Hal. 5 Rasiel Ainsley ( Help & Danger )

2440 Words
Note : Disarankan membaca cerita buku 1 dulu : IMPERFECT ME  :) . .  Karena banyak yang nggak tahu dimana sih klik love itu? Jangan lupa Klik tanda bentuk jantung terlebih dulu sampai berubah jadi warna putih, untuk pengguna Handphone agar masuk ke dalam library kalian  Untuk pengguna komputer cukup klik tulisan ADD menjadi ADDED yaa :D Nikmati dan jangan lupa Appreciate juga karyaku yaa , Terimakasih:* Selamat membaca :) Halaman 5 . . . [Flashback] “Ibu, kenalkan ini kekasihku.” Usia 17 tahun, menginjak remaja. Bagi teman-teman seumuran Rasi, sudah wajar bagi dia memiliki satu atau dua pacar. Apalagi dengan penampilan di atas rata-rata, wajah mulus tanpa jerawat, riasan natural tidak terlalu menor, tubuh langsing dan tinggi bak model. Hampir semua laki-laki di kelasnya saat itu jatuh cinta pada Rasi. Mereka yang hanya mencintai sosok sang Ainsley dari covernya saja. Tanpa mengetahui sifat dan menerima kelemahan Rasi. Ia dianggap sempurna. Bodohnya, dulu Rasi juga tidak berbeda dengan laki-laki itu. Mengincar dan menjadikan siapapun sosok paling tampan di sekolahnya sebagai kekasih. Saat dia menemukan satu laki-laki tampan di sekolah, sosok yang sempurna untuk bersanding dengannya. Tebak seperti apa reaksi ayah dan sang ibu? Senang? Karena putri mereka memiliki kekasih yang tinggi dan tampan bak model. Sayangnya tidak semudah itu, sang kekasih justru mendapat delikan tajam. Tidak segan-segan menanyakan pekerjaan kedua orang tua laki-laki itu, apakah cocok untuk bersanding dengan Rasi. Semua kualifikasi super berat harus dilalui kekasihnya. Berakhir tidak tahan dengan sikap ayah dan sang ibu. Rasi selalu gagal dalam menjalin hubungan. Berpatokan pada restu kedua orangtua. Tanpa sadar selama ini Ia hanya berada pada jalan yang sudah ditentukan ayah dan sang ibu. “Carilah laki-laki yang pantas bersanding denganmu, Rasi. Jika kau tidak menemukannya, ayah dan ibu akan mencari suami yang cocok untukmu.” Tak memperdulikan wajah dan tubuh yang tegap. Melainkan harta kekayaan serta kebanggan harga diri keluarga Mataniel. Bahkan jika calon suaminya nanti adalah seorang laki-laki paruh baya bertubuh gempal. Mungkin ayah dan sang ibu tak akan peduli. Tapi kali ini, bahkan setelah kedua orangtuanya pergi, lagi-lagi Rasi tidak pernah bisa menemukan kekasih yang cukup baik untuknya. Bergantung pada ketampanan sosok Thomas Marvelo, Rasi mendadak lupa dunia. Wanita yang bodoh dan tidak pernah bisa mencari kekasih dengan baik. [Flachback off] . . . “Tolong!! Siapapun tolong aku!!” Benar-benar menangis, Rasi mencoba memberontak saat Thomas yang tengah membawa segelas air berniat berisikan serbuk aneh, berniat mencekokinya paksa. Menggunakan seluruh kekuatan, bahkan tidak hanya Thomas yang menahan gerakannya, tapi beberapa laki-laki di sekitar Rasi. Sosok Regin di depan Rasi hanya menyender santai, dengan seringai yang lebar, membiarkan kedua wanita dalam pelukannya memberikan banyak bercak merah dimana-mana. Takut, Rasi takut. Siapa lagi yang bisa menolongnya sekarang di sini?! Dia tidak punya siapapun! Tempat untuk seorang Rasiel Ainsley meminta tolong, bersandar bahkan menangis. “Tolong!! Kak Thomas, kumohon biarkan aku pergi!! Aku janji tidak akan mengatakan tentang masalah ini pada siapapun!!” Berusaha melakukan negosiasi dengan Thomas. Namun gagal, Sosok itu semakin menyeringai, seolah menikmati. Tidak ada wajah tampan yang tulus, dan gentleman. Rasi benar-benar salah kira! “Aku tidak peduli kau mau berteriak atau memohon, minum saja air ini. Kau pasti senang!” Semakin menguatkan cengkraman pada Rasi. Bahkan tak segan mendorong kepala wanita itu agar menyentuh bibir gelas. “Hmphh!!” Menutup bibir rapat, air mata Rasi mengalir deras. Kedua tangannya terkunci, mencium bibir gelas, mencium aroma menyengat dari air tersebut. Mencoba menggelengkan kepala kuat, masih enggan membuka mulut. Thomas menahan kekesalannya, membuang semua sikap gentleman tadi, dengan sengaja menangkup kedua pipi Rasi kuat. Bibir sang Ainsley terbuka paksa. “Minum!! Wanita munafik sepertimu pasti akan suka!!” tegas Thomas senang. “Hmphhh!!!” Bersikeras menolak, kekuatan wanita itu kalah telak, melawan tiga orang laki-laki, tidak bisa melakukan apapun. Bibirnya yang sedikit terbuka langsung saja membiarkan buliran air masuk melalui celah. Meneguk tanpa sadar. Menutup kedua manik takut, merasakan dengan jelas bagaimana air tersebut membasahi tenggorokan. Rasa aneh menyatu, dengan pahit. Mengernyit tak suka. Tidak perlu waktu lama, Rasi terbatuk selama beberapa saat. Kedua tangannya lepas dari kuncian kedua laki-laki tadi, menyenderkan tubuh pada sofa. “Mi-minuman apa tadi?!” Masih bisa mengendalikan diri. Menatap tajam sosok Thomas. Rasi bergerak menampar laki-laki itu, napasnya terengah tiba-tiba. Thomas menyeringai tipis, menyentuh pipi yang sedikit memerah. “Kau bisa melawanku sekarang, tapi kita lihat nanti.” Perlahan bergerak mendekati Rasi, jarak mereka hanya tinggal beberapa cm saja. Deru napas terhembus perlahan, “Beraninya kau!!” Rasi hampir menampar Thomas sekali lagi, tapi tangannya sudah lebih dulu tertangkap. “Kau boleh mencaci maki dan meneriakiku sepuas hati. Tapi beberapa detik lagi, kita lihat saja.” Thomas menatap sosok Regin di seberang sana. “Bukannya tadi itu benar-benar obat dengan dosis yang kuat, Tuan Regin?” Tawa Regin membahana, “Khaha!! Tentu saja, kau pikir siapa aku? Lakukan saja semua hal seperti biasa. Setelah itu kita pergi dari sini.” Merasakan kedua manik mulai memburam, rasa hangat yang tiba-tiba menjalar. ‘Ke-kenapa ini?! Badanku panas,’ Reflek memeluk tubuhnya sendiri. Semakin takut. Napas Rasi terengah, kedua pipi bahkan kepalanya ikut terasa panas. Pertama kali merasakan sensasi seperti ini. Ada sesuatu yang perlahan menggelitiki tubuhnya. Membuat setiap gerakan dan suara yang Ia keluarkan berefek besar. “Ka-kau memberiku obat apa?!” Gemetar takut, sosok Thomas begitu menakutkan. Dia harus segera pergi dari sini. Sebelum Rasi tidak bisa mengendalikan kondisi tubuhnya sendiri. Rasa panas, bercampur geli, membuat setiap rangsangan yang menyentuh kulit sang Ainsley memberi efek cukup besar. “Aku pulang sekarang!” Berteriak kencang, hendak bangkit dari tempat duduk. “Eit, mau kemana?” Tapi tangannya kembali ditarik cepat, satu tarikan yang singkat namun kencang. “Hya!!” Efek sentuhan Thomas terasa begitu besar. Napas Rasi mulai terengah, manik semakin kabur. ‘Tetap jernihkan pikiranmu, Rasi. Kau harus pergi sekarang juga!!’ batinnya berteriak terus menerus. Rasi benar-benar jera, selama ini hanya menatap seseorang dan mencari kekasih cukup mengandalkan wajah mereka saja. Berharap kalau sifat Thomas akan sebaik pangeran di negeri dongeng, tapi ternyata. Ia terlalu berkhayal. Sangat tinggi, sehingga kali ini Rasi jatuh membentur bumi. Sakit sekali. . . . . Menaiki tangga lantai dua, masih ditemani sosok Arthur di belakang. Laki-laki paruh baya itu sama sekali tidak memberinya waktu untuk bebas sejenak. Melirik sekilas ke arah sang pelayan, menghentikan langkahnya di salah satu anak tangga, “Bisakah kau tunggu saja di ruanganku, Arthur? Aku hanya ingin menyelesaikan satu hal saja.” ujar sosok itu dengan kesal. Arthur menunduk sekilas, “Saya tidak bisa, Tuan. Ini sudah menjadi kewajiban saya menemani kemanapun anda pergi.” Tenang menjawab pertanyaan sang tuan. “Ck, terserahmu saja.” Menarik napas panjang, memang percuma bicara dengan sosok kaku seperti Arthur. Walaupun dia sendiri juga sangatlah kaku. Mendengar suara teriakan sekali lagi, menghisap cerutu sekilas, kembali melangkah naik. “Kau mau apa?!! Lepas!! Hyaa!!” Pemandangan yang menyambut laki-laki itu sukses membuat sakit di kepalanya kembali datang. Saat melihat seorang wanita yang begitu Ia kenal, menangis kencang. Meminta tolong, beberapa laki-laki perlahan mengitari tubuh sang wanita. Seolah siap menyantap dan mengotori sosok itu. “Tolong!! Siapapun!!” Tangisan yang mencekam, memutus semua urat kesabarannya. Memegang relling tangga dengan kuat, hampir saja terjatuh. Kepalanya berdenyut sakit, “Ck, sudah kukatakan jangan keluar, Chris!” tukas laki-laki itu penuh amarah. “Tuan, anda tidak apa-apa?!” Arthur berlari mendekati sang tuan, melihat kondisi laki-laki di depannya nampak memburuk. Memperhatikan dengan lebih teliti. Sembari membopong tubuh tegap itu, “Bukannya sudah saya katakan, lebih baik anda tidak berhubungan lagi dengan wanita itu. Apalagi keluarga Mataniel.” “Ck, diamlah. Aku sama sekali tidak berniat menolongnya!” decak kesal yang penuh amarah, berusaha keras menahan diri. “Jangan keluar, Chris!! Aku masih ingin melihat wajah menderita wanita itu!!” tegas sang empunya lagi dan lagi. “Tuan!” Arthur mengerti sekali apa maksud sang tuan, menemani laki-laki itu sejak kecil. Mengetahui seluk beluk sifat dan kelakuan, bahkan melebihi kedua orangtua tuannya sendiri. Suara teriakan wanita di seberang sana bergema, menangis kencang, “TOLONG AKU!! HYA!!! JANGAN!!” Diiringi suara tawa yang kencang, robekan baju dan satu teriakan terakhir dari salah seorang laki-laki. “Kita akan mencicipinya satu persatu, jadi kalian bersabarlah!! Kita nikmati tubuh wanita ini sekarang!!” Tali kesadaran sosok itu menghilang sepenuhnya. Selama beberapa detik hening diantara mereka berdua. Arthur berjengit kaget, “Tu-tuan,” Salah satu tangan memegang lengannya pelan, “Ugh, aku tidak apa-apa, Paman.” Panggilan paman terasa familiar di telinga Arthur, sosok itu mendesah panjang, kali ini perlahan menjauhi tubuhnya, setelah melihat sang tuan mampu berdiri dengan kekuatan sendiri. Dengan aura yang berbeda, sosok tampan itu berdiri tegap. Perlahan mengambil napas panjang, kedua manik yang tadi nampak tajam kini berubah teduh. “Hh, dia benar-benar ingin menghalangiku keluar,” Manik itu melirik ke arah jemari tangannya sendiri, melihat sebuah bercak darah di sana. Bisa laki-laki itu tebak seberapa kuat salah satu dirinya tadi menahan control agar Ia tidak keluar. Sosok dengan sifat yang berbeda, tanpa aura menekan, dan tatapan tajam. Kedua manik perlahan meneduh, namun aura yang dikeluarkan pun berubah dingin. Sangat dingin. “Tolong!! Hyaa!!! Tolong!!” Suara teriakan kembali terdengar, “Paman, bisakah kau tunggu di sini sebentar?” Menatap sosok laki-laki paruh baya di sampingnya. Sosok Arthur sedikit ragu, “Tapi Tuan,” “Ini satu permintaanku malam ini. Aku janji tidak akan membuat masalah seperti, Ray.” Menyebut salah satu nama dalam dirinya. Menimbang sesaat, melihat bagaimana ekspresi sang tuan berubah drastis. Tak ada senyum bengis, dan seringai lebar. Tanpa pikiran kejam dan licik, semua menghilang dalam beberapa detik. “Hh, baiklah.” Satu rahasia yang hanya diketahui oleh beberapa orang saja. “Terimakasih, Paman.” Memberikan cerutu dalam genggamannya pada Arthur, “Hh, dia masih saja suka merokok.” Sosok itu berbalik, melangkah kembali mendekati beberapa kelompok laki-laki yang bersiap-siap menjamah tubuh seorang wanita. Mengabaikan bagaimana pandangan semua wanita menatap sosok itu, tampan dengan tubuh tegap menggoda. Menatap pada satu tujuan. Sosok Rasiel Ainsley di seberang sana. . . . . [Flashback] Usianya baru menginjak lima tahun. Untuk yang kedua kali, sang ibu mengajak Rasi datang ke pesta social wanita itu. Pesta yang dihadiri khusus oleh para ibu-ibu sosialita, pesta ini biasa diselenggarakan setiap satu bulan tiga sampai empat kali. Entah tujuannya apa, tapi yang pasti. Jika seorang wanita bisa masuk ke dalam lingkungan ini. Akan sangat mudah menaikkan pamor dimana pun dia berada nantinya. Ibarat kata nilai kualitas mereka di mata masyarakat itu lebih tinggi dibandingkan para wanita-wanita biasa. Manik polos Rasi mengerjap beberapa kali, dengan salah satu tangan masih memegang erat jemari sang ibu. Sebuah pesta di sore hari yang mewah, tidak hanya ibu-ibu saja yang di sini, tapi anak-anak mereka juga. Jujur saja, jika dengan lingkungan baru. Rasi tidak begitu mudah beradaptasi, jadi dia harus bersama dengan sang ibu dulu, “Kenapa kak Tere tidak diajak ke sini, Bu?” Sosok Sofia memandang putri mungilnya sekilas, sedikit menekuk wajah tak suka. “Untuk apa Ibu mengajak anak cacat itu ke sini. Kau ingin Ibu dipermalukan?” Rasi bungkam, begitu mendengar kata ‘cacat’ dari bibir sang ibu, tentu saja dia tahu artinya. Setelah mengalami banyak sekali pengalaman yang membuat Rasi tidak berani terlalu membela Teresa di depan kedua orangtuanya. Tak sekali pun dia berani. Membela Teresa sama saja mengajukan bendera perang pada kedua orangtuanya. Sudah jelas-jelas ayah dan ibu tidak suak dengan sang kakak. “Maaf, Ibu.” Menundukkan wajah sekilas, sampai akhirnya kembali menengadah saat Sofia melepaskan genggaman jemari Rasi. “Bermainlah dengan teman-temanmu di sana, Ibu mau ke sana dulu, oke?” Sang ibu tersenyum kecil, hendak pergi sebelum Rasi kembali menarik pakaian wanita itu. “Tapi Rasi mau sama Ibu saja,” Merengek, hampir saja Rasi menangis. “Rasiel Ainsley,” Tubuh Rasi menegang takut, mendengar suara menekan ibunya. Pertanda bahwa perkataan wanita itu tidak bisa dibantah. Perlahan melepaskan pegangan pada baju sang ibu, Rasi kembali menunduk, “Maaf, Ibu. Rasi, main ke sana sendiri.” Tahu kesalahannya, tanpa mendengar omelan panjang Sofia lagi. Ia berjalan pelan ke arah beberapa anak kecil yang tengah bermain  tak jauh dari posisinya. […………………………….] Rasiel, sejujurnya dia hanya seorang gadis kecil yang pemalu dan penakut. Jika selama ini dia selalu mengeluarkan akting bak seorang anak kecil ceria dan hiperaktif penuh tawa, lain halnya saat Ia sendiri. Tanpa tatapan tajam ayah dan ibu, Rasi kembali menjadi sosok pendiam. Berharap bahwa kak Tere ada di samping gadis itu sekarang, hh tapi sepertinya mustahil. Menengadah sekilas, menatap beberapa anak-anak remaja tengah berbincang dan asik tertawa. Dia sama sekali tidak mengenali mereka. Terutama para perempuan remaja di dekat kolam renang, entah mereka membicarakan apa. Tapi satu yang pasti, tidak ada anak-anak seumuran dia di sini. Semua perempuan dan pemuda remaja dari usia 10 sampai 15 tahun. Gaya pakaian mereka pun berbeda, jadi lebih modis tidak kekanak-kanakan. ‘A-aku harus mencari teman di sini,’ batin Rasi kembali, berusaha berjalan pelan menghampiri beberapa kelompok gadis remaja. “Sa-salam kenal, kakak-kakak, na-namaku Rasi.” Meremas jemari gugup, masih menunduk malu. Tidak melihat bagaimana ekspresi gadis-gadis di depannya. Hening beberapa saat, salah satu gadis berujar tipis. “Ah, salam kenal juga, Rasi. Ini pertama kali kau datang ke sini ya?” Satu pertanyaan yang membuat rasa malunya perlahan hilang, Rasi menengadah dengan senyuman kecil. “I-iya, Kak! Ini pertama kali Ibu mengajakku ke sini,” “Hm, kita sejak umur lima tahun sudah diajak kemana-mana sama ayah dan ibu.” Salah satu gadis menggerakkan tangan, memberi tanda Rasi untuk mendekat. Senyuman gadis kecil itu berubah sumringah. Nampah manis dengan gigi gigi putih berjejer dan manik kecoklatan bulat. “Perkenalkan aku Lana, ini Sinar, dan ini Rima.” Syukurlah tidak ada kakak-kakak galak di sini. […………………………..] Itu yang ada di pikirannya, asik bermain dengan kakak-kakak tadi. Sebelum akhirnya pada beberapa jam tertentu, pandangan semua gadis remaja itu menoleh kompak ke arah pintu gerbang pesta yang terbuat dari besi. Mata mereka berbinar, “Ah, dia sudah datang!” “Eh, pangeran kita?!!” Pangeran? Alis Rasi tertekuk bingung, menatap wajah kakak-kakak di depannya nampak bersinar penuh senyuman lebar. “Pangeran?” ujar gadis kecil itu polos. Lana mengangguk cepat, “Iya, pangeran kita! Kau harus kenal, Rasi! Coba lihat ke arah pintu masuk.” Menoleh sekilas, dengan alis penasaran. Kedua manik coklatnya mengerjap beberapa saat, diiringi para gadis remaja yang berdiri dan langsung lari menghampiri seorang pemuda remaja berusia 12 tahun di sana. Berbeda dibandingkan pemuda remaja lain yang memiliki wajah di bawah rata-rata. Pemuda itu justru membuat Rasi melongo sesaat, ‘Wah,’ Bibirnya reflek membola, mungkin kata pangeran cocok sekali untuk pemuda itu. Rambut bergelombang pendek, kedua manik hazel keemasan, menggunakan pakaian berkerah dan selana panjang, senyum bagaikan gentleman kecil. [“Pangeran Chris!!”] Pantas saja semua gadis berteriak kompak. Jadi karena itu, ya mungkin hanya sekilas bayangan itu saja yang melintas di pikiran Rasi. Gadis berumur lima tahun sepertinya. Mana mungkin mengerti masalah cinta-cintaan. Sekedar berdecak kagum, setelah itu Rasi justru kembali bermain dengan bonekanya. Nama pangeran Chris berdengung di telinga Rasi. Keasikan bermain dengan boneka, tepat di dekat kolam renang. Tidak menyadari kerumunan gadis itu berjalan mendekatinya, [“Pangeran Chris, hari ini mau makan kue apa?”] Sosok pemuda remaja dengan senyuman lembut dan suara gentle, “Aku sedang tidak ingin menyantap kue,” [“Bagaimana kalau minuman? Hari ini ibuku membawa jus jeruk yang segar lho,”] Beberapa pertanyaan berkumpul, seolah tidak menyadari keberadaan Rasi di dekat mereka, sampai akhirnya salah seorang gadis tak sengaja menyenggol tubuh Rasi. “Eh-” Tubuh gadis mungil itu oleng, berada tepat di bibir kolam renang, niatnya bermain air dengan boneka-boneka kecil. Tapi yang ada, di hari pertama dia datang ke pesta. Rasi langsung tercebur ke dalam kolam renang. “Hya!!” Kolam renang remaja yang tidak bisa menahan tinggi badan mungilnya. Benar-benar pengalaman terburuk. Dimana tak satupun orang di sana berniat menyelamatkan sosok mungil Rasi, tak terkecuali sosok pangeran tampan tak jauh dari posisinya. Semua pandangan hanya menatap kaget. “Tolong!!” [Flashback Off]  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD