Bab 6 - Selalu Terbayang

2355 Words
Bab 6 - Selalu Terbayang Terbayang senyuman Habibah yang sangat cantik. Membuat hatinya bergetar hebat. Baru kali ini Hafidz jatuh cinta ada bidadari masjid. Hafidz rela melakukan apapun asal bisa mendapatkan hatinya. Hafidz tiba di restoran untuk menunggu sang investor. Baru lima menit Hafidz duduk di kursi restoran. Sekretarisnya menelepon Hafidz lagi. "Halo, Iya Dina ada apa? Saya baru saja sampai ke restoran untuk menemui investor," ucap Hafidz. "Mohon maaf sekali pak, baru saja tadi investornya mengajarkan kalau beliau membatalkan untuk investasi di perusahan kita," lapor Dina hati-hati. Kondisi perusahaan memang sangat genting. Namun, tetap saja sebagai sekretarisnya Hafidz ia harus tetap melaporkan setiap apapun yang jadi dalam pekerjaannya. "Oh ya sudah, tidak apa-apa. Terimakasih," Hafidz langsung menutup teleponnya. Ia merasa sangat kecewa. Lagi-lagi investor batal menanamkan modalnya. Tadinya Hafidz sudah sangat senang sekali. Setidaknya masih ada harapan untuk perusahaannya lebih maju. Sejak tadi Hafidz bukanya memikirkan perusahaan, tapi malah memikirkan bidadari masjid itu. Apa mau bidadari masjid itu pada Hafidz? Dalam ilmu agama Hafidz akui, ia masih sangat kurangnya. Kalau soal shalat, Hafidz Inssya Allah tidak pernah melewatkannya. Hanya dalam hal membaca Al-Qur'an. Hafidz masih belum rutin melakukannya. Hafidz merasa mau ingin mendapatkan bidadari masjid, tapi dirinya saja masih kurang dekat pada Allah. Hafidz pergi dari restoran itu. Ia kendarai mobil itu menuju masjid yang dulu Hafidz bertemu dengan Habibah. Hafidz tidak akan menggangu Habibah, jika memang dia ada di sana. Hafidz hanya ingin bertemu. Setidaknya menghibur hatinya yang lara. Ternyata berharap hanya boleh pada Allah, berharap pada manusia bisa saja ingkar. Seperti beberapa investor yang sudah beberapa kali ingkar janji, membatalkan menginvestasikan uangnya di perusahaan Hafidz. ********** Siang ini Habibah di kejutkan oleh seorang pria yang datang ke rumahnya. Habibah tahu, itu pak Suryo. Kepala cabang di tempat Habibah bekerja. Dia memang selalu berusaha mendekati Habibah. Memaksa Habibah untuk memberikan alamat rumahnya, Habibah selalu menolaknya. Lalu dari mana beliau mendapatkan alamat rumahnya Habibah? Pasti dari orang kantor. "Maaf Bu, pak siang-siang seperti ini saya menganggu. Perkenalkan saya Suryo Atmaja Diningrat. Saya kepala cabang di tempat dek Habibah bekerja. Begini pak, Bu. Maksud tujuan datang saya ke sini. Adalah mau melamar dek Habibah. Saya sebetulnya sudah sejak lama ingin ke sini, tapi dek Habibah selalu menolaknya," ucap pak Suryo. Habibah mendengarkan percakapan pak Suryo di ruang tengah. Habibah yakin, Abi Arifin tidak akan merestui maksud pak Suryo. "Oh begitu, usia bapak sekarang berapa tahun? Tanya Abi Arifin tanpa basa basi. "Saya sudah emapt puluh tujuh tahun," sahutnya. "Mohon maaf sekali pak, putri saya usianya masih kepala dua. Sementara bapak sudah kepala empat. Kalau menurut saya, anda lebih pantas jadi ayahnya dibandingkan jadi suaminya. Mohon maaf pak, sepertinya anak saya juga tidak akan mau dengan bapak," ucap Abi Arifin tegas. Dia tidak mau anaknya sampai salah langkah. "Pak, saya tahu itu pak, tapi saya akan jamin kebahagiaan anak bapak. Setelah dek Habibah menikah dengan saya. Dia akan langsung saya kasih rumah, apapun yang dek Habibah mau akan saya berikan," rayu pak Suryo. Tidak akan mempan, Abi Arifin tidak tertarik pada harta yang melimpah dan jabatan yang tinggi. Di usia pak Suryo yang sudah empat puluh tujuh tahun. Tentunya tidak menutup kemungkinan dia sudah menikah. Entah masih punya istri atau sudah menjadi duda. Yang jelas, menurut Abi Arifin pak Suryo tidak pantas bersanding bersama putrinya. Seperti yang Abi Arifin bilang, pak Suryo lebih pantas jadi ayahnya Habibah di bandingkan suaminya. Usia mereka terpaut sangat jauh. Hanya beda beberapa tahun dengan Abi Arifin. Habibah pasti akan jadi bahan gunjingan, jika menikah dengan pak Suryo. Abi Arifin yakin, Habibah juga tidak menyukai pak Suryo. "Harta tidak bisa menjamin kebahagiaan seseorang pak. Anak saya tidak bisa di beli dengan harta. Sejak kecil saya mendidik anak saya dengan agama Islam. Kalau Habibah mau dengan pak, saya tidak akan langsung setuju begitu saja. Saya akan mengajukan beberapa bersyaratan. Saya sangat mendambakan menantu yang penghafal Al-Qur'an. Jadi bukan kaya dari segi materi saja. Namun, kaya ahlaknya juga. Karena harta bisa hilang, tapi ilmu akan terus mengalir. Bahkan ketika kita sudah meninggal." Abi Arifin memang paling tegas soal memilih jodoh untuk anaknya. Karena itu demi masa depan anaknya. Jadi tidak boleh sembarangan asal mengiakan saja. Ucapan Abi Arifin seeprti menohok hatinya. Harga dirinya merasa terluka. Ia menyesal sudah melamar Habibah. Ia merasa di rendahkan. Dari orang-orang di Kantor. Habibah pernah dengar, kalau pak Suryo itu mempunyai tiga istri dan lima anak dari hasil ketiga pernikahannya. Mana mau Habibah jadi istri keempatnya. "Ya sudah pak, saya pamit." Pak Suryo pergi dari rumah Habibah sambil terus komat Kamit menggerutu. Meskipun pelan, tapi Abi Arifin masih bisa mendengarkannya. Kata pak Suryo. " Belagu banget sih, sok suci tidak bisa di beli dengan harta. Pakai suruh dekat sama agama. Memang dia siapa? Tuhan, masalah agama itu biar jadi urusan saya. Sekalipun saya masuk neraka siapa yang perduli," begitulah kira-kira umpatan pak Suryo. "Habibah, ke sini!" Panggil Abi Arifin. Pasti dia mau mengkonfirmasi tentang kedatangan pak Suryo. Habibah menghampiri Abi Arifin dan umi Abidah. Sejak tadi umi Abidah diam saja, karena kalau obrolan serius. Dia tidak mau ikut campur. Lebih baik suaminya saja yang menyelesaikannya. Umi Abidah percaya, kalau Abi Arifin tahu mana yang terbaik buat anaknya. "Kamu kenal dengan bapak yang baru saja datang?" Tanya Abi Arifin. "Kenal Abi, dia kepala cabang di kantor Habibah. Dia terus mengejar Habibah. Meskipun Habibah sudah menolaknya," jawab Habibah. "Jauhi bapak yang tadi. Abi tidak suka dengan umpatannya. Dia meremehkan keluarga kita. Bahkan dia bilang soal dia masuk neraka dan sebagainya. Abi tidak mau kamu punya suami yang jauh dari agama. Kamu harus lebih berhati-hati, nak. Setelah dipikir. Apa kemauan umi kamu itu ada benarnya. Kamu harus segera menikah. Agar kamu terlindungi. Suami kamu nanti akan menjaga kamu. Kalau kamu sudah menikah, tidak akan ada lagi orang yang datang ke rumah untuk melamar kamu. Kamu harus mulai memikirkan hal itu. Abi tidak mau ada orang jahat yang nantinya berbuat jahat sama kamu," nasihat Abi Arifin panjang lebar. Terlihat Abi Arifin sangat mencemaskan Habibah. "Inilah alasan kenapa umi meminta kamu untuk segera menikah. Bukan soal enggak laku atau apapun persepsi orang lain. Umi hanya ingin menghindari hal ini, Habibah. Umi yakin pak Suryo pasti sudah punya anak dan istri," tambah umi Abidah. "Iya, umi. Beliau sudah punya tiga istri dan lima anak," jawab Habibah. "Astaghfirullah, untung saja Abi masih ada di rumah. Kalau dia datang saat Abi di luar kota. Akan jadi apa nantinya. Ingat Habibah, kamu harus jaga jarak dari pak Suryo. Abi tahu, kamu bisa jaga diri, tapi kalau pak Suryo. Abi tidak yakin dia bisa menahan diri. Kamu jangan pernah sendirian di kantor. Kamu harus terus bersama Hanifah," pinta Abi Arifin. Inilah kecemasan seorang ayah yang anaknya belum menikah. Berharap ada yang datang melamar putrinya, tapi bukan berarti yang sudah beristri dan mempunyai anak. Setelah berbincang panjang lebar dengan Abi Arifin dan umi Abidah. Habibah masuk ke kamar mandi. Habibah berwudhu, kemudian masuk ke kamarnya. Ia langsung membaca Al-Qur'an untuk menenangkan hati dan pikirannya. Usai membaca Al-Qur'an. Habibah tertidur dan bermimpi. Ia malah memimpikan pria bernama Hafidz yang Minggu lalu ia temui di masjid. Saat itu, Habibah melintas dihadapan Hafidz. "Assalamualaikum, ukhti Habibah," sapa Hafidz. Habibah sedikit mundur untuk menjaga jarak. Habibah tidak boleh saling bersentuhan dengan yang bukan muhrimnya. "Iya, mas. Maaf ada apa ya?" Tanya Habibah. Perasaan jama'ahnya tadi semuanya perempuan. Kenapa ada lelaki yang nyasar ke sini? "Saya sangat tersentuh dengan tausiah yang kamu berikan. Kamu sungguh sangat cerdas dalam mengangkat sebuah tema dalam tausiah. Saya boleh kenalan sama kamu?" Hafidz mengulurkan tangannya. "Nama saya Muhammad Hafidz." Hafidz memperkenalkan diri. "Saya Habibah." Habibah tidak membalas uluran tangan Hafidz. Harusnya Hafidz mengerti kalau lelaki dan perempuan yang bukan muhrimnya. Tidak boleh saling bersentuhan. Habibah hanya menyatukan kedua tanganya di dadanya. Hafidz mengerti dengan gerakan yang Habibah lakukan. Hafidz lupa, saking terpesona sama bidadari masjid. Ia sampai lupa, kalau perempuan seperti Habibah pasti sangat menjaga dirinya. Dia tidak mau di sentuh dengan bukan yang muhrimnya. "Eeemmm... Maaf ya, Habibah pasti kaget dengan kedatangan saya. Saya juga tidak sengaja mendengarkan tausiah yang kamu berikan. Saya benar-benar tersentuh," ulang Hafidz. Habibah sebetulnya tidak enak berbicara seperti ini dengan orang baru. Apalagi yang sedang mengajaknya bicara adalah seorang lelaki. Habibah takut terjadi fitnah. Sepertinya Habibah harus mencari cara agar pembicaraan mereka ini cepat berakhir. "Pulang sendiri saja? Mau saya antar?" Tawar Hafidz mencoba akrab dengan Habibah. "Tidak usah, mas. Rumah saya dekat kok dari sini. Terimakasih atas tawarannya," ucap Habibah sopan. Meskipun sedikit risih. Habibah harus tetap sopan. Ia tidak boleh terlihat jutek. Karena berprilaku sopan itu tidak boleh memilih-milih. Habibah harus sopan pada semua orang. Kecuali sama orang yang sudah tidak bisa di ajak sopan sih. Baru Habibah akan bersikap cuek. "Oh begitu. Habibah sudah punya suami?" Ceplos Hafidz. Bodoh! Kenapa nanya itu di pertemuan pertama kamu sih, Hafidz! Habibah pasti risih karena kamu menggodanya, umpat Hafidz dalam hati. "Maaf, mas. Saya pulang dulu. Assalamualaikum," pamit Habibah langsung berjalan cepat meninggalkan Hafidz. "Wa'alaikumussalam, tuh kan Habibah pasti marah di tanya soal ini. Bisa-bisanya aku keceplosan menanyakan hal itu!" Sesal Hafidz berbicara sendiri. Habibah sudah pergi meninggalkan Hafidz. Ia harus sedikit lebih sabar. Tadi main ngegas saja. Pantas saja Habibah sampai kabur. Baiklah, Hafidz harus sering ke masjid ini. Agar bisa mendengarkan tausiah dari Habibah. Agar Hafidz bisa mencari tahu lebih dalam soal Habibah. Hafidz pulang dengan perasaan senang. Bertemu dengan bidadari masjid membuat Hafidz senyam senyum sendiri. Hafidz jatuh cinta pada pandangan pertama pada Habibah. Ustadzah muda yang membuat hati Hafidz menjadi damai. Sepanjang perjalanan Hafidz menyetir saat lampu merah. Banyak pengemis yang meminta-minta. Hafidz berikan uang secukupnya pada mereka. Mulai detik ini, Hafidz akan sering bersedekah. Meskipun hanya sedikit, tapi besar manfaatnya bagi mereka yang membutuhkan. Meskipun usaha Hafidz diujung kebangkrutan. Hafidz tetap harus menyisihkankan sebagian hartanya untuk bersedekah. Hafidz yakin dengan bersedekah, Allah akan menambahkan rezekinya bahkan akan melipatgandakan. ********* Habibah baru saja sampai rumah. Habibah sebal karena tadi ada lelaki yang baru saja dikenal menggodanya. "Pulang dari masjid kok, mukanya di tekuk seperti itu. Enggak boleh begitu ah!" Tegur umi Abidah. "Umi, tadi Habibah ketemu lelaki. Dia godain Habibah. Pakai nanya-nanya Habibah udah punya suami apa belum. Habibah risih kalau harus ditanya kayak gitu," oceh Habibah pada umi Abidah. Rasanya benar-benar sebal kalau ada orang baru ikut campur urusan pribadinya. "Habibah, lelaki itu pasti jatuh cinta sama kamu. Umi sudah paham soal itu. Kamu itu cantik, nak. Pantas saja banyak orang yang suka sama kamu. Apalagi sekarang kamu sudah pintar bertausiah. Lelaki mana yang tidak tergila-gila dengan perempuan yang cantik dan cerdas seperti kamu. Siapa tahu itu jodoh kamu, Habibah. Allah punya cara tersendiri untuk mempertemukan kamu sama jodoh kamu. Dan kalau kamu sudah ketemu sama jodoh kamu. Kamu tidak boleh menolaknya," wajengan panjang dari umi Abidah. Umi Abidah paling semangat memang kalau membicarakan soal jodoh dengan Habibah. Namun, Habibahnya masih dingin-dingin saja. Bahkan banyak lelaki yang datang mengkhitbah Habibah ia tolak. Karena di hatinya, Habibah ingin jatuh cinta pada lelaki itu. Tidak mau sembarangan menerima orang jadi suaminya. Habibah harus teguh pada pendiriannya. Prinsip hidup hanya sekali, menikahpun hanya sekali. Maka dari itu, harus mencari yang terbaik untuk hidup lebih baik. "Habibah enggak yakin kalau dia jodoh Habibah. Udah ah umi! Habibah lagi sebel malah ngomongin soal jodoh. Habibah mau ambil air wudhu saja dulu. Supaya Habibah enggak sebal lagi." Habibah pergi ke kamar mandi untuk wudhu. Umi Abidah hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia sudah tahu betul sifat anaknya. Kebiasaan Habibah kalau lagi sebal atau sedang marah memang seperti itu. Pergi ke kamar mandi, ambil air wudhu. Kemudian dia berdzikir atau tadarus. Agar suasana hatinya kembali tenang. Beruntungnya mempunyai anak yang sholeha seperti Habibah. Umi Abidah tidak perlu khawatir pada Habibah soal menjaga diri. Habibah pasti sangat menjaga kehormatannya sebagai perempuan muslimah. Damai rasanya anaknya bisa dengan pandai menutup auratnya. Habibah itu bagai permata yang sangat berharga bagi umi Abidah. Kedua anak umi Abidah memang sejak kecil sudah diterapkan ilmu agama yang sangat kental. Itu karena abi Arifin yang menginginkan anak-anaknya bisa terkendali dengan ilmu agama Islam. Jika ilmu agama islam sudah di terapkan dari kecil, maka akan menempel sampai besar dan akan di jadikan kebiasaan. Dan syukurlah, Hanifah dan Habibah bisa menjadi anak-anak yang sholeha. Karena anak adalah harta. Titipan Allah yang harus dijaga dan didik dengan benar. Karena nanti di akhirat akan menjadi pertanggung jawaban apa saja yang orang tua ajarkan pada anaknya. Jika anak-anaknya menjadi anak sholeha. Maka akan menjadi amal ibadah untuk orang tuanya. Itu akan menjadi amal jariyah bagi orang tuanya. Karena do'a anak sholeh akan terus mengalir meskipun orang tuanya sudah tiada. Habibah masuk kamar. Meski hatinya masih sebal ia harus bisa melawan agar tidak marah. Karena setan sangat suka kalau Habibah sampai marah. Jadi Habibah lebih baik melakukan sesuatu yang lebih bermanfaat. Habibah membuka Al-Qur'an yang ada di mejanya. Kemudian Habibah membacanya, ayat demi ayat ia lantunkan dengan merdu. Habibah sangat menjaga agar ia tidak salah melafalkan bacaannya. Karena kalau salah, akan berbeda artinya. Hatinya berangsur tenang. Membaca Al-Qur'an adalah obat paling tepat saat hati merasa sebal dan marah. Ketika sedang marah memang sebaiknya kita ambil air wudhu. Lebih bagus lagi melakukan apa yang Habibah lakukan. Agar terhindar dari amarah, yang membuat setan senang dan bertepuk tangan. Setan memang paling suka kalau ada kemarahan di hati manusia. Maka dari itu kita tidak boleh sampai terpancing tipu muslihat setan. Karena setan akan terus menganggu manusia hingga hari kiamat, untuk medapatkan temannya di neraka. Kita tidak boleh sampai masuk neraka karena gangguan setan yang tidak pernah berhenti menganggu. Maka dari itu lakukanlah kebaikan ya Allah suka, agar kita masuk ke dalam surga nanti. Habibah menbuka matanya. "Astaghfirullah! Kenapa aku memimpikan dia? Pria menyebalkan yang sudah menganggu aku. Astaghfirullah, astaghfirullah, astaghfirullah," Habibah terus mengucapkan istighfar. Apa itu pertanda kalau Hafidz adalah jodohnya? Habibah menggelengkan kepalanya. Tidak mungkin, Habibah saja belum tahu Hafidz seperti apa. Dia baru bertemu dengan Hafidz satu kali. Jadi belum bisa di sebut sebagai jodoh. Mungkin hanya alam bawah sadar Habibah. Yang membuat dirinya kembali bermimpi soal Hafidz. Habibah hanya berdo'a yang terbaik. Siapapun jodohnya nanti. Habibah mau, calon imamnya tidak hanya mencintainya. Namun, cinta juga kepada Allah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD