Kembalinya Masa Lalu

1473 Words
Episode 7 Semua berjalan normal, Niswah dan Hafidz sama-sama mengetahui keburukan masing-masing, seperti Hafidz yang selalu mendengkur setiap tidur dan Niswah yang tidak bisa tidur jika tidak memegang rambut seseorang, seperti tadi malam Niswah baru tertidur jam 3 dini hari disebabkan Hafidz yang lembur di kantor semenjak menikah perusahaan Abinya Hafidz dilimpahkan kepada Hafidz semua mengakibatkan Hafidz sibuk dan harus pulang larut malam. Pagi ini Niswah terlambat bangun, sehingga tidak sempat membuat sarapan. Raut bersalah tak bisa Niswah tampik dari matanya, ia merasa sebagai istri yang lalai, bagaimana ia membiarkan suaminya pergi bekerja dengan perut kosong. "Mas, Niswah minta maaf." ucapnya membuat Hafidz tersenyum geli, astaga istri kecilnya sangat lugu padahal sudah menikah hampir sebulan tapi sifat nya masih malu membuat Hafidz gemas sendiri. "Kamu tau gak? Mas tidak menyesal meminangmu." Ia merangkul Niswah dan membisikkan sebuah kalimat. "Ana uhibbuki fillah." Niswah yang mendengarnya hanya tersenyum, seketika serasa ada kupu-kupu yang berterbangan di perutnya, detak jantungnya yang cepat berharap Hafidz tak mendengarnya sama sekali. "Yaudah kamu mau kuliahkan? Bareng Mas aja." "Iya Mas, bentar ya Niswah ngambil tas dulu." ---*--- Dalam perjalanan menuju kampus Niswah kebanyakan diam, ia merasa tubuhnya kurang fit dan terasa lemas, Hafidz yang melihat itu mulai khawatir. "Kamu gak papa?" "Gak papa kok, Mas." bohong Niswah agar Hafidz tidak khawatir bukan apa-apa masalahnya Hafidz sangat protektif jika Niswah sakit dikit saja. "Yaudah udah sampai, nanti kalau udah selesai datang aja keruangan, Mas." Niswah hanya mengangguk mengiyakan. "Niswah turun dulu ya, Mas, assalamualaikum." "Gak ada yang lupa?"Hafidz sengaja memancing Niswah, ia ingin bermain dulu bersama istri kecilnya. Sedangkan Niswah yang tidak mengerti hanya memunculkan raut wajah yang membuat Hafidz tertawa. "Sini agak deketan." Niswah pun mengikuti perintah sang suami tanpa rasa curiga. "Kenap- ..." CUP Satu kecupan kening membuat pipi Niswah merona, dan Hafidz tertawa geli padahal ini bukan yang pertama kali. "Apa ini Pipi atau tomat?" "Mas nyebelin." "Nyebelin tapi bisa bikin kamu bulshing." "Enggak!" Hafidz menatap mata Niswah membuat Niswah gelagapan ditatap intens seperti itu. "Ini apa kok merah?" "Anggap aja pembiasan cahaya." "HAHAHAHAHA." tawa Hafidz tak bisa ia tahan lagi, Niswah yang melihat itu kesal dan langsung keluar mobil tanpa menghiraukan ocehan Hafidz. "Sayang, salamnya belum." Teriak Hafidz tanpa memperdulikan tatapan para mahasiswanya yang merasa aneh, mereka memandang Hafidz yang biasa tegas dan berwibawah berteriak keras memanggil gadis yang kini menatapnya jengkel. Banyak bisik-bisik yang membuat telinga Niswah mendidih.bDan masih banyak lagi ocehan yang membuat telinga Niswah siap meledak, jika saja ini tidak di ia akan mencabik mulut teman mahasiswanya ini. Astagfirullah ya Allah ampuni hamba. Batinnya. "Assalamualaikum." Setelahnya Niswah masuk ke gedung kampus,dengan menghentakkan kakinya membuat Hafidz menatap aneh sang istri. "Niswah, kenapa?" Batinnya Setelah menatap sekelilingnya Hafidz tersadar apa yang membuat istri kecilnya marah seperti tadi, Hafidz terkekeh membuat beberapa Mahasiswi memekik kegirangan. Hafidz masih menatap punggung Niswah yang merajuk karna cemburu, cemburu? Bahkan Hafidz tak menyangka jika Niswah orang yang pecemburu. "Ya Allah! Betapa bahagianya jika sudah halal." Ia mulai memarkirkan mobilnya diparkiran khusus dosen. "Sarapan dulu dicafe depan, masih ada 30 menit lagi." Hafidz pun memasuki cafe depan kampus, dan ketika ia hendak memesan tiba-tiba seseorang menabraknya dan menumpahkan jus yang ia bawa ke pakaian Hafidz. "Eh sorry sorry." Deg.. Suara ini, apa mungkin dia. "Hafidz ..." Hafidz tidak berani mendongakkan wajahnya, tanpa sepengetahuan orang lain Hafidz meramalkan doa agar yang dipikirkannya tidak terjadi, tapi ketika ia mendongak semua doanya tidak terkabul, seseorang yang sangat ia hindari dalam hidupnya kini berada tepat didepan matanya dengan wajah yang terkejut, sebetulnya Hafidz terkejut namun ia langsung mengubah raut wajah nya. "Hafidz! Kamu Hafidz kan?" Hafidz memejamkan matanya, dihadapannya kini ada masa lalu yang nyatanya kini mampu meningkatkan kinerja jantungnya, gadis ini masih sama, hanya saja postur tubuh dan wajah yang lebih terlihat dewasa, binar matanya bahkan senyumannya pun masih sama seperti dulu ketika mereka masih bersama. "Hafidz aku tau itu kamu, ini aku Syilia." Hafidz menatap gadis dihadapannya, gadis yang berubah 180 derajat dari yang dulu ia kenal, Syilia yang sekarang memakai pakaian tertutup terlihat anggun, tetapi tidak seperti Niswah, Niswah ? Hafidz langsung tersadar, ada wanita yang menjadi tanggung jawabnya. "Kamu sibuk, Hafidz? Jika tidak, tak bisakah kita mengobrol sebentar." Hafidz agak tersentak kaget, satu hal yang tidak berubah dari Syilia adalah, gadis yang tidak jaim, dan menurut Hafidz ini tak masalah toh hanya mengobrol Mendengar ajakannya direspon baik Syilia merasa senang sekali. "Kamu sudah pesan makanan?" "Belum!" "Aku pesanin ya, spageti keju kan?" "Mmm I-iya!" "Jangan tegang Hafidz, rilex aja." Hafidz hanya tersenyum menanggapi ucapan gadis dihadapannya ia tidak berubah sama sekali tetap ceria. "Hey jangan liat aku seperti itu." Hafidz langsung tersadar dan mengucap istigfar, ada apa dengannya ya Allah, kenapa ia merasa deg-deg an, padahal dengan istrinya ia biasa saja, tidak ada getaran seperti yang ia rasakan sekarang. "Ada urusan apa kamu disini, Fidz? Kamu juga mau sarapan seperti aku?" "Bukan, aku salah satu dosen disini." "Wah hebat, andai dulu aku tidak pindah, mungkin kita masih bersama, kan?" Deg... Apa ini? obrolan yang membingungkan. Gadis di hadapannya ini mencoba mengingatkan ia terhadap kenangan-kenangan yang lalu, dan itu sangat berpengaruh terhadap hafidz. "Dulu, aku terpaksa pindah mendadak dan tidak bisa pamit sama kamu karna aku tau kamu sedang terpuruk waktu itu ,maaf Hafidz maaf," ucap Syilia pelan. "aku udah maafin kamu." "Benarkah? Apakah kita bisa berteman?" Apa! Berteman? Hafidz tak yakin dengan itu, tapi apa salahnya ia berteman. "O-oke no problem." "Yey thanks Hafidz." Hafidz hanya tersenyum menanggapinya, ternyata tak seburuk apa yang ia pikirkan. "Kalau gitu aku pergi dulu, sudah mau masuk jam kuliah." "Oke bye Hafidz." "Assalamu'alaikum." Hafidz mulai meninggalkan cafe menuju ruangannya, dalam benaknya masih memikirkan pertemuan dengan Syilia tadi, apa ia akan melukai hati Niswah istrinya? Oh ya Allah ini membingungkan. "Assalamu'alaikum, Mas." Hafidz sangat terkejut dengan suara itu. "Mas belum makan, kan? Ini Niswah bawakan makanan, tadi beli di kantin." "I-iya taruh disitu aja, Mas mau masuk dulu." ucap Hafidz tegang, takut Niswah tau pertemuannya tadi, ini belum saatnya Niswah tau semuanya. "Mas, Mas Hafidz gak papa kan?" Hafidz langsung gelagapan mendapat pertanyaan yang sebenarnya tidak ada maksud apa-apa. "E-enggak papa!" Niswah hanya tersenyum lalu pamit kepada Hafidz. "I love you." bisik Niswah seebelum pergi, Hafidz yang melihat itu merasa sangan bersalah seharusnya ia bahagia mendengar ucapan cinta dari Niswah tapi lihat lah dia sekarang terkesan ia menjadi orang bingung siapa yang harusnya ia pilih. "Ya Allah, seharusnya hamba menjaga perasaan istri hamba, bukan malah menyakiti sedemikian rupa." Mata Hafidz memandang plastik putih yang dibawa Niswah tadi. Istrinya merupakan paket lengkap yang telah dikirimkan Allah melalu perjodohan kepadanya, wanita yang anggun, sopan, ranah, cerdas, sederhana, dan banyak lagi kelebihan Niswah yang menjadi daya tarik wanita itu sendiri, dan sangat tidak lucu kini ia malah mulai membandingkan istrinya dengan Syilia yang notabennya adalah masa lalu. "Maafkan Mas, Niswah. tak mampu menjaga perasaanmu, maaf." Mungkin disini Hafidz adalah tokoh antagonis yang memerankan sebagai penjahat hati wanita yang seperti malaikat. Ia sejauh ini sudah berusaha mencintai Niswah, tapi kenapa ketika ia merasa sudah sangat mencintai sang istri malah kehadiran masa lalu membuat ia Ragu akan rasa cinta itu. Takdir Allah tak ada yang tahu, namun dalam hatinya iya masih mengharapkan Allah berbaik hati membantunya dalam menjaga rumah tangga yang masih seumur jagung. "Ku yakin engkau tak pernah jauh ya Allah, bimbing aku dalam membangun rumah tanggaku yang selalu dijalanmu." Ini adalah doa Hafidz yang kesekian kali dalam sholat dhuhanya, Hafidz tak bisa berkata apalagi selain mengharap bantuan Allah atas masalahnya kali ini. Tuhan .... Aku tau ini salah Lantas apa yang bisa aku perbuat Dalam setiap lantunan doaku Ku yakin kau mendengarnya! Hafidz tetap diam tanpa menyentuh makanan yang dibawa oleh Niswah, pikiran nya kalut sekarang antara ingin jujur dan menyembunyikan sampai waktunya nanti, tapi jika Niswah tau dari orang lain maka akan menciptakan masalah yang besar tentunya. Mengapa ia harus kembali di saat kehidupan Hafidz sudah tenang. Hafidz memutuskan mengambil air wudhu menunaikan sholat Dhuha, semenjak ia kecil, Abinya selalu mengajarkan ia untuk mengejar kan sunnah-sunnah Rasulullah SAW. Seperti didalam sebuah hadist dijelaskan . "sesungguhnya di surga ada salah satu pintu yang dinamakan pintu Dhuha, bila datang hari kiamat malaikat menjaga surga memangil; mana ia yang melazimkan shalat Dhuha? Inilah pintu kalian maka masukilah dengan kasih sayang Allah” (HR.Thabrani)¹ Hafidz ingin meraihnya, namun bagaimana bisa ia meraih surga jika ia tidak bisa bertanggung jawab menjaga perasaan sang isteri. Hal ini sangat mengusik Hafidz, kehadiran Syilia ternyata membawa dampak besar terhadap perasaannya sekarang, padahal jika di telisik, ia dan Syilia telah lama berpisah, semenjak kebangkrutan perusahaan , dan juga kesehatan sang Abi menurun secara bersamaan. Gadis itu lenyap sama sekali tidak ada kabar, lalu sekarang ia hadir seolah-olah tidak terjadi apa-apa. ----------------------------------- Sumber info ¹. https://www.sahijab.com/amp/tips/2941-manfaat-dan-keutamaan-sholat-dhuha?page=3
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD