleh Yeva. Dia adalah Rullin Vedenin, Kaisar Alcander yang kini telah jatuh dari kejayaannya. “Berlutut di hadapan Yang Mulia!” seorang prajurit menendang kaki Rullin, membuat pria itu mau tidak mau harus berlutut di hadapan Yeva. Walau permukaan wajahnya dipenuhi oleh noda darah, tatapan tajam yang dipancarkan oleh Rullin tidaklah luntur, dia menatap Yeva seolah ingin membunuh kaisar itu sekarang juga. “Perhatikan tatapan matamu! Beraninya menatap Yang Mulia dengan pandangan hina!” Seorang prajurit berusaha menundukkan kepala Rullin, tetapi mantan kaisar itu tetap mempertahankan posisi kepalanya supaya tegak, menjadi simbolik bahwa dia tidak akan pernah tunduk kepada penguasa lain. Yeva tertawa saat melihat kekeras kepalaan Rullin. “Rullin Vedenin, dirimu sudah berdiri di strata terendah tapi masih bersikeras bertingkah seperti seorang tiran.” Rullin tidak menjawab, merasa enggan untuk meladeni umong kosong Yeva. “Apa kau tiba – tiba menjadi bisu setelah melihat keruntuhan negaramu?” Begitu Yeva membawa negaranya dalam topik pembicaraan, Rullin segera berseru. “Yeva Rhoxolany, apakah kau masih belum puas? Apalagi yang kau inginkan dariku? Kau telah menghancurkan Alcander! Seluruh rakyatku menderita karena ulahmu! Tak cukup hanya itu, kamu pun membunuh seluruh keluargaku! YEVA! APA SEMUA ITU BELUM CUKUP UNTUK MEMUASKAN KESERAKAHANMU!” Teriakan Rullin mengguncang aula, menimbulkan keributan yang membuat para pejabat istana segera berbisik satu sama lain. BUK! Dua prajurit yang ada di sisi Rullin segera menendang perut pria itu, membuatnya jatuh tersungkur ke atas lantai. Merasa belum cukup, salah seorang prajurit menekan kepala Rullin menggunakan kakinya sehingga pria itu tampak sedang bersujud di hadapan Yeva. Yeva akhirnya bangkit dari singgasananya, kemudian berjalan mendekati Rullin. “Apa yang sedang kamu bicarakan? Kejatuhan negaramu itu murni akibat ketidakbecusan sang kaisar. Rakyatmu bisa menderita juga karena kamu tidak mampu melindungi mereka. Sedangkan keluargamu, mereka seharusnya bisa saja hidup jika tidak melarikan diri, bukankah hidup sebagai b***k jauh lebih baik daripada mati dicabik – cabik oleh hewan buas?” “Rullin .. Rullin … berhentilah menyalahkan orang lain atas kemalangan yang kau dapatkan. Karena pada dasarnya, kemalangan – kemalangan itu tidak akan datang kepadamu jika kau mampu mengalahkanku,” kata Yeva dengan intonasi suara yang menyebalkan. Yeva tidak memberi kesempatan Rullin untuk menjawab, karena dia segera berseru kepada seluruh orang yang ada di dalam aula. “Ini adalah pertunjukkan menarik yang ingin aku perlihatkan kepada kalian! Tanpa diberitahu, kalian pasti sudah tahu siapa pria ini? Ya, dia adalah Rullin Vedenin, sang kaisar yang sudah jatuh, tirani yang tak lagi mempunyai kekuasaan.” “Saat ini, aku ingin kalian semua menentukan nasib dari hama kotor ini. Kalian boleh menyarankan penyiksaan apa saja untuk membuat Rullin sadar bahwa dia tidak sepatutnya merendahkan Milana.” Keributan pun terjadi, para pejabat istana dengan cepat berlomba – lomba mencetuskan berbagai macam penyiksaan untuk dihadapi oleh Rullin, membuat Yeva hanya bisa tertawa saat mendengar semua itu. “Lempar saja dia ke kandang harimau lapar!” “Kuliti tubuhnya sampai darahnya mengering!” “Berikan dia sihir kutukan!” “Jadikan dia bu-dak!” Saat saran yang terakhir muncul, Yeva tiba – tiba saja merasa tertarik. “Membuat seorang kaisar menjadi b***k? Menarik! Sangat menarik!” “Ya! Mari jadikan dia bu-dak! Siapa di sini yang ingin mengambil Rullin Vedenin sebagai bu-dak?!” seru Yeva. Keheningan lantas menyambut aula itu, tidak ada yang berani mengambil Rullin menjadi bu-dak mereka. Alasannya sederhana, karena Rullin merupakan simbol atas kemenangan Yeva, mereka tentu saja tidak berani melayangkan tangan kotor mereka pada benda kebanggan Kaisar. Yeva yang sudah menduga respon seperti itu akhirnya mengalihkan pandangannya kepada Rhaella. “Bagaimana denganmu, Rhaella? Apa kau tertarik menjadikan Rullin sebagai bu-dakmu?” Tangan Rhaella terkepal kuat di bawah meja, tetapi bibirnya tetap menyunggingkan senyum. “Saya tidak berani. Tahanan ini adalah kebanggan Yang Mulia, saya tentu tidak pantas mendapatkannya.” “Apa yang kau katakan? Kita adalah saudara, sudah sepatutnya sesama saudara saling memberikan hadiah. Tiga tahun lalu kamu sudah pernah berusaha menyerang Negara Alcander tapi berakhir gagal. Sekarang ini, aku ingin memberikanmu kesempatan untuk memungut kaisar yang pernah membuatmu gagal.” Sudah Rhaella duga. Yeva sengaja mengundangnya untuk mempermalukan namanya. Tiga tahun lalu, Rhaella harus mengecap kegagalan karena tidak berhasil menerobos pertahanan Alcander. Karena tidak ingin ada banyak korban yang jatuh, Rhaella akhirnya menarik mundur pasukannya dan menyebabkan kekalahan di pihak Milana. Namun sekarang Yeva tidak hanya berhasil menerobos pertahanan Alcander, melainkan menjatuhkan kekuasaan mereka. Sebab itu, Yeva ingin mengolok – olok Rhaella dengan memberikan Rullin kepadanya sebagai pengingat bahwa dia sudah gagal sementara Yeva bermandikan keberhasilan. “Bagaimana? Apa kau ingin menerimanya sebagai bu-dak? Jika tidak mau, mungkin lebih baik tahanan ini dipenggal saja.” Rhaella akhirnya berdiri dari tempat duduknya, kemudian ia membungkukkan punggungnya untuk memberikan hormat. “Rasanya sayang bila seseorang seperti Rullin Vedenin dibunuh begitu saja. Bila Yang Mulia memang berkenan, maka saya akan menerimanya sebagai bu-dak. Dia mempunyai tubuh yang kuat, sehingga pasti mampu dijadikan sebagai gladiator dan memberikan hiburan bagi para bangsawan.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD