EXPERIMEN

2600 Words
Brooklyn bangun dengan perasaan membuncah. Setiap helai napasnya diiringin kebahagiaan. Entah, berapa banyak perasaan bahagia yang bersarang di dadanya. Tidak terhitung lagi jumlahnya, seperti buih di lautan nan luas. Brooklyn menyunggingkan senyum simpul kala mengingat bagaimana ia dan Elsa bercinta semalam. Brooklyn tidak akan pernah melupakan masa-masa itu. Dia akan terus mengingatnya, sampai kapan pun. Senyum menawan Elsa saat wanita itu menncapai puncaknya. Kulit halusnya bak sutra yang menempel dengan kulitnya yang penuh bulu. Serta begian tubuh mereka kala bersatu hingga mereka meraih puncak gairah bersamaan. “Elsa…” gumam Brooklyn. Ia mendekap  erat tubuh Elsa, menghirup aroma wanita itu. Memabukkan. “Aku  mencintaimu. Terima kasih. Aku berjanji akan membuatmu bahagia.” Gumam Brook lagi. Kayla berusaha keras menata hatinya yang telah hancur berkeping-keping. Seharusnya ia sadar, apa yang ia rasakan hanyalah sekedar ilusi belaka. Bukan kebahagiaan hakiki yang hanya menjadi impiannya selama ini. Kayla menyadari satu hal, selama ini, perasaannya pada Brooklyn hanyalah sekedar kekaguman terhadap wajah bak Dewa Yunani yang dimiliki pria itu. Serta tubuh atletis dengan bentuk sempurna serta kecerdasan otak yang jarang dimiliki pria sempurna seperti Brooklyn. Sempurna? Ya, begitulah menurut Kayla. Brook terlampau sempurna untuknya. Untuk wanita dengan tubuh mungil dan d**a rata yang tidak akan pernah bisa membuat Brooklyn tertarik padanya. Kayla mengakui hal itu. Setelah beberapa saat, Kayla memberanikan diri bangun dari tidurnya. Brooklyn harus melihatnya sebagai Kayla. Bikan Elsa atau wanita lain. Kayla ingin tahu, apa reaksi Brooklyn terhadapnya. Brooklyn menyadari pergerakan Elsa-nya. Pria itu meregangkan pelukannya untuk memberi Elsa sedikit ruang gerak. Namun, ketika tubuh kecil itu berbalik mengahdapnya, senyum bahagia Brooklyn memudar. “What the f**k are you doing here?” sentak Brook. Kayla sama sekali tidak menyangka dengan reaksi Brooklyn. Terkejut? Tentu saja! Kecewa? Jangan ditanya. Kayla sangat kecewa dengan dirinya. Juga dengan Brooklyn. Kayla menyibak selimut lalu turun dari ranjang untuk mengambil gaunnya dan mengenakannya dengan cepat. “Seharusya aku yang bertanya. Apa yang kau lakukan di kamarku!” tukas Kayla kesal. Brooklyn dapat melihat dengan jelas bekas darah kering di paha Kayla. Sedikit darah yang meyakinkinkan dirinya bahwa darah itu adalah darah kesucian Kayla. Ia telah mengambil kesucian Kayla. Tidakkah kau tahu itu, Brook? Sembari mengingat kejadian demi kejadian yang ia alami sebelumnya, Brooklyn mengambil satu per satu pakaiannya lalu mengenakannya dengan cepat. Brook mengancingkan kemejanya asal, mengambil jas kemudian menyampirkan di bahunya. Berantakan dan sexy. Sial! Gurutu Kayla dalam hati. “Aku yakin kau sengaja melakukan ini padaku!” tukas Brook. “What? What are you f*****g said? Kau datang ke kamarku dan sekarang kau menuduhku aku sengaja menjebakmu. Are you crazy, Man?” Seringaian nakal terbit di wajah Brooklyn. Pria itu melangkah mendekati Kayla kemudian berkata, “Kau lupa? Kau lah yang menyeretku kemari!” Kayla sedikit mendongak untuk memabalas tatapan Brooklyn. Tingginya tidak jauh berbeda dengan Brook. “Oh, jadi kau masih menganggap aku sengaja melakukannya?” “Ya… tentu saja! Aku tidak pernah berniat datang kemari. Kau harus tahu itu!” balas Brook sengit. “Aku mabuk, aku tidak tahu apa-apa! Aku tidak menyeretmu kemari!” “Oh, sekarang kau berdalih kalau kau mabuk? Bagus-“ “Wait! Aku memang mabuk!” bantah Kayla. “Aku tahu. Tapi bukan berarti kau bisa menuduhku kalau aku memanfaatkan situasimu untuk meraih keuntunganku sendiri!” “Lalu? Aku kah yang harus disalahkan?” Brook tertawa garing. “Pertama,” Brook mengangkat telunjuknya di depan wajah Kayla. “aku bersyukur karena kau akhirnya sadar kalau kau mabuk.” “Ya, aku sadar-“ “Aku belum selesai bicara.” Brook menatap Kayla tajam. Ia mengangkat jari telunjuk dan jari tengahnya di depan hidung Kayla. “Kedua, kau melemparku dengan sepatu sialanmu dan menghabiskan wineku!” “Kau pantas mendapatkannya! Seharusnya aku melemparmu dengan granat agar tubuhmu remuk!” Brook lagi-lagi menyeringai. Seringaian yang entah kenapa membuat Kayla semakin terpesona sekaligus membenci Brooklyn. “Ketiga, aku tidak berniat tidur denganmu. Kupikir awalnya kau adalah Elsa, ternyata bukan. Kau sama sekali bukan Elsa dan harus kuakui aku menyesal pernah tidur denganmu!” Seperti tersambar petir di siang bolong. Atau, seperti terjatuh dari puncak menara Eifel dan mendarat di bawah kolam buaya kemudian tubuhmu terkoyak oleh buaya-buaya itu dan mati seketika. Kira-kira, seperti itulah yang Kayla rasakan saat ini. Brooklyn mengucapkannya dengan sangat jelas. Pria itu bahkan mengatakan menyesal pernah tidur dengannya. Kayla pasti sudah sangat gila karena berharap terlalu banyak pada perhatian atau bahkan kasih sayang seorang Brooklyn Montano. Sepertinya, setelah ini, Kayla harus memeriksakan dirinya ke psikolog. “Dan kau pikir aku senang bercinta denganmu?” Kayla tertawa hambar. “Anda terlalu percaya diri, Tuan!” Sebelum Brook sempat melancarkan serangan berikutnya, Kayla kembali berkata. “Ini memang yang pertama bagiku. Tapi, setidaknya aku senang karena percintaan kita akan menjadi salah satu eksperimen terbaik dalam hidupku. Setelah ini, aku akan mencari pria yang lebih layak bersamaku. Bukan pria yang terlalu lemah sepertinya.” Kayla menyipitkan matanya. “Kira-kira, berapa usiamu? Lima puluh? Enam puluh? Kau seperti kakek-kakek!” Eksperimen? Brooklyn tidak percaya kalau dia hanya menjadi bahan eksperimen kecil bagi wanita dewasa yang baru saja menyerahkan kesuciannya pada dirinya. Brooklyn sama sekali tidak terima. Dan dia akan membalas Kayla. “Atau… setelah ini kau akan menuntutku karena telah memperkosamu? Memerasku dan berkata kau hamil anakku?” tantang Brooklyn. “Waw, anda berlebihan, Mr. Montano, untuk apa aku memerasmu?” “Untuk uang. Apalagi?” Kayla membelakangi Brooklyn dan tertawa terbahak. “Kau pikir aku orang miskin? Yang butuh belas kasihanmu? Yang butuh uangmu? Ya Tuhan, kau ini. Apa kau selalu mengukur apa saja dalam hidupmu dengan uang?” Brooklyn tidak bisa menyerang balik Kayla. Wanita itu benar, Kayla bahkan bukan orang miskin. Apa yang dia pikirkan. Kenapa dia begitu bodoh? “Asal kau tahu, Brook. Aku bukan orang miskin yang akan mengemis uangmu. Aku sangat sangat kaya. Bisa di bilang, uangku tidak akan habis sampai keturunanku yang ke lima belas.” “Kau bermulut besar ternyata.” “Dan kau bermuka tebal ternyata. Kau terlalu percaya diri. Bukankah sudah kubilang, yang terjadi di antara kita kuanggap sebagai eksperimen kecil. Tidak lebih. Jadi, kuharap kau tidak  akan berpikir aku akan memanfaatkan situasi kita.” Brook terdiam sejenak. Ia masih ingin berpikir tidak terjadi apa-apa di antara mereka. Namun, bagian terbaik dari dirinya menolak melupakan kejadian semalam. “Baiklah, Cinderella,” “Aku bukan Cinderella!” sergah Kayla. “Ya, sekarang kau resmi menjadi Cinderella kaya yang melempar sepatu serta kesuciannya pada pangeran sepertiku lalu menghempaskan aku karena kau menganggap ini semua hanyalah eksperimen kecil.” “Kau juga hanya menjadikanku pelampiasan Elsa!” Brook mengerang mendengar serangan Kayla kali ini. Meskipun setengah hatinya meneriakkan kebenaran itu. Tapi tetap saja ia tidak mau Kayla menganggapnya pria bodoh yang hanya memafaatkan tubuh wanita lain demi pelampiasan pada wanita yang sangat ia puja, Elsa. “Yah, kau benar. Sebaiknya kita lupakan apa yang terjadi di semalam. Kau hanya menganggap ini eksperimen. Dan aku hanya menganggapmu sebagai Elsa. Seharusnya aku tidak melakukannya. Elsa tidak akan pernah bisa disandingkan dengan wanita manapun. Dia terlalu sempurna. Oh, ya, aku tidak mau Elsa tahu tentang hal ini. It will ne ” Sempurna? Begitulah yang selalu Brooklyn pikirkan. Tidak ada nama lain selain Elsa. Hanya Elsa, Elsa dan Elsa. Dan… seharusnya kau sadar akan hal itu, Kayla! Ketika tidak ada jawaban lagi dari Kayla, Brooklyn mengayunkan kakinya meninggalkan kamar itu. Dengan sedikit penyesalan karena telah membayangkan wanita lain sebagai Elsa di ranjangnya. Itulah akibat kalau ia mabuk. Elsa benar, dia tidak seharusnya mabuk. Oh, memangnya kapan Elsa pernah salah? Satu-satunya kesalahan Elsa adalah tidak mencintainya. ** Christian Winata beserta istrinya Early Winata berjalan menyusuri koridor hotel mewah tempat di mana Elsa dan Freddy melangsungkan pernikahan mewah mereka. Christian sengaja datang pagi-pagi karena tidak sabar ingin bertemu putri semata wayangnya, Kayla Winata. “Aku harsu menemui Elsa setelah kita bertemu anak kita,” ujar Early kepada suaminya. “Ya, tentu saja. Karin menitipkan sesuatu untukmu, bukan? Kau harus memberikannya pada Elsa.” “Kita datang terlalu pagi. Mungkin Kayla belum bangun.” “Kurasa begitu. Mungkin juga dia sudah bangun  dan menghabiskan sarapannya. Kau tahu Kayla pekerja keras dan tidak pernah menyia-nyiakan waktu.” Christian tertawa. Kayla menghabiskan sebagian besar waktunya untuk bekerja. Entah kapan ia akan memuikirkan dirinya sendiri. Pekerjaan selalu menjadi prioritas utamanya. Ketika Early dan Christian sampai di depan kamar Kayla dan bersiap menghubungi anak mereka, tiba-tiba pintu terbuka. Seorang pria dengan dengan rambut acak-acakan, kemeja putih kusut dan jas mahal di bahunya berdiri menjulang di hadapan mereka. Pria itu melirik mereka sekilas kemudian melangkah pergi tanpa permisi. Aroma alcohol tercium jelas ketika pria itu melewati mereka. Christian bergegas masuk menghampiri Kayla. Ia menemukan Kayla masih berdiri terpaku dengan pakaian yang tidak selayaknya dipakai oleh seorang gadis. Sekelebat pikiran buruk mengenai anak gadisnya membuat perut Christian mual. “Kupikir kau sudah pergi.” Ucap Kayla tanpa menoleh ke belakang. “Kau? Siapa, Kay?” Kayla terperanjat. Itu bukan suara Brookyn. Pemilik suara itu jelaslah ayahnya. “Pa?” “Inikah yang kau lakukan selama tidak bersama kami?’ “Pa..” “Siapa pria itu?” “Pa..” Christian tidak memberi Kayla kesempatan bicara. Pria paruh baya itu melirik sekilas pada seprai dengan noda darah di atasnya. Kekecewaan jelas terpancar di wajahnya. Christian berbalik meninggalkan Kayla dan bergeges menyusul pria yang beberapa saat lalu keluar dari kamar Kayla. Beruntung Christian berhasil menyusul pria itu. Christian masuk ke kamar pria itu tepat ketika pria itu masuk. “Apa yang kau lakukan dengan putriku, b******k?” Brook berbalik dan mendapati seorang pria paruh baya berdiri di belakangnya. Ia menyeringai, menebak siapa pria tua itu. Ketika Brook hendak menjawab pertanyaan pria itu, Beverly keluar dari kamarnya dengan pakaian yang semalam ia kenakan. “Brook… siapa dia?” ucap Beverly dengan suara khas bangun tidurnya. Benak Christian dipenuhi berbagai pikiran neagtif. Mulai dari anak semata wayangnya-Kayla dan wanita yang saat ini bersama pria yang telah berhasil merenggut kesucian putrinya. “Aku tidak percaya anakku dengan bodohnya membiarkanmu masuk ke dalam kehidupannya.” “Itu salahnya.” Sahut Brook seolah tahu apa yang sedang Christian pikirkan. “Aku tidak memaksanya. Lagipula, aku juga tidak berniat menjalin hubungan dengan anakmu. Jadi kau tidak perlu khawatir soal itu.” Kata-kata Brooklyn lebih terdengar seperti hinaan bagi Christian. Christian menampar wajah Brooklyn dan mengumpat sesuka hatinya. Wajah pria itu memerah, ketika Brook tidak menyahut atau bahkan sekedar menatapnya, Christian berkata, “Kau akan menyesal melakukan ini pada putriku.” “Aku? Maaf, tidak akan. Putrimu tidak ada artinya bagiku. Pergilah, aku masih punya urusan lain.” tukas Brook seraya melirik Beverly. Dan, Christian pun meninggalkan kamar Brooklyn dengan hati dongkol. “Ada apa, Brook?” Beverly mendekati kakaknya. “Aku tidak sengaja tidur dengan Kayla.” “Ayahnya tahu?” “Sepertinya. Jangan beritahu Elsa. Aku tidak mau melihatnya berpikir buruk tentang aku.” “Kau sudah sangat b******k dengan mendekati Elsa seperti sekarang. Dia sudah bersuami, Brokklyn Montano.” “Jangan ingatkan aku. Aku tahu.” “Jadi, kau terus mengejarnya?” “Oh, s**t! Shut up your big mounth, Beverly Huglof Montano!” Beverly tertegun mendengar kakaknya menyebut nama itu. Sejak ia tahu Elsa juga memiliki nama yang sama dengannya dan kakaknya, Brooklyn melupakan nama tangahnya. Tapi sekarang, entah setan apa yang telah merasuki Brookly, pria itu menyebut nama tengahnya. “Baiklah. Aku akan melakukan apa pun untuk membawa Elsa kembali padamu.” “Bagus. Itulah yang kubutuhkan. Sekarang mandilah. Ayo temui Elsa sebelum Kayla mengacaukan segalany. Aku tidak mau mengambil resiko kehilangan Elsa. Apalagi hanya karena wanita kurus kering seperti Kayla.” Beverly terkekeh. Kakaknya tidak pernah menghina fisik orang lain. Mendengar Brook mencela Kayla justru terdengar lucu di telinganya. “Apa yang kau tertawakan?” “Aku juga kurus kering, Kakakku sayang. Kau lupa?” “Tapi kau cantik.” “Kayla juga cantik.” “Tidak. Dia… biasa saja.” Satu jam kemjudian, Brooklyn dan Beverly telah duduk manis di kamar hotel Elsa. Freddy bertemu dengan salah satu rekan bisnisnya yang baru saja datang dari Spanyol. Elsa menolak ikut karena terlalu lelah menghadapai begitu banyak tamu semalam. Ia memilih bersitirahat di dalam kamrnya yang nyaman. “Kau sudah makan?” tanya Brooklyn saat ia menemui Elsa. Brook mengecup pipi Elsa singkat. Sebenarnya ia ingin sekali mengecup bibir Elsa. Namun kali ini ia tidak bisa. Tidak saat pikirannya sedang kacau seperti sekarang. “Sudah. Bagaimana denganmu?” “Brook sedang mogok makan.” Sahut Beverly seraya mengunyah roti lapisnya. “Kenapa?” Elsa mengerutkan kening. “Sudahlah, Els. Aku tidak lapar. Berapa lama Freddy akan pergi?” “Cukup lama. Cukup untukku memaksamu makan.” “Kemarilah.” Melambaikan tangan, Brook duduk di sofa panjang. Elsa menghela napas sekali. Meski berat, ia tetap melangkah mendekati Brook dan duduk di sofa tersebut. “Kau tidak mau makan?” “Tidak sebelum kau menciumku.” Elsa tesenyum. Ia mencium pipi Brooklyn dan membelai lembut jambang yang mulai tumbuh di dagu Brooklyn. Brooklyn berbaring di pahanya, memegang tangannya seolah ia tidak bisa melihat Elsa lagi. “Els, kau tahu aku mencintaimu.” “Lalu?” “Cium aku.” “Sudah.” “Aku akan mati besok pagi jika kau tidak menciumku bibirku dengan benar. Kali ini aku tidak main-main, Els.” “Kau tidak akan melakukannya.” “I will…” Elsa terdiam cukup lama demi mencerna kalimat Brooklyn.  Apakah Brook serius dengan ucapannya? Brook tidak pernah membahas kematian sebelumnya. Bahkan saat Elsa sekarat pun, Brook enggan mengatakan tentang kematian. “Elsa…” erangan lemah Brooklyn meluluhlantahkan dinding kokoh yang selama ini selalu melindungi hati Elsa dari Brooklyn. Dengan satu gerakan cepat, Elsa menundukkan kepalanya lalu mengecup bibir merah jambu milik Brooklyn Montano. Elsa sadar dia salah. Freddy akan marah jika tahu apa yang tengah dilakukannya saat ini. Namun di sisi lain, Elsa tidak akan bisa membiarkan Brook tersiksa. Brook juga segalanya baginya.  Brooklyn menyambut hangat bibir Elsa, ia mengalungkan kedua tangannya di tengkuk Elsa lalu menekannya untuk memperdalam ciuman mereka. kehangatan itulah yang selama ini dia butuhkan. Kehadiran wanita yang selama sepuluh tahun terakhir menghantui hidupnya. Hangat napasnya, lembut kulinya serta senyuman indah yang mampu membuat Brooklyn bertekuk lutut demi mendapatkan sedikit perhatian dari wanita itu. Brooklyn tidak  peduli dengan dirinya sendiri. Yang terpenting baginya adalah kebahagiaan Elsa. Tidak pedulu betapa sakitnya mencinta Elsa, Brook akan tetap melakukannya. Kebahagiaan Elsa adalah kesempurnaan untuk hidup singkatnya.  Kayla berniat menemui Elsa dan Freddy terlebih dahulu sebelum orang tuanya bertemu dengan Elsa. Ia akan meminta ijin kepada Elsa agar mau berbicara dengan ibunya. Ibunya membawa kado pernikahan dari ibu Elsa. Freddy akan sangat marah jika Elsa menerima apa saja yang berasal dari keluarganya dari Indonesia. Maka dari itu, sebelum mereka bertemu, Kayla ingin memastikan Freddy memberi waktu khusus untuk orang tuanya. Beverly lah yang pertama kali menyambut Kayla di depan pintu. Entah mengapa, perasaan Kayla tiba-tiba menjadi tidak enak. “Elsa di ruang TV. Mari, aku akan mengantarmu ke sana.” Ujar Beverly ramah. Ia menuntun Kayla melewati ruang tamu lalu berjalan menyusuri ruangan yang di maksud Beverly. Jantung Kayla seolah berhenti berdetak. Kakinya terasa lumpuh hingga tak lagi mampu mengambil langkah maju. Kayla terhenti ketika pandangannya terpusat pada Elsa yang tengah duduk menunduk dan mencium Brooklyn. Brooklyn mengalungkan kedua tangannya di tengkuk Elsa. Mereka terlihat begitu intim dalam posisi itu. “Oops, maaf kau harus melihat ini. Mereka…” Elsa melepaskan Brooklyn saat mendengar suara Beverly tak jauh darinya. Brooklyn mengumpat. Ia sama sekali tidak suka kesenangannya diganggu. “Damn you, Bev!” ketus Brooklyn seraya menatap adiknya tajam. Saat itulah Brooklyn tahu, selain Beverly, ada Kayla di sana. Pandangan mereka bertemu. Kayla tampak terkejut melihatnya dan Elsa. Terkejut sekaligus terluka. Terluka.                      
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD