Ch-3

1118 Words
Leebin bergegas pulang setelah mengajar anak-anak di sana. Pria itu mengemudikan motornya dengan kecepatan tinggi menuju ke rumah megah di tengah kota. Deru motor tersebut terdengar berisik, saat masuk ke halaman seorang gadis cantik keluar sambil berlari kecil menghampiri dirinya. Tiara! Ya namanya adalah Tiara. Gadis imut, cantik, berbibir mungil. Tiara adalah adiknya, dia baru saja lulus SMA. Berencana untuk kuliah di universitas yang sama dengan kakaknya tersebut. "Kakak!" Panggilnya dengan manja sambil menggamit lengannya masuk ke dalam rumah. "Apaan sih? Risi tahu, minggir sana. Belajar! Gangguin mulu tiap aku pulang." Gerutunya sambil melangkah lebar masuk ke dalam rumah. Leebin mengambil tangan wanita paruh baya, menempelkan punggung telapak tangannya pada keningnya. Juga pada pria paruh baya yang tengah membaca surat kabar, sejak pagi menunggu kedatangan dirinya. "Bagaimana nilai mu?" Tanyanya pada pemuda tersebut. "Baik pa." Ujarnya asal nyeplos. "Papa nggak nanya kabar! Nanya nilai, nilai!" Seru papanya sambil menepuk bahunya. "Taraaaaa!" Leebin membuka selembar kertas di depan ayahnya. Menunjukkan catatan nilainya yang masuk peringkat atas. "Wah, bagus! Nggak sia-sia papa muji-muji kamu, pasti teman-teman papa bakalan iri lihat ini!" Wajah Pak Sandoyo begitu berbinar penuh kebahagiaan. Leebin selalu membuatnya berdecak kagum. Tak pernah sekalipun putranya itu membuatnya kecewa masalah studi di kampus. Ernita juga ikut tersenyum melihat suaminya begitu riang. "Selamat ya nak?" Ucap ibunya penuh kasih sayang, memeluk putranya tersebut. "Leebin kan sudah janji akan sungguh-sungguh belajar, jadi nggak mungkin mengecewakan papa dan mama." Serunya dengan mata berkaca-kaca. Dia tahu meski mereka bukan orang tua kandungnya sendiri. Tapi tak sekalipun mereka mengabaikan keberadaan dirinya di rumah megah tersebut. Ernita dan Sandoyo memungutnya saat melihatnya sedang membersihkan mobil di perempatan jalan. Dia tinggal seorang diri di gubuk reyot semenjak kepergian neneknya. Leebin tidak tahu dimana keberadaan kedua orang tuanya. Bayi malang tersebut ditinggalkan begitu saja di depan pintu rumah gubuk. Yang pemiliknya juga wanita tua, yang sudah berumur. Leebin meraih pendidikan pertamanya semenjak tinggal bersama kedua orang tua angkatnya. "Makasih Pah, Mah, Leebin bahagia sekali." Serunya seraya mengusap air matanya yang tengah berlinang. "Jadi meluknya sama papa mama doang? Tiara mana?" Gadis yang baru menginjak usia dewasa tersebut cemberut, manyun melihat kakaknya hanya memeluk kedua orang tuanya. Tiara tidak pernah tahu kalau Leebin bukanlah kakak kandungnya. Kedua orang tuanya sengaja tidak mengatakan yang sebenarnya padanya. "Ya sudah sini peluk!" Ucap Leebin sambil merentangkan kedua tangannya. Tiara tersenyum riang, dia segera menghambur memeluk tubuh kakaknya. "Kakak wangi! Nanti Tiara tidur di kamar kakak ya?" Pintanya manja, karena sejak kecil Leebin yang menemaninya. Pria itu sangat menyayangi Tiara. Meski dia tahu Tiara bukanlah adik kandungnya sendiri. "Nggak mau! Bantal gue bau ikan kalau lu tidur pasti ngecas!" Serunya sambil mengaduk kepala adiknya tersebut. Lalu mendahuluinya masuk ke dalam rumah. Tiara sangat menyukai aroma tubuhnya yang segar, apalagi wajah kakaknya sangat berbeda. Dia tidak mirip dengan ayah dan ibunya. Suatu ketika Tiara sempat bertanya, sebenarnya Leebin itu anak ibunya atau bukan. Ernita marah besar saat mendengar pertanyaan tersebut. Dia segera menyahutnya dengan tatapan marah. "Tentu saja anak mama! Mama kan cantik! Jadi ya wajar kalau anak mama cakep! Jangan asal nyeplos kalau bicara! Awas kalau sampai kakak kamu dengar!" Begitu jawaban ibunya saat sedang menyiapkan sarapan pagi. Tiara sudah memakai seragam, dia masih harus mengikuti beberapa kegiatan di sekolahan karena kelulusan sekolah masih belum selesai. Tak lama setelah itu Leebin dengan handuk di atas kepala duduk di sebelahnya. "Kakak dari mana? Lari pagi ya? Keringetan kok tetap wangi? Tiara jadi pengen nempel terus!" Ujar gadis cantik tersebut sambil nyengir ke arah kakaknya. "Nempel-nempel! Enak aja!" Serunya pada Tiara. "Kalian ini ribut terus ya? Ayo buruan sarapan nanti telat kalian." Ujar Papanya sambil ikut duduk di seberang mejanya. Mereka berempat menikmati sarapan pagi bersama-sama. "Pa, mah, Leebin mau mandi dulu, terus langsung berangkat ke kampus. Ada beberapa hal yang harus diurus menjelang kelulusan." Ujarnya pada kedua orang tuanya. Pria itu segera mengambil gelas berisi s**u miliknya. Menenggaknya lalu meninggalkan meja makan. "Kak! Nanti Tiara nebeng ya?" Teriaknya sambil buru-buru menghabiskan makanannya. "Tiara! Makan pelan-pelan saja. Kakakmu juga pasti mau nungguin kok." Ujar Papanya sambil tersenyum menatap kedua pipi Tiara menggembung penuh dengan makanan. "Nggak! Uhk! Uhk! Kakak pasti bakal ninggalin Tiara! Nah kan? Mandinya aja cepet, guyur byur tuntas! Pasti bentar lagi motornya dah ngilang dari halaman!" Serunya sambil berlari tergesa-gesa menuju ke halaman depan. "Kaaaaakkaaaaak!" Teriak Tiara karena Leebin sengaja menuntun motornya. Kakaknya sudah raib tanpa jejak bersama motor sport miliknya. "Sudah, naik skuter saja, atau minta mang Ujang buat antar ke sekolah." Timpal ayahnya seraya masuk ke dalam mobil, bersiap pergi ke kantor. "Mang Ujang!? Ogah! Temen-temen Tiara yang bonceng cakep-cakep! Masa Tiara mau diantar mang Ujang Mulu! Punya kakak ganteng kan sekali-kali boleh dimanfaatin pa!" Serunya sambil nyengir menuntun skuter matik miliknya lalu berlalu dari halaman rumah besar tersebut. Menuju ke sekolah. Ernita menggelengkan kepalanya berkali-kali melihat kelakuan dua anaknya tersebut. Rumahnya tidak pernah sepi semenjak Leebin hadir di antara mereka. "Papa berangkat dulu mah." Ujarnya sambil mengecup kening Ernita. "Iya pa, hati-hati di jalan." Ernita melambaikan tangannya. Dia masuk ke dalam setelah suaminya berlalu dari halaman luas tersebut. Leebin sampai di kampus segera memarkirkan motornya di parkiran kampus. Pria tersebut melepaskan helmnya. Tak lama kemudian sebuah mobil dengan sengaja memarkir tepat di sebelah kanannya, dia hampir terjungkal bersama motornya ke kiri. "Siapa sih! Niat banget pengen liat gue sengsara!" Gerutunya sambil melompat ke sisi kiri motor miliknya. Gerakannya cukup gesit, dia berniat menarik motor tersebut dengan menggeser ke kiri, karena di sisi kiri masih luas. Tak lama kemudian wanita yang kemarin dia temui keluar dari dalam mobilnya. Mengibaskan rambutnya, seraya bersiul-siul mengejek Leebin yang menatapnya dengan tatapan marah bercampur kesal. "Kenapa bang? Kesal? Mau marah? Ayo marah?" Sengaja memancingnya agar melepaskan amarah yang terpendam di dalam dadanya. Melisa sengaja berdiri di depan kab mobilnya seraya menyilang kan kedua tangannya. Dia memakai kacamata hitamnya, tersenyum manis sekali mengejek ke arahnya. "Wah! Wah! Wah! Pagi-pagi sudah bikin panas! Mau aku bikin tambah panas?" Dengan sengaja berdiri tepat di depan Melisa, mengurung tubuh wanita itu dengan kedua tangannya di kedua sisi tubuhnya. Melisa tidak menyangka jika pria itu akan nekad melakukan hal yang tidak pernah dia bayangkan sebelumnya! "Kamu! Kamu mau apa?" Tanya gadis itu dengan wajah gugup. Nafasnya mulai naik turun tidak teratur gara-gara wajah mereka berdua terlalu dekat. Degup jantungnya juga terasa tidak teratur. Semakin lama semakin cepat! Situasi ini pernah dia alami tepat di hari kemarin. Dadanya juga hampir memeluk tubuhnya. Melisa menahan d**a pria itu agar tidak mendesak tubuhnya. Saat bibir pria itu hendak berlabuh di bibirnya, buru-buru sekali Melisa menutup kedua matanya. "Hahahaha! Niat banget pengen aku cium!" Leebin sudah berjalan meninggalkannya semenjak gadis itu menutup kedua matanya. "Kamu! Kamu keterlaluan! Dasar cowok sialan!" Teriaknya dengan penuh amarah melihat pria itu telah pergi dari area parkiran.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD