Ch-3

1327 Words
Erlin mendadak menarik tangannya dari genggaman Derent Jake, wanita itu beralih melangkah menuju pagar pembatas lantai atas restoran. Erlin melihat langit di kejauhan, Derent awalnya terkejut tapi kini mengerti. Wanita itu ingin menikmati pemandangan senja seraya berdiri di sana. Derent ikut beranjak berdiri dari kursinya lalu melangkah mendekat ke arah Erlin, sengaja berdiri tepat di belakang punggung wanita tersebut seraya memegangi pagar pembatas di depan Erlin dengan meletakkan lengannya pada kedua sisi tubuh Erlin. Secara tidak langsung tubuh Erlin terkurung kedua lengan kokoh milik Derent Jake. Erlin merasakan hembusan napas pria tersebut pada garis lehernya. Ini adalah pertemuan ke dua kali dengan seorang pria secara langsung. Erlin masih begitu awam dengan makna dari kata yang sering disebut ‘berkencan’. Tubuh Erlin bergetar, gadis itu meremas pagar pembatas di depannya. Derent menyadari akan hal itu. “Kenapa?” Tanyanya dengan nada berbisik pada daun telinga Erlin. Ujung hidung Derent hampir menyentuh daun telinga wanita itu. Erlin memilih menundukkan kepala, dia tidak berani menoleh ke samping. Punggungnya sudah menyentuh tubuh atletis Derent yang tengah berdiri di belakangnya. Entah apa tujuan Derent, pria itu membuat segalanya tampil begitu natural dan sempurna! Dia membuat segalanya seakan tidak dia lakukan sama sekali. Erlin begitu manis, terlalu manis untuk dia perlakukan sembarangan. “Mr..” Ragu-ragu gadis itu membuka suara. “Hem?” Derent tersenyum lembut sambil menatap wajah Erlin yang kini tepat berada di sebelah wajahnya. “Hari sudah gelap, aku mau pulang.” Ujarnya dengan suara pelan. “Kamu marah padaku?” Tanya Derent dengan kening mengernyit, pikirnya dia sudah membuat gadis itu nyaman dengannya. Tapi dia terkejut lantaran nada suara Erlin terdengar seolah tertekan. Derent menyentuh kedua bahu Erlin lalu memutar tubuh gadis tersebut hingga berdiri berhadapan dengannya, tanpa memberikan kelonggaran tetap menggenggam teralis di kedua sisi Erlin berdiri. “Aku tidak marah.” Erlin hanya bisa bersandar penuh pada teralis, dia tidak ingin maju selangkah atau secara tidak langsung akan berpelukan dengan pria tersebut. “Lalu kenapa ingin pulang sekarang?” “Mr, aku sudah mengatakannya harus membuat surat lamaran.” Ucap Erlin dengan nada pelan, dia tidak ingin membuat Derent marah seperti kemarin. Melihat pria itu sudah menyabotase kencan buta yang dia tujukan untuk orang lain, sudah jelas kalau dia tidak bisa berontak dari pria di depannya tersebut. “Okay, aku akan menemanimu pulang.” Ucapnya sambil mundur ke samping, memberikan jalan pada Erlin. “Mr, tidak perlu repot-repot. Aku bisa naik taksi.” Ucapnya ketika Derent mengekornya turun ke lantai bawah. “Kamu pacarku, jadi apa masalahnya mengantarkan pacar sendiri?” Derent mulai protes dengan nada tidak senang. Derent mencekal lengan Erlin, membawa wanita itu agar masuk ke dalam mobilnya. Tanpa peduli Erlin mau atau tidak. Erlin merasa kurang nyaman dengan pria pemaksa sepertinya, tapi ini pertama kalinya dia diperlakukan sedemikian rupa oleh seorang pria. “Di mana kamu tinggal?” Erlin segera menunjukkan di mana dia tinggal selama ini. Derent tersenyum senang, keduanya sampai di rumah kontrakan yang hanya dihuni oleh Erlin seorang diri. Derent tidak kunjung pergi, pria itu malah mengekornya masuk ke dalam rumah. Erlin cemas sekali, gadis itu sangat gugup dan isi kepalanya mendadak berubah liar ketika Derent melepaskan jasnya lalu meletakkan di atas sandaran kursi, juga dompet dan kunci mobilnya. Tanpa bicara apa-apa Derent masuk ke ruang dalam. Erlin bergegas mengekornya. “Mr!” Tegur-nya dengan langkah cepat. Derent sudah mencapai ambang pintu kamar Erlin. “Aku hanya ingin ke kamar mandi.” Ucapnya sambil tersenyum manis sekali. Erlin menghela napas lega, memberikan jalan serta membiarkan pria itu masuk ke dalam kamarnya. Kamar mandi memang berada di dalam kamar Erlin. Erlin masih berdiri di dalam kamarnya, gadis itu mondar-mandir sambil menggigit kuku ibu jarinya. Derent tak kunjung keluar dari dalam kamar mandinya hampir lima belas menit lamanya. Ragu-ragu Erlin mendekati pintu kamar mandi, dia hampir mengetuk daun pintu tepat saat pintu tersebut terbuka. Derent berdiri hanya dengan sehelai handuk yang dililitkan pada pinggangnya. Pria itu menggenggam baju serta celananya yang basah. “Mr?” Erlin menegurnya dengan bibir bergetar. Pemandangan tersebut baru dia lihat secara langsung dan utuh pada hari ini. “Keran di dalam kamar mandi bermasalah, bajuku basah kuyup karenanya.” Ucapnya sambil mengukir senyum tipis pada bibirnya. Erlin mendadak tersadar, dia sudah salah menduga. Memang benar keran di dalam kamar mandinya sedang bermasalah dan dia belum memperbaikinya hingga detik ini. “Ah, iya, aku lupa memberitahumu. Ah, pakai bajuku saja. Sebentar!” Erlin Joe mengambil baju basah dari genggaman Derent, meletakkannya di dalam keranjang baju kotor miliknya. Gadis itu membuka daun pintu lemari bajunya, gadis itu tampak sibuk mencari baju yang pas untuk ukuran Derent. Entah dia menemukannya atau tidak. “Kamu tidak akan memberiku gaun, bukan?” Tanya Derent dengan senyum manis padanya. Pria itu sudah berdiri tepat di sebelah Erlin, ikut melihat isi lemari pakaian milik gadis tersebut. Erlin menoleh dengan mata terkejut. “Mr! Astaga!” Erlin buru-buru berdiri di depan Derent sambil merentangkan kedua tangannya, untuk menghalangi pandangan Derent agar tidak melihat isi lemari bajunya. “Kenapa? Aku sudah melihat semuanya.” Ucapnya sambil tersenyum. “Mr, duduklah di sana. Aku akan mencarikan baju untukmu.” Erlin memberanikan diri mencekal lengan berotot milik Derent, menariknya agar duduk di kursi. Selama itu pandangan Derent terasa kosong, waktu berlalu di sekitarnya sementara kedua matanya hanya tertuju pada wajah manis di sebelahnya. Erlin kembali mencarikan baju untuk Derent, sementara Derent kembali berdiri dari kursinya lalu duduk di tepi tempat tidur. Pandangan matanya beredar ke sekeliling ruangan. “Benar-benar kamar seorang gadis.” Gumam pria itu sambil tersenyum. Erlin kembali dengan setelan jaket serta celana olahraga. Tapi Derent sudah rebah dengan kedua telapak tangan di belakang tengkuk, garis tubuh atletisnya terlihat begitu jelas. Kedua bola mata Derent terpejam. Beberapa detik Erlin menikmati pemandangan tersebut, lalu buru-buru menggelengkan kepala. “Astaga apa yang aku pikirkan!” Erlin meremas baju dalam genggaman tangannya. “Memangnya apa yang kamu pikirkan?” Sela Derent sambil melemparkan seutas senyum. “Ini baju gantinya, Mr.” Erlin menyodorkan baju tersebut sambil membuang muka ke arah lain. Derent mengambilnya lalu segera memakainya. Pikir Erlin pria itu akan segera pergi setelah memakai baju tersebut, tapi ternyata Derent tetap duduk di tepi tempat tidurnya hingga hari larut malam. Erlin sejak tadi duduk di kursi berhadapan dengan Derent sampai dirinya terkantuk-kantuk. Erlin terkejut ketika merasakan lengan kokoh tengah menyentuh tubuhnya. “Mr?!” Ucapnya sambil meremas jaket miliknya yang kini membalut tubuh Derent. “Aku hanya ingin memindahkanmu ke tempat tidur. Kamu terlihat sudah sangat mengantuk.” Pria itu mengangkat tubuh Erlin Joe, lalu meletakkannya di atas tempat tidur seperti yang dia katakan pada Erlin. “Mr, jika kamu pulang aku harus mengunci pintu rumah, jadi aku tidak akan pindah ke tempat tidur sebelum kamu pulang.” Ucapnya tanpa jeda. “Kamu mengusirku? Sekarang?” Derent terkekeh, pria itu masih menopang tubuhnya dengan kedua lengan di kedua sisi tubuh Erlin di atas tempat tidur. “Maksudku bukan begitu, Mr..” Erlin mulai lelah, pria itu sangat lihai mempermainkan perasaannya. Sudah berapa kali Derent menyentuhnya walau bisa dikatakan pria itu tidak melakukannya dengan sengaja. Dan segalanya tetap terlihat natural sempurna! “Lalu kamu akan membiarkanku tinggal bermalam di sini?” Ujarnya sambil tersenyum dengan tatapan mata serius. Jantung Erlin mendadak terasa berhenti berdenyut, dia ingin marah, ingin berteriak kasar, ingin memaki, tapi pria di depannya saat ini hanya bertanya. “Mr, please..hum?” Erlin menatapnya sambil meremas baju yang membalut tubuh Derent. Derent tidak bisa marah, sorot mata tajam beberapa detik lalu mendadak berubah netral kembali. Pria itu mendekatkan wajahnya perlahan, Erlin sudah melotot bingung. Ekspresinya saat ini sangat menggelikan sekali. “Aku akan pulang, sayangku..” Bisik Derent pada daun telinga Erlin kemudian menarik diri dan melangkah keluar dari dalam kamar Erlin. Derent mengambil kunci mobil serta dompetnya yang dia taruh di atas meja sebelum masuk ke dalam kamar beberapa jam lalu. Erlin mengantarnya sampai Derent masuk ke dalam mobil. “Aku akan menghubungimu setelah tiba di rumah, angkat teleponku.” Ucapnya pada Erlin sebelum mobil tersebut melaju pergi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD