"A-ampun, Mar!" pekik Rheiny kencang saat Amar sedang memukulinya.
Semakin dia memberontak, semakin menjadi-jadi pula Amar memukulinya.
"Papa, tolong hentikan. Jangan pukuli Mama lagi!" teriak Valden mencoba menghentikan ayahnya.
Namun, dia masih kecil dan tidak bisa berbuat banyak.
"Kau! Kau juga samanya dengan Mamamu!" bentak Amar dan mulai memukuli Valden.
"Jangan! Hentikan, Mar! Dia anakmu, Hentikan!" teriak Rheiny histeris saat melihat Amar memukul putranya.
Rheiny tanpa menunggu lebih lama menghampiri Valden dan mendekapnya. Dia menerima pukulan Amar untuk melindungi putranya-Valden.
"Mama!" teriak Valden sambil menangis. Dia melihat ibunya menahan sakit, menggantikan dirinya menerima pukulan tersebut.
"Diam, Nak. Tenang saja, Mama akan melindungimu, Sayang!" lirih Rheiny pada putranya.
"Amar, hentikan! Dia bisa mati kalau kamu memukulinya seperti itu!" pekik seorang wanita paruh bayah.
"Dia membuat aku malu, Ma! Dia berani datang ke kantor dengan pakaian dan kondisi lusuh serta menjijikkannya itu! Dia ingin mempermalukanku!" teriak Amar. Emosinya semakin meluap-luap dan kembali memukuli Rheiny yang sudah mulai lemas.
"Berikan cucuku! Dia bisa mati bersama wanita busuk itu, jika kamu seperti itu, Mar!" wanita paruh baya itu menarik paksa Valden untuk mengikutinya.
"Mama! Mama! Tidak, hentikan Papa, Nek! Mama sudah tidak kuat lagi!" pekik Valden dengan wajah memelas pada Neneknya. Dia juga memohon pada sang Kakek untuk menghentikan ayahnya.
Namun, mereka berdua hanya dia dan menyeringai puas saat melihat ibunya-Rheiny disiksa.
"Valden!" teriak neneknya Valden, Tyas. Saat melihat cucunya berlari keluar rumah.
"Biarkan saja, Ma. Bisa kemana anak umur lima tahun. Sebentar lagi juga dia akan pulang!" ucap Herman santai dan tak peduli dengan Valden yang kabur.
"Hiks, mereka jahat sekali! Aku harus mencari bantuan untuk Mama!" ucap Valden tegas, meski dia menangis tersedu-sedu.
Valden melihat ke sekeliling rumahnya. Mereka semua tidak peduli dengan keadaan Rheiny, meski tahu bahwa ibunya disiksa di rumah itu. Para tetangganya hanya diam dan menonton, bahkan mereka juga menggosipkan yang tidak-tidak tentang ibunya. Valden sangat membenci mereka semua. Andaikan dia jauh lebih besar dari saat ini, dia pasti dapat melindungi ibunya.
Valden menemukan sebuah mobil yang terparkir di seberang rumahnya. Meski agak jauh, karena harus berlari melewati beberapa rumah. Namun, Valden tetap melakukannya.
Sebab dia tahu, mobil itu bukanlah penghuni di perumahan ini. Itu sebuah mobil asing. Valden adalah anak yang pintar dan cerdas. Dia bisa menghapal segala sesuatu dalam sekilas. Semua yang diperhatikan dapat diingatnya dalam sekejap. Termasuk kendaraan yang dimiliki oleh tetangga-tetangganya.
Valden berharap pemilik mobil itu mau membantunya menolong ibunya.
"Tolong, tolong!" ucap Valden berkali-kali sambil mengetuk-ngetuk kaca mobil tersebut. Dia berjinjit agar tangannya dapat sampai di atas sana.
"Saya mohon, tolong saya! Saya akan melakukan apa pun, kalau Anda mau menolong saya!" ucapnya sekakli lagi semakin tergesa-gesa.
Valden memikirkan kondisi ibunya. Terakhir dia melihatnya, Rheiny sudah dalam keadaan lemas dan tak berdaya.
Kaca mobil pun turun perlahan dan seorang pria menatap Valden dengan seksama.
"Tuan, saya mohon tolong saya! Tolong hentikan Papa agar tidak memukuli Mama lagi. Mama saya bisa mati, Tuan! Saya mohon, bantu saya. Saya akan melakukan apa pun yang Anda inginkan, bahkan menjadi b***k Anda seumur hidup pun saya rela! Asal Anda mau menolong Mama saya!" ucap Valden yang sangat tidak sesuai dengan usianya.
Mendengar perkataan Valden, membuat pria di dalam mobil itu mengernyitkan dahinya tanda tak percaya.
Entah apa yang dialami anak seperti Valden, sampai dia mengerti dari arti kata seorang b***k.
"Apa yang terjadi?!" tanya Pria di dalam mobil itu dingin.
Dia sangat penasaran, tetapi mencoba menyembunyikan rasa penasarannya itu.
"Papa, dia memukuli Mama saya, karena kami tadi tidak sengaja berada di tempat kerjanya. Papa juga mengira Mama berselingkuh, karena tadi Mama terlihat bersama pria. Karena hal itu, Papa memukuli Mama. Mama sudah tak berdaya! Dia sudah mencapai batasnya, Tuan! Tolong segera bantu saya! Di rumah tidak ada satu pun yang membantu Mama. Mereka semua sama saja, saya mohon keluar dan bantu saya!" isak tangis Valden semakin pecah memikirkan ibunya saat ini. Dia takut, jika dia kembali ke rumah. Ibunya sudah tak bernyawa lagi.
Dia tidak ingin hal itu terjadi. Valden menangis sejadi-jadinya, membuat pria di dalam mobil tersebut iba dan akhirnya keluar dari dalam mobil.
"Anda mau kemana, Tuan?!" tanya seorang pria lainnya.
"Menolong anak ini!" jawabnya singkat dan datar tanpa ekspresi.
"Tuan Aland, kita tidak bisa ikut campur dalam urusan rumah tangga seseorang!" ucap Tanu pada majikannya.
Yah! Pria itu adalah Aland Wycliff. Setelah Tanu mencari tahu semua hal tentang Rheiny, dia langsung memberikannya pada Aland.
Oleh sebab itu, Aland mendatangi rumah mereka malam ini. Namun, yang tak dibayangkan oleh Aland adalah, dia langsung mendapatkan sesuatu yang sangat tak terduga.
"Kita sudah punya alasannya, Tanu!" ucap Aland tegas sambil melirik dokumen yang ada di dalam mobil dengan dagunya.
"Tuan!" panggil Tanu pasrah.
Mereka memang berencana datang dan menggunakan promisi jabatan untuk masuk ke dalam rumah tersebut.
Namun, dalam benak Aland saat ini. Dia memiliki rencana lain. Dia melihat kesempatan yang sangat bagus.
"Tanu, jangan lupa merekam semua percakapan kita di dalam sana. Lebih baik lagi, kalau kamu mengambil video juga!" perintah Aland pada Tanu.
Dia menyuruh Tanu menyalakan perekam suara secara diam-diam. Bahkan dia menyuruh Tanu untuk merekam dengan kamera juga, bagaimana pun caranya.
Meski terdengar seperti permintaan yang sopan. Namun, apa yang keluar dari mulut Aland adalah perintah yang mutlak dan harus dilakukan.
Jika tidak, bersiaplah akan hukuman yang akan diberikan oleh Aland Wycliff, yang tidak mengenal ampun sedikit pun.
Tanu hanya menghela napas kasar sambil menyembunyikannya dari Aland. Dia benar-benar ingin sekali merutuki Aland, kalau tidak berpikir gaji yang diberikan oleh Aland sangat besar.
"Terima kasih, Tuan! Ayo!" ucap Valden bergegas berlari lebih dulu untuk masuk ke dalam rumah.
"Aku tidak berselingkuh, Amar. Aku bukan sepertimu! Jangan menuduh aku dengan sesuatu yang tidak aku lakukan!" dengan suara lirih, Rheiny masih mencoba membela dirinya. Meski kondisinya sudah sangat memprihatinkan.
"Dasar, Jalang! Berani mengelak setelah aku melihat semuanya!" Amar yang murka kembali melayangkan beberapa tendangan pada perut Rheiny. Dia bahkan menginjak-injak tubuh Rheiny.
"Mama!" teriak Valden saat melihat ibunya diperlakukan tak manusiawi.
"Papa hentikan!" pekik Valden menghampiri sang Ibu.
"Anak kurang ajar! Baiklah, kamu juga harus dihukum!" bentak Amar.
"Jang..an!"
Dengan segala kekuatan yang dimiliki oleb Rheiny, dia meraih putranya dan melindungi putranya-Valden, dengan tububnya. Menerima pukulan itu, menggantikan Valden.
Rheiny tadi sempat khawatir karena putranya dibawa pergi oleh Ibu mertuanya. Oleh karena itu, Rheiny memberontak dan mendorong Amar hingga terjatuh.
Dengan susah payah Rheiny bangkit dan berlari keluar untuk mencari putranya. Dia sedikit lega saat tidak menemukan putranya di luar kamar. Melihat kedua mertuanya sendirian tanpa cucu mereka. Rheiny berpikir, jika Valden pasti kabur dari mereka. Memikirkan hal itu membuatnya sedikit lega.
Setidaknya, putranya tidak perlu melihat semua kekejian ini atau pun mengalami kekerasan fisik lagi.
Namun, hatinya hancur saat melihat putranya kembali.
Dari ruang tamu, Rheiny dapat melihat putranya masuk ke dalam rumah. Dia menggelengkan kepalanya, dengan maksud agar putranya pergi dan jangan kembali sementara waktu.
Saat ayahnya tenang, barulah dia pulang. Namun, Valden yang ingin melindungi ibunya tidak mengindahkan tanda dari Rheiny. Valden juga percaya diri, karena dia telah meminta bantuan orang lain.
"Mama tenanglah! Aku sudah membawa bantuan. Dia sebentar lagi datang, bertahanlah, Ma!" ucap Valden pada ibunya yang masih terus mendekap dan menggantikannya menerima pukulan Amar.
Rheiny dengan wajah meringis tidak mengerti akan perkataan putranya. Namun, yang dia tahu saat ini adalah, dia harus melindungi putranya dari amukan Amar.
"Per ...!" ucapan Tanu terhenti saat melihat apa yang ada di depan matanya.
Dia sungguh tidak percaya akan penglihatannya saat ini.
Bagaimana mungkin ada orang yang begitu tega dan keji, memukul membabi buta seperti Amar.
Bahkan orang-orang di sekeliling mereka hanya melihat, tertawa, dan mendukung tindakan tak manusiawi tersebut.
"Astaga!" pekik Tyas saat melihat ada dua pria asing, yang berdiri di depan pintu rumah mereka. Menyaksikan perbuatan keji sang Putra.
Tyas dan Herman hanya takut, jika orang-orang ini melaporkan putranya kepada pihak berwajib. Mereka tidak peduli dengan Rheiny ataupun Valden. Yang hanya mereka berdua pikirkan adalah putranya, yang memberi mereka uang dan kesenangan.
"Hey, kalian!" bentak Herman tak suka.
"Apa yang kalian lakukan di depan rumah orang lain?!" tanyanya dengan nada tinggi dan ekspresi marah.
"Pergilah atau aku tuntut kalian!" ancam Herman. Dia berpikir ancaman itu akan membuat kedua pria tersebut takut dan pergi dari rumah mereka.
Namun, sayang seribu sayang. Ancaman Herman tidak membuat keduanya gentar.
"Amar hentikan! Ada orang di sini!" bisik Tyas dengan nada sedikit tinggi, tapi hanya mereka saja yang dapat mendengarnya.
Amar menghentikan perbuatannya saat ini dan mengalihkan pandangannya ke arah pintu rumah mereka.
"Berengsek!" umpatnya pelan dengan nada kesal.
"Mau apa kalian di rumahku, hah?!" tanya Amar dengan gayanya yang sombong dan merasa berkuasa.
"Kami utusan dari Perusahaan W!" kata Aland mendahului Tanu yang hendak mengatakan sesuatu.
"W?!" tanya Amar sekali lagi tak percaya. "Perusahaan tempatku bekerja?! Wycliff?!" ucapnya lagi.
"Ada apa utusan Perusahaan datang kemari?!" suara dan sikap Amar langsung berubah drastis.
Amar menatap kedua pria itu secara bergantian san beralih ke arah tangan salah satu dari keduanya, yang sedang memegang sebuah berkas.
"Mengenai promosi jabatan!" tandas Aland geram. Dia masih dapat menahannya. Aland tidak mudah menunjukkan emosinya di depan orang lain. Dia sangat pandai menyembunyikannya.
Namun, saat melihat Rheiny dalam kondisi yang sangat menyedihkan. Aland merasa diuji.
Tanu yang mengetahui ada perubahan pada majikannya. Dalam seketika merasa khawatir dan berharap tidak ada sesuatu yang tidak diinginkan terjadi.
"Promosi?! Untukku?" ucap Amar senang.
"Iyah, tapi sepertinya Anda sedang sibuk. Jadi, kami akan kembali saja," ucap Aland sambil memutar tubuhnya membelakangi mereka semua.
Tanu, pria itu menatap wajah majikannya yang menghitam dan tampak sangat mengerikan.
"Tuan, tenangkan emosi Anda," ucap Tanu pelan dengan ekspresi khawatir.
"Kita pergi dari sini!" perintah Aland dingin.
Semakin lama dia berada di sini, akan semakin berbahaya.
"Tunggu sebentar!" tahan Amar.
"Jangan terburu-buru dan masuklah lebih dulu," ucap Amar dengan sopan dan hormat.
Amar memang belum pernah bertemu dengan Aland Wycliff, Sang Pemimpin dan ahli waris dari Perusahaan W.
Meski pria itu terkenal. Namun sebenarnya, tidak semua orang mengetahui wajah sang Putra Mahkota. Hanya segelintir orang-orang saja hanya yang tahu.
Mereka yang tidak tahu hanya menduga-duga dan menafsirkn sendiri, bagaimana rupa dari seorang Aland Wycliff, idaman semua wanita dan merupakan calon suami terbaik yang pernah ada.
Bagaimana tidak, karena dengan menikahi Aland, sudah dapat dipastikan hidup mereka akan sangat terjamin dan bergelimang harta.
"Kau! Bangun dan siapkan sesuatu untuk tamu!" perintah Tyan pada Rheiny dengan kasar.
"Maaf, dia pembantu kami. Dia melakukan kesalahan dan putra kami yang bijaksana sedang memberinya hukuman yang pantas!" ucap Tyas sambil tersenyum tanpa dosa.
"Mama..," lirih Valden.
Anak itu seketika melirik ke arah Aland, seolah menyiratkan sesuatu dari pandangan matanya.
Mungkin menagih janji pada Aland untuk menyelamatkan ibunya.
"Ugh!" rintih Rheiny saat mencoba berdiri. Dia sempat terhuyung dan hampir terjatuh. Beruntung, dia berpegangan dan bersandar pada dinding di sampingnya.
"Cepatlah! Kau membuat tamu menunggu! Jangan membuat kami malu!" bentak Amar.
Pria itu benar-benar menganggap istrinya-Rheiny sebagai seorang pembantu.
Rheiny hanya bisa diam dan menahan semuanya. Air matanya jatuh dan dia masih mencoba menyembunyikan buliran bening itu.
Meski yang lain tidak melihatnya. Namun, Aland, pria itu melihat semuanya. Aland bahkan melihat saat Rheiny menghapus air mata diwajahnya secara diam-diam.
Hatinya semakin teriris. Aland baru pertama kali mengalami hal seperti ini. Dia tidak tahu harus bagaimana menangani perasaannya yang dalam keadaan terombang ambing.