Episode 1

1297 Words
Seorang gadis tengah berlari karena dikejar oleh seekor anjing harder. Dia menuruni jalan setapak dengan cepat sambil melirik jam yang tengah bertengger manis di pergelangan tangannya. Ini, hari kedua ia berkerja sebagai cleaning service. Dan hari kedua pula dirinya dikejar oleh anjing yang tidak tahu pemiliknya. Suara gonggongan terus dikeluarkan oleh anjing tersebut. Sang gadis yang tadinya berlari berhenti sejenak lalu merogoh sesuatu yang ada di dalam tasnya. Dia menyeringai, “Oho… sampai kapan kau akan mengejarku,” ejeknya sambil melempar sesuatu sepanjang dua puluh centimeter berwarna putih. “Guk… guk….” Anjing itu menggonggong ketika melihat benda tersebut. “Lihatlah… tangkap ini!” teriaknya sambil melempar sampai melambung tinggi. Hewan tersebut langsung lari mencari benda yang dilempar. Sementara gadis tersebut lari dengan kencang sampai berhenti di halte bus. “Ya… Elina! Kenapa terlambat?” tanya seseorang yang tidak jauh dari tempatnya berdiri. “Jenifer…!” panggil Elina dengan manja lalu berjalan ke arah gadis itu. Ia kemudian tersenyum penuh kesenangan. Dalam kehidupannya, Jenifer adalah penyelamat yang datang setiap kali ia butuh bantuan. Gadis tersebut seperti punya radar. “Masuklah… aku tahu kau terlambat,” ajak Jenifer sambil membuka pintu mobil dari dalam. “Kau memang sahabat terbaikku,” puji Elina dengan tulus membuat gadis tersebut tersenyum puas. Ia kemudian melajukan kendaraanya dengan kecepatan diatas rata-rata. “Hey…! Jangan gila kau, Jen. Aku bisa mati muda!” teriak Elina sambil memegang stalbet dengan kencang. Franco Company Semua karyawan yang ada di dalam gedung sedang lari tunggang langgang seperti dikejar oleh sesuatu yang menakutkan. Tidak ada yang mengeluarkan satu katapun karena seperti terbiasa dengan situasi seperti ini. Mereka berkumpul di dalam satu ruangan yang sangat besar dan berbaris rapi seperti menunggu seseorang. Tidak berapa lama kemudian, seorang pria muncul dari pintu berwarna coklat tua. Dia berjalan dengan gaya elegan. Semua karyawan pun menunduk sambil berpikir negative. Suasana pun menjadi hening dan yang terdengar adalah jam dinding yang berdetak. Hingga akhirnya, dia angkat bicara. “Angkat wajah kalian,” perintahnya dingin. Semua orang langsung mengangkat wajah masing-masing. Nafas lega terdengar jelas dari mereka. Ternyata, bukan sang bos yang ada dihadapan mereka, melainkan sang sekretaris yang ramah. “Kalian kelihatan sangat takut,” ejeknya dengan nada sedikit bergurau. “Sudah sebulan tidak bertemu, apakah kalian tak rindu padaku?” para karyawan langsung tertawa dengan sedikit ditahan. Sebulan yang lalu, adalah pengangkatan pemimpin perusahaan. Namun, dihari yang sama, sang pemimpin harus pergi ke luar negeri untuk kerjasama dengan perusahaan lain. Mereka juga belum pernah bertemu satu sama lain, hanya terkadang jika ada rapat yang mendesak, mereka melakukan dengan cara video call. Kabar beredar, bahwa pemimpin Franco Company tidak tersentuh sama sekali. Bahkan, mereka dilatih seperti korban kebakaran. Ketika ada alaram tanda kebakaran dibunyikan, semua orang bergegas masuk aula. Apabila ada yang melanggar, pemecatan didepan mata. Tidak ada yang berani protes maupun angkat bicara karena takut dengan pemimpin tersebut. Dalam waktu sebulan, julukan ‘hantu gentayang’ menyebar luas dalam perusahaan. “Aku akan memperkenalkan diri kembali. Mungkin kalian sudah lupa. Namaku adalah Daniel,” katanya dengan tersenyum. Kemudian, dia menjelaskan segala hal yang berkaitan dengan pemimpin baru mereka. Julian menyerahkansegala tugasnya kepada anak semata wayangnya, yaitu Axel. Dia juga meminta Daniel untuk bekerja bersama anaknya. Diwaktu yang sama, ada sebuah mobil mewah masuk ke dalam pakiran bawah tanah. Buunyi rem yang berdecit membuat suara bising memekakkan telinga. Untung saja, tidak ada pegawai satu pun yang ada di sana. Tidak lama setelah memarkikan mobilnya dengan kasar, seorang pria berjas senada, memakai masker, kaca mata hitam, dan juga sapu tangan hitam. Tidak lupa sebuah tongkat pendek berukuran limapuluh centimeter berwarna hitam berada ditangan. Pria itu berjalan dengan gaya arogan menuju sebuah lift terkhusus untuknya. Dia menekan tombol lalu masuk ke dalam lift. Diliriknya alroji yang sudah bertengger manis, terlihat alroji yang sangat elegan dan mahal bertahta berlian. “Aku memang sempurna,” monolognya dengan narsis tingkat dewa. Setelah pintu lif terbuka, dia berjalan dengan gagah dan bersiul tanda senang lantaran tugas Daniel yang selalu sempurna. Pria tersebut mendadak berhenti, melirik ke arah kamera pengawas yang menyala. Dia mendengus kesal, mengambil ponsel lalu menghubungi seseorang. “Aku tidak ingin wajahku tereksposm” katanya langsung mematikan ponsel dengan sepihak. Dia terus melangkahkan kaki lalu sampai di depan ruangan miliknya. Dengan pelan, dia membuka pintu. “Kalau bukan pria tua itu, aku tak sudi meneruskan pekerjaan ini.” Ketukan pintu dari seseorang membuat pria itu menoleh, “Masuk!” teriaknya dengan keras. Orang itu berdehem, “Bagaiman, kau suka dengan ruangan ini? Sudah aku desain sesuai dengan kriteriamu, Axel.” Axel kembali menatap ruangan dengan seksama. Segala benda yang disukai tertata rapi. Bahkan, miniature berharga ratusan dolar tertata rapi. Ruangan itu, tak umbah seperti pameran miniature. Di samping kanan, ada menara kastil kecil berbahan dasar kaca seperti Kristal. Tidak hanya itu, lukisan pemandangan yang menakjubkan terlihat indah menempel sempurna di dinding. Untuk bagian kiri, ada rak buku yang terisi berbagai jenis buku. Langkah kaki Axel mengarah pada pintu berwarna merah tua. Dia masuk lalu mengangguk puas, “Sempurna. Kerjamu bagus, Daniel,” ucapnya dengan bangga. “Aku akan pergi menghadiri rapat kecil. Istirahlah terlebih dahulu.” Daniel berbalik arah lalu menghentikan langkahnya, “Untuk Apartemen yang kau minta, aku sudah menyiapkannya. Kita tidak tinggal bersama, karena aku bukan pengasuhmu.” Axel mendengus kesal mendengar perkataan Daniel. Seharusnya, tidak ada penolakan dari setiap perkataannya. “Kau lupa dengan janjimu yang selalu bersamaku.” Daniel menoleh, “Ayolah, Bung. Aku juga ingin bersenang-senang dengan para gadis. Sepuluh tahun tinggal bersamamu membuatku bosan,” keluhnya dengan senyum mengembang. Dia sengaja melakukan itu karena tidak ingin Axel bergantung padanya. Lagi pula, ini juga saran dari Albert. “Terserah,” jawab Axel dingin, sedikit marah karena penolakan itu. Daniel tersenyum puas kemudian melanjutkan langkahnya untu keluar ruangan. Dia mengirim pesan kepada atasaanya lalu tertawa dengan riang. “Setidaknya, aku bebas bersama dirinya. Tidak harus dua puluh empat jam.” Saran dari Albert membuatnya senang tiada tara. Dia bisa melakukan banyak hal selama tidak bersama Axel. Meskipun keduanya tinggal bersama, mereka selalu menghargai privasi. ****** Elina keluar mobil milik Jenifer. Dia berlari dengan cepat menuju ke bagian ruangan Cleaning Servis. Salah satu karyawan senior menegurnya, “Kau terlambat lagi!” teriaknya dengan nada sinis membuat gadis itu menyatukan kedua alisnya. dia melirik jam yang ada di dinding, “Kurang lima menit, Lisa,” jawabnya sambil menunjuk ke arah letak benda yang berdetak itu. “Cari alasan! Pergi…! Masuk ke ruang pemimpin. Kau bersihkan ruangan itu,” titah Lisa sambil melipat tangan, menatap Elina dengan tajam. Dia mengambil seragam lalu melempar tepat ke wajah gadis tersebut. “Pakai itu! Jangan buat kesalahan!” Lisa berbalik arah dengan kasar lalu tersenyum puas. Terus terang, dari awal dia tidak menyukai Elina kerja di perusaan itu. Untuk membuatnya keluar, dia meminta hal yang paling dilarang keras. “Beruntung kau tadi tidak ikut masuk ke dalam Aula. Jadi, kau tidak tahu peraturan baru di kantor,” gumam Lisa dengan senang. Setelah Lisa meninggalkan Elina, gadis itu langsung bergegas ganti baju lalu mengambil peralatan kebersihan. Dia menggeram kesal dengan tingkah Lisa yang sok berkuasa. Andai saja dia tak mengormatinya, sudah pasti pukulan yang berbicara. “Aku bukan gadis lemah yang mudah ditindas. Tapi, kali ini akan kubiarkan terlebih dahulu,” kata Elina lirih dan terus berjalan menuju ke ruangan pemimpin. Setelah menempuh perjalanan lima menit, Elina sudah sampai di depan ruangan pemilik perusahaan. Dia mengetuk pintu berulang kali, tapi taka da jawaban. Akhirnya, gadis itu memutuskan untuk masuk begitu saja. Mata indah Elina mencari keberadaan sang pemilik ruangan. Dia tanpa sadar terkagum melihat dekorasi ruangan itu, “Astaga… apakah ini pameran? Kenapa banyak sekali miniature disini?” tanya pada diri sendiri. Elina masuk ke dalam ruangan dan melihat seksama benda-benda yang sudah tertata rapi itu. Matanya berbinar cerah, “Oh god… jika Elesh melihat ini, pasti dia akan kegirangan.” Elesh sama dengan Axel, memiliki hobby menyimpan dan membeli miniature. Namun, karena terbatas biaya, adik Elina membeli barang imitasi. “Bolehkah aku menyentuh salah satunya,” monolog Elina sambil mengulurkan tangan hendak menyentuh miniature berbentuk mobil itu. Dia sangat penasaran dengan ke aslian dari benda tersebut. Tangan Elina terlihat gemetar dengan dahi berkeringat sebesar biji jagung yang tertempel jelas. Ludahnya menelan kepayahan sambil terus menggerakkan tangannya menuju ke benda itu.  BERSAMBUNG
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD