"Yun...! Beneran kamu mau pergi?" Asti sahabat kental Yuni sangat sedih melihat Yuni yang sedang merapikan beberapa bajunya untuk pergi dari pesantren itu.
"Aku udah muak hidup begini..Asti! Aku tak mau lagi menjadi bahan cemoohan mereka..! Aku memang orang miskin, tapi aku bukan orang yang bisa bertahan berlebihan!" ujarnya sambil menatap Asti yang masih menahannya.
"Urungkanlah niatmu. Nanti Kyai akan marah!" ujarnya.
"Aku tahu kalau kiyai selalu membela orang yang lemah. Tapi beliau kan juga jarang ada di sini."
"Tapi Yun, sekarang sudah malam. Namun juga tidak bisa menerobos pintu gerbang yang selalu dijaga!" ujar Asti yang ingin Yuni mengurungkan niat nekatnya itu.
"Mau nggak mau Ti, aku harus lewat kuburan belakang agar aman! Mana ada orang yang ke kuburan malam-malam!" Yuni duduk setelah tasnya diresleting.
"Pikirkan lagi lah Yun, kalau kamu ada apa-apa di jalan bagaimana? Siapa yang akan menolongmu??" Asti tetap membujuk Yuni agar tidak melarikan diri dari Pesantren.
"Asti, kamu jaga diri ya. Kamu kan tahu kalau aku ini hanya orang miskin, mereka yang punya uang dan segalanya selalu meremehkan aku di sini. Kamu kan tahu kalau semua yang terjadi udah akumulasi dan aku ingin bebas lepas dari sakit hati di dadaku ini...Percayalah, aku akan selamat!" ujarnya sambil memeluk Asti yang sudah meneteskan air mata di pipinya.
"Tapi Yun...." Asti tak bisa merelakan sahabat terbaiknya pergi dari Pesantren itu. Begitu juga dengan Yuni, sebenarnya dia tidak mau berpisah dengan Asti.
Yuni Yuniarti, dia adalah seorang gadis yatim.piatu yang tinggal di sebuah Pesantren Kebo Ijo Royo, di Sragen, yang baru saja menyelesaikan sekolah SMAnya.
Karena anak yatim piatu yang miskin, Yuni selalu mendapatkan perlakuan tak adil dari beberapa kawannya di sana yang merupakan anak orang kaya dari keluarga yang terpandang. Selama tiga tahun itu, Yuni selalu dirundung dicemooh, bahkan sering disuruh dan disalahkan oleh beberapa santriwati dari keluarga yang terpandang di kota Sragen.
Dirinya tahu kalau semua itu sangat menyakitkan demi mendapatkan kelulusan dan ijazah, Yuni berusaha bertahan di dalam Pesantren dengan banyak cacian dan hinaan.
Hanya Asti yang selalu membelanya, bahkan Asti selalu membuat semua santriwati yang berasal dari keluarga terpandang itu tak berani bila ada Asti di samping Yuni.
***
Yuni berhasil memanjat tembok tinggi yang dilaluinya setelah kuburan keluarga Pesantren tersebut. Banyak yang tidak berani lewat kuburan keluarga itu, karena sering melihat beberapa mahluk yang menyeramkan, tapi Yuni tidak takut, karena tekadnya melarikan diri.
Sampai di pinggir jalan raya, Yuni berjalan ke arah barat, dia ingin ke kota ngawi, tapi karena dia belum makan malam, tubuhnya lemah dan sedikit sempoyongan.
Entah kenapa, jalannya malah ke tengah jalan sehingga sebuah mobil yang lewat tak bisa menghindar kemudian menyerempet Yuni walau hanya terbentur sedikit saja.
CITTTTT
"Argghh...!"
BRUKK
BYURR
Yuni terdorong ke pinggir dan masuk ke selokan di pinggir sawah.
Seorang laki-laki turun dari dalam mobil dan langsung berlari menolong Yuni.
"Eh, mbak maaf! Sini aku bantu..!" Yuni berusaha berdiri dibantu oleh laki-laki itu.
Yuni langsung naik pitam ketika melihat seorang laki-laki yang ada depannya.
"Kalau nyetir pakai otak!! Jangan ngebut aja! jalanan lebar seperti itu masih aja nabrak orang!" omelnya sambil melihat bajunya yang sudah kotor dengan lumpur.
"Loh, kok gitu sih? Kamu itu kan jalan ke tengah! kenapa aku yang disalahin??"
"Pakai mata dong, pakai matanya!!!"
Laki-laki itu diam masih berdiri di depan Yuni yang masih marah.
"Kamu ada yang luka nggak?"
"Nggak tahu!!"
"Kita ke klinik dulu yuk, nanti kita beli baju buat ganti bajumu yang kotor!" ujar laki-laki yang tampan itu.
"Nggak mau!"
"Bajumu kotor itu, kalau kamu bawa baju, ganti saja dulu bajunya di pom bensin dekat sini. Ayo aku anterin!" ajaknya sambil menarik tangan Yuni menuju ke mobilnya.
"Apaan sih!! Pake maksa segala!" Yuni menarik tangannya dari genggaman laki itu. "Lepasin!"
"Yee, jangan gitu dong. Sekarang kamu naik mobilku deh, ini udah malam, gelap!"
Yuni diam, merasakan perhatian dari laki-laki tampan itu, walau hanya samar aja wajahnya bisa terlihat.
Yuni diam sambil memperhatikan keseriusan dari Laki itu.
"Ayo, aku akan tanggung jawab semuanya..!" ujarnya lagi.
"Mau ngapain?? Mau perkosa aku??"
"Bukan bukan, aku hanya mau membantu kamu. Aku salah sudah menyenggol kamu tadi jadi kamunya basah dan kotor bajunya."
"Terus??"
"Ya nggak terus-terus dong...!"
Yuni menatap wajah laki itu dan melihat keseriusan dari laki-laki tampan di depannya iru.
"Ya sudah, tapi jangan sampai kamu berusaha untuk ngapa-ngapain aku ya! aku hajar kamu!" ancam Yuni yang akhirnya naik ke dalam mobil di jok belakang.
Laki itu naik ke dalam mobil dan langsung jalan kan mobilnya ke sebuah pom bensin. Mobil diberhentikan di depan sebuah mini market.
"Kamu sekarang ganti baju di toilet atau mushola, aku akan cari makan buat kamu dulu!" ujarnya kemudian turun dari dalam mobil.
Yuni juga turun dan lari ke toilet kemudian keluar dari toilet dengan baju yang sudah dia ganti.
Laki itu membeli makan dan minum buat Yuni kemudian memberikannya kepada Yuni.
"Kamu makan dulu, saya tunggu di sini!" ujarnya.
"Terima kasih." Yuni duduk di depan meja kecil di teras mini market. Laki-laki itu juga membuka minuman kaleng dan mengeluarkan sebatang rokok kemudian menghisapnya. Yuni makan dengan lahap, nasi dengan lauk ayam goreng krispi.
Pria itu tersenyum melihat Yuni makan dengan lahap.
"Kamu dari mana sih malam-malam begini? Mau kabur atau pergi ke luar kota?" tanya pria itu dengan tatapan penasaran. "Nama saya Demio, siapa namamu?"
Yuni tidak menjawabnya karena makannya belum selesai. Dia punya kebiasaan akan bicara kalau sudah selesai makan.
Demio diam saja sambil sesekali meneguk minuman kalengnya.
Setelah selesai makan dan minum Yuni menjawabnya.
"Namaku Yuni, maaf kalau aku tidak menjawab pertanyaanmu tadi, karena aku diajarkan oleh kyaiku untuk tidak bicara selagi makan!" ujarnya.
"Oh, kamu anak Pesantren??"
Yuni anggukan kepalanya.
"Kenapa malam-malam gini keluyuran? Nggak kena hukuman nanti sama kiyai kamu?" Demio tersenyum.
"Ngapain kamu urus urusan orang! Aku mau pergi atau mau keluyuran malam-malam, emang apa urusanmu?" Omel Yuni.
"Ya ampun, galak amat sih? Eh siapa tadi namamu? Yuli?"
"Yuni! Budek.amat sih kupingmu?!!" Yuni makin kesal dengan candaan Demio.
"Ya ampun, jangan galak dong. Nanti kamu cepet tua loh!" Demio kembali terkekeh.
"Bodo!" jawab Yuni dengan nada jutek.
"Hm, Ya sudah. Sekarang kamu mau ke mana?" tanya Demio dengan pelan.
"Bawa aku ke kota, nanti biar aku turun saja di kota nanti!"
"Loh, kamu udah malam ini."
"Urusanku! Mau udah malam aku harus pergi dari kota ini!" jawab Yuni dengan nada yang ketus.
"Jangan galak gitu dong...!"
"Bodo ahh!"
"Ya sudah, kalau gitu aku antar kamu!" ujarnya kembali.
Mereka naik kembali ke dalam mobil. Yuni masih di jok bekakang.
Lima belas menit kemudian sampailah mereka di depan terminal bus yang sudah sangat sepi.
"Mas, turunkan aku di sini saja."
"Kamu yakin? Tuh lihat terminal sudah sepi. Kalau nanti ada rampok gimana?" Ada sedikit kekhawatiran Demio untuk menurunkan Yuni di tempat itu.
"Nggak usah banyak tanya! berhenti aja!" omelnya lagi karena kesal.
Demio berhentikan mobilnya, Yuni turun dari mobil dan mengucapkan terimakasih kasih kepada Demio sebelum dia menutup pintu mobil.
"Makasih mas..!"
BRUKKK
Pintu tertutup, Yuni berjalan cepat dan jalan ke dalam terminal yang sudah sepi bahkan tidak ada angkot atau bus malam di dalamnya.
"Eh buset itu cewek, lagi PMS kali ya??"
Demio parkirkan mobilnya dan ikut masuk ke dalam terminal. Yuni sudah tidak terlihat.
BERSAMBUNG YA GUYS...
#gimana dengan nasib Yuni setelah itu?