Bidadari surga

2025 Words
"Enggak, Kak Abraar nggak jadi nganterin kamu," kata Bella menyerobot jawaban membuat Abraar sedikit mendelik menatapnya karena dengan entengnya gadis itu memutuskan, begitu juga dengan Nasya, gadis manis itu menatap Bella dan Abraar dengan tatapan kecewa, "tapi nganterin kita sekaligus, kamu pengen ke toko buku kan? aku pengen jalan jalan jadi kita pergi bareng aja. Iya kan Kak? iya kan, iya kan?" Meisya menggelengkan kepala melihat sifat ceria Bella, Abraar hanya diam Sambil mengerutkan keningnya menatap Bella merasa tidak bisa menolak apa yang gadis itu inginkan. "Bell, kamu tau nggak, kalau ngeliat kamu tuh Mama jadi inget masa masa muda Mommy kamu dulu tapi kamu ribuan kali lebih ... lebih apa, ya ...," kata Meisya yang merasa kesulitan menemukan kata kata yang tepat. "Lebih, apa, Ma? Mama bilang aja nggak usah malu malu," kata Bella sambil menatap Meisya dengan rasa penasaran. "Lebih, apa, Sayang?" tanya Meisya pada sang suami, "coba kamu tanya Papa deh." "Lebih apa, Pa?" Samuel juga bingung karena sang istri malah melemparkan pertanyaan itu padanya. "Lebih, ceria, lebih enerjik, lebih ... lebih unik," jawab Samuel setelah sedikit berpikir. "Lebih cerewet," imbuh Abitha membuat Bella mendelik gemas padanya. "Lebih pemales juga," tambah Meisya, Bella melenguh protes menatap wanita itu, "dulu Mommy kamu giat banget loh belajarnya, padahal udah nikah tapi dia tetep rajin kuliah, enggak kayak kamu kabur kaburan terus." Abraar, Nasya dan Abitha menahan tawa mendengarnya. "Ya ... abis gimana, ya, Ma. Aku males banget kuliah, apa karena aku kurang motivasi kali ya," kata Bella sambil menatap Meisya, kedua mata indah itu berbinar seperti tiba tiba ada sebuah lampu menyala di kepalanya, "aku tau!" "Tau apa?" tanya Abraar penasaran pemuda itu bahkan bertanya dengan mulutnya yang masih di penuhi makanan. "Mommy sama Mama lulus kuliah setelah nikah, apa aku harus nikah dulu biar punya motivasi buat lulus kuliah?" kata Bella penuh semangat, Samuel yang mendengarnya bahkan sampai tersedak makanan yang sedang di kunyahnya, buru buru laki laki itu mengambil minum. Bella menatap aneh semua yang ada di ruang makan itu yang juga dengan terkejut menatapnya. "Kamu mau nikah sama siapa? emang kamu punya pacar?" tanya Abraar sambil menahan tawa tapi akhirnya pemuda itu tidak tahan dan tertawa juga. Bella menatap Abraar dengan raut wajah datar lalu merengut putus asa dan menjawab pelan, "enggak." "Cari pacar dulu baru nikah, Kak, emang Kakak mau cari suami di biro jodoh? iya kalau ketemu yang ganteng kalau ketemu yang jelek gimana?" tanya Nasya sambil tertawa kecil. "Emang Kak Bella bisa cari pacar? Cowok mana ada yang mau deket sama Kak Bella yang galak ini, mereka pasti takut di banting!" sahut Abitha apa adanya. Ya, apa adanya. Bella yang manja seperti yang kalian tahu di bab pertama cerita ini hanya ada jika Bella di dekat Abraar kalau sama cowok lain? jangan di tanya! Bella adalah seorang guru taekwondo di kota tempatnya tinggal, bukan omong kosong kalau Abitha bilang cowok takut di banting Bella yang galak. "Siapa bilang, aku nggak galak, Tha, aku cuma tau gimana cara jaga diri," jawab Bella membela diri. "Iya, jaga diri, tapi enggak dengan cara matahin lengan cowok cuma gara gara mau ngambil daun kering yang jatuh di atas rambut Kak Bella juga kan?" sahut Abitha membuat Bella teringat kejadian satu tahun yang lalu. Kala itu seorang pemuda teman kuliahnya sedang melakukan pendekatan dengannya, Bella yang terkejut karena pemuda itu tiba tiba mengelus kepalanya langsung menerima pitingan hingga mengalami cidera di lengan kanannya. Bella kabur dari rumah selama dua hari dan menginap di rumah Samuel saat itu. "Enggak sengaja," jawab Bella sambil menahan malu. "Enggak sengaja bikin patah tangan orang apalagi sengaja, bisa yang lainnya yang patah nanti!" gumam Abraar sambil menahan tawa, tentu saja Bella mendelik kesal padanya. *** "Sayang, ya, Abitha enggak bisa ikut coba dia ikut pasti lebih rame," kata Nasya pada kedua orang yang berjalan di sebelahnya. "Iya, aku kadang khawatir dia jadi lebih cepet tua karena hidupnya terlalu serius, belajaaarrrrrr terus," sahut Bella yang berjalan sambil menikmati pop corn rasa caramel di tangannya. "Ya enggak lah, Kak, Abitha juga suka jalan jalan, suka maen juga cuma kan dia mau ikut Olimpiade matematika Minggu depan jadi dia harus lebih banyak belajar saat ini," jawab Nasya yang kebetulan memang satu sekolah dengan putri bungsu Meisya itu. "Kamu juga gitu, ngapain libur libur gini ke toko buku? Mau beli buku apa?" tanya Bella pada Nasya yang malah mengulum senyum malu. "Mau beli novel," jawab Nasya, membuat Bella tersenyum meledeknya. "Pasti novel romantis ya? cie ... jangan jangan kamu lagi jatuh cinta nih!" benar kan yang Nasya duga Bella pasti meledeknya. "Enggak, masa cuma karena aku baca novel aja Kakak jadi bilang aku lagi jatuh cinta," elak Nasya tapi dari senyum gadis itu Bella tahu kalau tebakannya tidak salah, Abraar hanya diam mengikuti gadis itu sambil mendengarkan mereka mengobrol. "Kak, mau nggak?" tanya Bella sambil memberikan bungkus pop corn nya pada Abraar yang sedang menatap Nasya melangkah penuh Semangat memasuki toko buku, gadis itu tersenyum lebar saat mendekati rak buku dengan tulisan Novel di atasnya menandakan jika buku buku yang terjajar di rak itu adalah puluhan bahkan ratusan judul novel karya dari berbagai nama pena. "Bell, emang bener menurut kamu Nasya lagi jatuh cinta?" tanya Abraar sambil memakan pop corn yang Bella berikan, pemuda itu tetap menatap Nasya yang sedang memilih beberapa novel dengan membaca sampul belakangnya. "Dari senyumnya sih kayaknya iya," jawab Bella ringan, "kenapa? Kamu cemburu?" "Hah?" Abraar menatap wajah Bella yang berdiri di sebelahnya dengan mata melotot karena terkejut mendengar pertanyaan gadis itu, Bella malah terkekeh geli. "Kenapa aku harus cemburu?" sahut Abraar ringan karena dalam hatinya pemuda itu memang hanya menganggap Nasya sebagai adiknya, begitu juga dengan Bella. "Ya siapa tau aja, karena kalau Nasya punya pacar kan ke mana mana ntar dia sama pacarnya enggak ngajak Kak Abraar lagi, nggak ada yang ngerepotin kak Abraar lagi, Entar Kak Abraar kesepian," sahut Bella, mereka berdua masih saja berdiri di sudut toko buku dekat pintu masuk sementara Nasya sudah tidak tahu berada di mana, tubuh mungilnya tidak lagi terlihat di antara rak rak buku yang tinggi. "Ya enggak lah, kan Kakak masih punya Abitha," jawab Abraar ringan, Bella malah menahan tawanya. "Abitha juga udah punya cowok kali kak," sahut Bella tidak kalah ringannya membuat Abraar kembali terlihat terkejut. "Hah? emang iya? dia cerita sama kamu? Kok enggak cerita sama Kakak?" Abraar memberondong Bella dengan pertanyaan karena apa yang Bella katakan benar benar tidak ia ketahui. "Ya mungkin Abitha malu cerita sama Kak Abraar karena Kak Abraar cowok, dia ceritanya sama aku kan aku juga kakaknya dan kami sama sama cewek," sahut Bella, gadis itu kembali mengambil bungkus pop corn yang Abraar pegang karena pemuda itu tidak lagi memakannya. "Terus, kalau Nasya gimana? dia cerita juga kalau dia punya cowok?" tanya Abraar penuh selidik. "Enggak, Kak Abraar tau sendiri Nasya dari dulu pendiam, tertutup dan terlalu kalem gitu," sahut Bella sambil menatap Nasya yang sudah mendapat beberapa buku di tas belanjaannya, "tapi sih aku yakin ada cowok yang dia suka." "Ya udah kalau mereka berdua udah punya cowok dan sibuk sama cowok masing masing, biarin aja toh Kakak masih punya satu adik lagi. Yang paling nyebelin lagi!" kata Abraar sambil mencubit gemas pipi gadis yang berdiri di sebelahnya, Bella mengaduh sebal. "Atau ... Kakak cari cewek juga deh, biar nggak di ledekin jomblo terus sama Papa!" sambung Abraar setengah bergumam. "Jangan! Kak Abraar jangan punya pacar!" jawab Bella tegas membuat Abraar mengerutkan keningnya menatapnya. "Kenapa?" tanya Abraar heran. "Ntar ribet, kalau Kak Abraar punya pacar aku jadi susah jalan sama kak Abraar kalau aku ke sini, terus ntar dia cemburu cemburuan sama aku, dih, enggak usah deh, ribet, repot!" jawab Bella sambil menggedikkan bahunya geli. "Dih, nggak sadar diri sendirinya yang suka bikin repot!" sembur Abraar, Bella cemberut mendengarnya. "Loh, Mas Abraar sama Kak Bella dari tadi cuma di sini? enggak cari buku juga?" tanya Bella yang sudah selesai memilih buku yang ingin dia beli. "Enggak, nggak ada yang pengen Mas beli," jawab Abraar dengan senyum manisnya. "Kak Bella nggak beli buku?" tanya Nasya sambil tersenyum karena sudah tahu apa jawaban gadis itu. 'enggak'. "Oh, aku tau kamu lagi jatuh cinta sama siapa," kata Bella sambil menatap wajah Nasya membuat gadis itu terkejut, Abraar menatap kedua gadis itu bergantian dengan wajah penasaran. "Ap—apa sih, Kak, aku nggak jatuh cinta," jawab Nasya tergagap dengan wajah yang tiba tiba pias seolah begitu takut orang lain begitu takut orang lain mengetahui apa yang selama ini dia kubur dalam dalam di hatinya. "Iya, keliatan banget kok kalau kamu lagi jatuh cinta. Kamu lagi jatuh cinta sama Arandaru kan!" tebak Bella sambil tertawa kecil, Nasya tersenyum lebar dengan rasa tenang menyapu hatinya menghempas rasa cemas yang tadi begitu dia rasakan. "Iya, kakak emang peka banget!" jawab Nasya sambil tersenyum lebar membenarkan tebakan Bella, Abraar yang berjalan di belakang kedua gadis yang sedang berjalan menuju kasir itu mendengarkan dengan rasa penasaran yang semakin besar. "Iya, dong!" sahut Bella dengan bangganya. "Eh, eh, kalian tuh ngomongin siapa sih? Bell, kamu kenal sama cowok yang Nasya suka?" tanya Abraar menyela obrolan kedua gadis itu karena rasa penasarannya, Bella dan Nasya tertawa geli melihat ekspresi wajah Abraar yang tidak tahu apa apa. "Kenal dong, malah aku udah lebih dulu jatuh cinta sama dia," jawab Bella, kedua mata Abraar mendelik mendengarnya. "Emang dia siapa kok Kakak nggak kenal? dia anak mana?" tanya Abraar cepat, Bella dan Nasya kembali tertawa geli. Mereka sudah berdiri di depan meja kasir dengan beberapa orang lain sedang mengantri di depan mereka. "Tuh, Arandaru itu nama penulis novel, coba deh Kak Abraar baca novel novelnya aku jamin Kak Abraar juga bakalan jatuh cinta juga," jawab Bella sambil menunjuk novel di dalam tas plastik transparan yang Nasya pegang hingga novel yang hendak Nasya beli terlihat. Abraar berdecak gemas karena kedua gadis itu berhasil mengerjainya, Bella dan Nasya terkekeh geli. "Ayo dong, Kak, main lagi." "Ayo Nasya kita main lagi." Bella merengek pada Abraar dan Nasya di wahana permainan anak yang ada di pusat perbelanjaan itu padahal mereka sudah lumayan lama bermain. "Enggak, ah, Kakak capek mau istirahat dulu," jawab Abraar yang lalu duduk di sebuah kursi yang memang di sediakan sebagai tempat menunggu. "Aku juga mau istirahat dulu, Kak, aku juga udah laper tau!" jawab Nasya juga dengan sebuah rengekan. "Iya abis ini kita makan aku ngabisin saldo dulu, ya," jawab Bella tanpa menunggu jawaban dari Nasya dan Abraar gadis itu sudah berlari mendekati tempat bermain mini Hokky dan mengajak seorang anak bermain dengannya. Abraar tertawa kecil sambil menggelengkan kepalanya melihat keceriaan Bella. "Anak itu, padahal makannya dikit tapi energinya nggak abis abis," kata Abraar sambil menatap Bella yang serius bermain dengan tawa cerianya. "Iya, Kak Bella makannya dikit," sahut Nasya asal, gadis itu menatap mata Abraar yang begitu berbinar saat menatap Bella. "Iya, kalau makan rawon aja nggak pernah semangkok abis, pasti Mas yang ngabisin," sahut Abraar, sambil menatap Nasya singkat lalu kembali menatap Bella. Nasya tersenyum tipis lalu berkata, "iya, aku sampe apal kebiasaan kalian, dan kalau orang yang nggak tau pasti ngiranya kalian berdua pacaran." "Ya mungkin orang bakal menilai lain, tapi yang jelas Bella emang berharga banget buat kami. Mas masih inget banget waktu kecil Mas pengen banget punya adik, Mas bahagia waktu Abitha lahir, tapi ternyata ada sebuah kebahagiaan lain yang Mas rasakan setelahnya," kata Abraar dengan pandangan menerawang. "Apa, Mas?" tanya Nasya sambil menatap pemuda itu. "Bella itu, seseorang yang pertama kali mengajarkan pada Mas sebuah kesedihan yang teramat sangat, juga mengajarkan sebuah kebahagiaan, mengajarkan sakitnya kehilangan dan bahagianya saat apa yang kita kira pergi untuk selamanya tapi kembali lagi. Bella selalu membuat kami ingin memeluknya dan mengatakan kami tidak ingin kehilangan kamu lagi," kata Abraar menyatakan betapa berharganya Bella dalam hidupnya. Nasya tersenyum, gadis itu sudah mendengar tentang kejadian di masa kecil Abraar dan Bella, kejadian yang begitu berat saat Bella di nyatakan meninggal dunia lalu kembali lagi kayaknya bidadari surga. Nasya tahu mengapa Bella begitu berharga untuk mereka. "Kak Bella begitu berharga buat Kak Abraar," kata Nasya sambil menatap Bella yang sepertinya sudah selesai bermain, gadis itu lalu menoleh dan menatap Abraar yang sedang menganggukkan kepalanya sambil tersenyum yakin. "Lalu aku? Aku apa dalam hidup kamu, Mas? Apa aku juga berharga seperti Kak Bella dalam hidup kamu?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD