One

2221 Words
Happy Reading^-^ Maaf kalau nemu typo yah "Benda lembut dan hangat itu menyentuh bibirku, tubuhku seperti di lempari bola salju dan juga bola api. Rasanya ... aku sudah tidak bisa berdiri dengan kakiku. Saat aku hampir terjatuh, lelaki itu ... dia menekanku dan ... " "Membunuhnya," timpal Catherine kesal dan meremas-remas tasnya. Alexa menghela napas panjang lalu duduk di samping Catherine, "astaga Keth. Kau menggangguku saja. Dengarkan aku baik-baik! Bagaimana kata-kataku tadi? Hmm?" "Awas saja jika aku bertemu dengannya lagi," tatapan Catherine masih menajam ke sudut ruangan.  "Keth, sudahlah... lupakan saja masalah tadi. Lagipula kita kan sudah ada di apartemenku. Dan aku memintamu untuk tidak pulang itu untuk mendengarkan kata-kataku. Bagaimana? Terlalu bagus atau jelek?" "Aku tidak bisa melupakannya Alexa. Dia seenaknya menuduhku seorang pencuri dan menyeretku ke kantor polisi. Apa itu tidak keterlaluan namanya?" emosi Catherine naik kembali mengingat bagaimana cara lelaki itu memakinya di depan umum dan menyeretnya dengan paksa ke kantor polisi. Alexa menipiskan bibirnya. Dia mengikuti Catherine yang berdiri dan berjalan mendekati jendela kamar. Alexa tahu seperti apa rasanya di tuduh sebagai seorang pencuri. Melihat kejadian yang menimpa Catherine hari ini membuat Alexa merasa kasihan padanya.  "Kau bisa tinggal di apartemenku sementara waktu. Dan aku akan membantumu mencari pekerjaan lain," ucap Alexa setelah tahu beberapa menit yang lalu kalau Catherine kehilangan pekerjaannya hari ini. Catherine mendesah kasar, "aku tidak tahu kenapa hari ini aku sangat sial." "Sudahlah. Ini sudah tengah malam. Kau tidur saja, besok saja aku akan memintamu mendengarkan dan membaca tulisanku," Alexa mencoba menenangkan Catherine meskipun dia tahu belum bisa mengurangi beban pikiran temannya itu. Setidaknya malam ini Catherine bisa tidur dengan nyenyak. Catherine menghela napas dan mengangguk, "terima kasih Lex, aku memang harus istirahat. Kepalaku rasanya hampir pecah." ~ "Kembalikan ponselku." "Po-ponsel apa?" tanya Catherine bingung. Calvin mendesah kasar dan mengulurkan satu tangannya, "cepat kembalikan, dasar pencuri!" "A-apa? Apa kau bilang? Pencuri!?" Catherine sangat terkejut karena lelaki tak di kenalnya itu menuduhnya sebagai seorang pencuri. Saat Catherine akan membalas ucapan lelaki itu, dia menoleh ke arah ponselnya yang sempat terjatuh di tengah jalan. Kedua matanya terbelalak sempurna saat melihat ponselnya hancur lebur karena terlindas mobil. "Ponselku!" Catherine berusaha melepaskan cengkeraman Calvin di tangannya. Dia berlari ke arah tengah jalan.  Calvin mengernyit melihat Catherine memaksa diri untuk menyeberang jalan yang ramai. Bisa-bisa wanita itu tertabrak. Calvin kembali mencekal lengan Catherine dan menariknya menjauh dari jalan. Reflek Catherine memekik karena hampir terjatuh saat Calvin menariknya. "Cepat kembalikan ponselku atau aku akan membawamu ke kantor polisi." "Maaf, aku tidak tahu apa yang kau katakan. Jadi, kau tidak perlu menuduhku seorang pencuri kalau tidak ada bukti!" Catherine mulai merasa kesal pada lelaki itu. Ponsel apa yang di maksud olehnya? Jelas-jelas Catherine tidak mengenalnya dan tidak tahu ponsel apa yang di maksud olehnya. Justru Catherine berniat untuk mengembalikan ponsel yang di berikan oleh lelaki yang tadi menabraknya. "Kau tidak mau mengaku?!" "Aku harus mengaku apa jika aku tidak punya salah padamu! Dasar bodoh!" "Hei! Kau pencuri dan berani mengatakan aku bodoh?! Cepat kembalikan ponselku!" Calvin mulai hilang kesabarannya. Dia membentak Catherine hingga membuat wanita itu tersentak kaget dan reflek menutup matanya.  Calvin menoleh ke arah dua temannya yang berdiri diam memperhatikan dirinya dan juga Catherine, "mana ponselmu?" tanya Calvin pada Tom. Tom memberikan ponselnya pada Calvin. Lelaki itu mulai mencari nama kontaknya sendiri di ponsel temannya dan menghubunginya. Sedetik kemudian Catherine terkejut karena ponsel yang di berikan lelaki yang menabraknya tadi tiba-tiba berbunyi. Wanita itu mengernyit khawatir dan mulai mengambil ponsel itu di dalam tas. Matanya memperhatikan nama yang sedang menelepon. Dia juga menatap layar ponsel yang di perlihatkan Calvin di depan matanya. "Lihat! Kau sebut dirimu bukan pencuri!? Cepat kembalikan ponselku!" Catherine masih bingung dan diam saja saat Calvin merampas ponselnya dengan kasar. Calvin mengembalikan ponsel milik temannya dan memasukkan ponselnya sendiri kedalam saku celananya. Dia kembali mencengkeram lengan Catherine. "Sekarang, kau ikut aku!"  Wanita itu tersadar dari kebingungannya saat Calvin menariknya dengan paksa, "hei! Lepaskan! Lepaskan tanganmu! Tuan!" Catherine bingung kemana lelaki itu akan menyeretnya. Setelah 50 m dirinya di seret paksa, Catherine terkejut saat tahu Calvin membawanya ke kantor polisi. Calvin membuka matanya seketika. Dirinya mengusap wajahnya dan mendesah. Kenapa dirinya bermimpi kejadian bersama dengan wanita itu? Bahkan dia sendiri tidak tahu siapa wanita itu. Yang dia tahu wanita itu baginya sudah mencuri ponsel miliknya. Calvin mengulurkan tangannya untuk menyalakan lampu di atas nakas. Dia mendudukkan dirinya sebelum bangun dari ranjang.  Sepanjang lorong itu sudah gelap sehingga membuat Calvin menyalakan beberapa lampu. Apartementnya terlihat sangat sepi. Dia hanya tinggal sendirian disini. Kedua orangtuanya sudah meninggal dan dia hanya mempunyai seorang kakek. Kakeknya, Mr. Owen Myles tinggal di mansion. Sesekali Calvin pergi mengunjunginya. Dia tidak bisa dekat dengan sembarang orang, oleh sebab itu Calvin tidak menyewa pelayan atau semacamnya untuk membersihkan apartementnya. Dia meminta kakeknya untuk mendatangkan beberapa pelayan hanya satu minggu sekali disetiap hari senin untuk membersihkan apartementnya.  Calvin menuangkan air putih kedalam gelas lalu meminumnya. Dirinya duduk di kursi meja makan dan menoleh kearah jam dinding. Masih pukul empat pagi. Dia hanya tidur dua jam setelah pulang dari tempat itu. Calvin berdiri untuk kembali ke kamarnya. Dia harus bisa tidur lagi, meskipun kebiasaannya selalu sulit tidur saat terbangun dari mimpi.  ~ Alexa berlari ke kamar dengan terburu-buru. Bahkan dia meletakkan roti selainya di sembarang tempat setelah mendapatkan sebuah pesan dari temannya. Dua hari sudah berlalu sejak malam itu tapi Catherine masih belum mendapatkan pekerjaan hingga sekarang ini.  "Keth, bangun! Cepat bangun!" teriak Alexa dengan suara cempreng yang menjadi khasnya.  Catherine hanya bergumam dan menutup kedua telinganya menggunakan bantal. Dia masih sangat mengantuk karena selama dua hari ini dia kurang istirahat. Setiap harinya pergi kesana-kemari untuk mencari pekerjaan dan hasilnya masih nihil.  "Keth, aku punya kabar bagus untukmu! Cepat bangun!"  Catherine terpaksa membuka matanya dan mendesah kesal, "kenapa Lex? Aku masih mengantuk." "Ini. Cepat lihat!" Alexa menyodorkan ponselnya pada Catherine. Dengan malas Catherine meraih ponsel itu dan mengeceknya. Matanya langsung terbuka lebar saat membaca isi pesan di layar itu. Sebuah lowongan pekerjaan? Catherine mulai tersenyum saat membaca keseluruhan isi pesan itu. Kualifikasi dan jabatan yang sedang di carinya. Ini sebuah keajaiban! Catherine bangkit dari ranjang dan langsung berlari ke kamar mandi. "Lex, itu dimana tempatnya?" tanya Catherine dari dalam kamar mandi. "Hawkinzel Twins," jawab Alexa dan kembali membaca isi pesan itu. "Haw-Hawkinzel apa?" Catherine masih tidak bisa mendengarnya dengan jelas. Dia mandi dengan terburu-buru. "Hawkinzel Twins," sekarang Alexa menjawabnya lebih keras. "Oh," balas Catherine dan keluar dari kamar mandi. Dia berlari tak karuan mencari pakaiannya.  Catherine tinggal di apartement Alexa mulai saat ini hingga Catherine sudah mendapatkan pekerjaan dan kembali tinggal di apartemen sendirian. Untung saja dia mendapatkan teman sebaik Alexa, meskipun Alexa selalu mengganggunya. Catherine pamit pergi dengan langkah tergesa-gesa dan merapikan pakaiannya sepanjang langkahnya. Dia pernah mendengar nama perusahaan itu dan pernah melihat kantornya. Catherine peegi ke kantor itu menggunakan busway. Sekitar tiga puluh menit akhirnya Catherine sampai di depan gedung yang menjulang tinggi. Dia menggigit bibirnya ragu untuk masuk ke dalam. Ini adalah pertama kalinya dia mendaftar di perusahaan yang mendunia itu. Sebuah perusahaan dibidang real estate. Catherine pernah mendengar kalau perusahaan itu juga mempunyai bisnis di bidang berlian dan bekerjasama dengan beberapa pembisnis berlian terkenal di dunia. Tapi kantor tempat dia melamar kerja bukanlah di bisnis berliannya, melainkan di bisnis real estate.  Catherine menghela napas panjang. Mungkin karena terlalu lama berdiri di depan gedung itu, membuat beberapa karyawan wanita yang baru saja pada berangkat itu menatapnya dengan tatapan aneh. Catherine sadar dengan tatapan mereka dan itu membuat nyalinya semakin ciut. Tapi, jika dia tidak mencobanya, dia tidak akan tahu bukan apa yang akan terjadi selanjutnya? Mungkin saja dia bisa di terima disini. Catherine melangkahkan kakinya dengan ragu. Dia mengedarkan tatapannya pada setiap orang yang ada di sekelilingnya hingga membuatnya tak sadar ada tanjakan. Seketika Catherine terjatuh dan memekik membuat seluruh karyawan yang ada di lantai bawah itu menatapnya. Catherine tersenyum kecut dan mengambil berkas miliknya. Dia juga mengusap pakaiannya. Wajahnya sudah memerah karena menahan malu. Ingin rasanya dia pergi jauh-jauh dari tempat itu. Tapi akan sangat memalukan sekali jika dia melakukannya. Dirinya memang selalu ceroboh sehingga tidak memperhatikan sekelilingnya. Mungkin saja jika di depannya ada kubangan lumpur atau lubang, dia pasti akan terjatuh juga kedalam sana.  "Kau tidak apa-apa?"  Catherine terkejut mendengar suara asing itu. Dia menoleh kesamping dan mengernyit melihat wajah lelaki itu. Dia pernah melihatnya, tapi dimana?  Melihat respon Catherine, lelaki itu tersenyum dan mengulurkan tangannya, "aku Tom Wilson, kau masih ingat aku?"  "Tom ... Wilson?" tanya Catherine ragu. "Temannya Calvin, lelaki yang ... " "Oh! Ya. Aku ingat. Lelaki yang menyebalkan itu kan? Yang menyeretku ke kantor polisi dan menuduhku seorang pencuri? Iya aku ingat. Bahkan aku masih sangat ingat sampai sekarang. Jadi lelki itu namanya Calvin? Dan kau temannya!?" Tom hanya melongo mendengar perkataan Catherine. Seluruh karyawan yang ada di sana juga ikut melongo dan mematung. Catherine berbicara dengan keras dan tanpa sadar Catherine sudah melakukan kesalahan lagi. Pertama, dia mempermalukan dirinya sendiri. Kedua, dia mempermalukan dirinya sendiri dan juga pemilik perusahaan tempat dia akan melamar. Catherine tidak sadar dengan kesalahan yang dia buat. Bibirnya mengatakan hal itu tanpa bisa dia kontrol karena emosinya langsung terpancing saat mengingat kejadian malam itu.  "Em ... " Tom bergumam dan memperhatikan sekitarnya. Para karyawan itu kembali dengan aktivutasnya, "kau ... ada urusan apa datang kemari?" "Oh aku? Aku dengar disini sedang ada lowongan pekerjaan. Jadi, aku berniat untuk melamar kerja disini," jawab Catherine dan menunjukkan berkas yang dia bawa pada Tom. "Ah ... begitu?" Tom menaikkan alisnya. Dia merasa bingung. Apa wanita ini tidak tahu kalau perusahaan ini milik Calvin? Batinnya. "Dimana aku bisa mendaftar?" tanya Catherine membuat Tom tertegun. "Apa ... kau yakin ingin ... mendaftar di perusahaan ini?" "Iya. Aku butuh pekerjaan. Apa sekarang ini kau sedang mewawancara kerja diriku?" "Ah, em ... " Tom mulai bingung. Apa dirinya harus mengatakan yang sebenarnya atau tidak? "Kau bisa bertanya pada resepsionisnya. Oh, dan satu lagi ... jika pemilik perusahaan ini ingin bertemu denganmu, lebih baik kau menolaknya." "Kenapa? Apa dia seorang killer?" Canda Catherine. "Tidak. Bisa jadi, kalau begitu ... aku pergi dulu. Semoga berhasil," pamit Tom dan pergi menuju lift.  Catherine memperhatikan sekitarnya. Sudah mulai sepi karena para karyawan sedang bekerja. Dia berjalan ke arah recepsionist dan menanyakan perihal lowongan pekerjaan itu. Saat pertama kali Catherine menanyakan hal itu, dia merasa mendapatkan tatapan aneh dari para resepsionist.  ~ Wawancara kerja berjalan dengan baik. Catherine tidak menyangka kalau dia berhasil. Mereka mengatakan kalau nanti Catherine akan di hubungi untuk pengumuman di terima atau tidaknya. Wanita itu pulang dengan perasaan lega. Setidaknya dia bisa menjalani hari ini dengan baik. Saat Catherine baru keluar dari lift, dia tidak sadar ada seseorang yang memperhatikannya.  Lelaki itu berdiri di depan lift dan akan masuk ke dalam, sebuah lift yang khusus untuknya. Tatapannya mengernyit dan menajam di waktu bersamaan. Dia memperhatikan punggung Catherine yang semakin menjauh. Untuk apa wanita itu datang ke perusahaannya? Calvin kembali menatap ke depan dan menekan tombol di lift lalu masuk ke dalam. Lift itu langsung menuju ke ruangannya yang ada di lantai paling atas.  Calvin keluar dari lift dan masuk ke dalam ruangannya. Dia tertegun saat melihat ada Tom disana.  "Ada apa kau disini?" tanya Calvin dan duduk di kursinya.  "Tidak ada. Bagaimana kabarmu semalam?" tanya Tom. Calvin mendesah pelan. Dia sudah tahu pasti ada sesuatu yang di sembunyikan Tom darinya. Lelaki itu selalu melakukan basa basi setiap kali ada yang sedang di rahasiakannya.  "Biasa saja," jawab Calvin. Tom tersenyum, "baguslah." Dalam hati dia merasa lega. Itu tandanya tadi Calvin pasti tidak bertemu dengan wanita itu, pikirnya.  "Kau pasti tahu kenapa pencuri itu datang kemari," ucap Calvin sembari membuka dokumen yang ada di atas mejanya. "Pencuri? Pencuri siapa?" tanya Tom pura-pura lupa. "Pencuri ponselku. Kau pasti ingat bukan?" Tom menghela napas panjang, "apa kau lupa yang dikatakannya malam itu di kantor polisi? Dia mengatakan tidak mencuri ponselmu dan ada lelaki yang memberikan ponselmu padanya." "Tapi buktinya ada padanya. Kalau bukan dia siapa lagi?" "Memangnya kenapa dengan ponselmu? Kalau ponselmu hilang kau bisa membelinya lagi bukan?" tanya Tom mulai kesal.  Calvin mematung mendengar pertanyaan Tom. Temannya itu memang tidak tahu ada apa dengan ponselnya. Itu adalah pemberian dari ayahnya sebelum meninggal saat dirinya sudah di angkat sebagai pemilik perusahaan ini oleh kakeknya. Oleh sebab itu, ponselnya sangat berharga di bandingkan apapun. Ayahnya sendiri yang memberikan ponsel itu padanya, meskipun ada ponsel lain yang mirip, rasanya sangat jauh berbeda.  "Pergilah ke ruanganmu," pinta Calvin. "Aku temanmu Cal." "Empat jam lagi baru kau akan menjadi temanku. Sekarang pergi ke ruanganmu." Tom menghela napas pelan. Temannya itu selalu menutup dirinya sendiri. Seakan tidak ingin ada seorang pun yang masuk kedalam dunianya. Dan dia juga seakan enggan untuk masuk kedunia orang lain, bahkan temannya sendiri. Tom mengaku sudah berteman dengan Calvin lebih dari empat tahun, tapi sampai sekarang Calvin tidak pernah berubah.  Tom berjalan ke pintu ruangan Calvin dan keluar. Ruangan seluas itu sangat sepi pengunjung. Tidak ada karyawan yang pernah masuk kesana. Calvin hanya menyuruh sekretarisnya saja yang masuk kesana dan mengumpulkan beberapa berkas dari karyawannya untuk di periksa. Bahkan jika harus meminta tanda tangannya saja harus memberikan dokumennya pada sekretarisnya lebih dulu. Tidak ada yang bisa melihat Calvin lebih dari lima menit. Para karyawannya hanya melihat lelaki itu saat Calvin berangkat dan pulang dari kantor saja.  "Nama saya Catherine Sea, pak polisi. Saya bukan pencuri! Dia yang menuduh saya!"  "Catherine Sea?" gumam Calvin pelan saat mencoba mengingat nama wanita itu.  ~ TBC ~
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD