Kelahiran Kehidupan

2189 Words
“Kita beri nama siapa, Orgrim?” tanya Melina, Ibunya bayi Ogre yang dimasuki oleh jiwa Steve. “Hey, aku sudah punya nama, nama aku Steve.” “Bagaimana kalau Auger? Aku ingin kelak ia menjadi sosok Kepala Suku yang kuat dan bijak,” jawab Orgrim, Ayahnya bayi Ogre tersebut. “Apa, Auger?” “Baiklah, aku suka nama itu,” sahut Melina, ia menggendong bayinya. “Sekarang namamu adalah Auger, kamu suka nama itu, ‘kan?” “Lihat, Orgrim! Sepertinya ia menyukai nama pemberianmu itu.” Jiwa Steve memberontak, tapi yang mereka lihat seperti bayi yang senang. Orgrim menggendong bayinya, “Ternyata kamu senang, ya. Kamu kelak akan menjadi Ogre yang kuat dan bijak, Auger.” Orgrim mengangkat bayinya ke udara. “Dasar mereka seenaknya saja! Memberikanku nama Auger? Sekarang aku merasa seperti benar-benar seorang Ogre dengan nama itu.” Tak lama setelah Orgrim mengangkat bayinya, bayinya itu mengencingi wajah Orgrim. Melina dan Orgrim tertawa dengan kejadian itu. “Rasakan itu! Itu balasan karena kau seenaknya memberikanku nama. Haha.” “Dia menyukaimu, Orgrim,” ucap Melina sambil tertawa dan mengambil bayinya dari tangan Orgrim. “Dasar kamu, Ogre kecil sudah berani mengencingi Kepala Suku. Haha.” Orgrim meledek bayinya. “Dasar Ogre aneh, kenapa malah senang.” Satu minggu Steve berada di dalam tubuh bayi Ogre dengan nama Auger. Tapi ia masih saja belum menemukan jawaban dari semua pertanyaan itu. Walaupun begitu, Steve mulai mengerti tentang kehidupan para Ogre itu. Mereka memang terlihat ganas, menyeramkan, dan serakah. Tapi tak jauh berbeda dengan manusia. Para Ogre itu memiliki pemimpin yang mereka sebut Kepala Suku, yaitu Orgrim. Ia adalah Kepala Suku yang baik dan bijak. Dan kumpulan Ogre itu disebut sebagai klan. Mereka mendiami suatu wilayah, jika ada yang mengusik atau memasuki batas wilayah, maka orang tersebut akan diburu dan dibantai. Walaupun terdengar menyeramkan, tapi begitulah cara mereka bertahan hidup dan mempertahankan wilayah klannya. Wilayah Ogre berada di bagian Timur, dengan lahan tanah yang sedikit tandus tapi tertutup oleh pohon-pohon di sekeliling pemukiman. Dua puluh lima kilometer ke arah Selatan terdapat hutan yang sangat lebat. Tempat biasa mereka mencari bahan makanan maupun material untuk membangun pemukiman. Tapi hutan itu adalah zona bebas, tak jarang mereka menemui klan lain yang sedang berburu juga di sana. Dan tak sedikit korban yang terjatuh akibat bentrok di hutan tersebut. Karena di wilayah bagian Timur di dunia ini terdapat beberapa klan yang mendiami wilayahnya masing-masing, dan hutan itu menjadi tempat untuk bertahan hidup bagi klan yang mendiami wilayah bagian Timur di dunia ini. Ternyata Ogre di dunia ini tumbuh dengan sangat cepat. Baru dua minggu yang lalu Steve berada di dalam tubuh bayi Ogre yang begitu mungil, tapi sekarang ia sudah tumbuh menjadi anak-anak seperti seorang anak berusia 7 tahun di dunia manusia. Kini Steve sudah mulai terbiasa dengan panggilan Augernya itu, makanan para Ogre, dan pola hidup mereka. Ia juga sudah bisa menggerakan semua anggota tubuhnya sesuai keinginannya, walau belum terlalu kuat. “Ayo, Auger! Sekarang saatnya kamu berlatih menggunakan s*****a,” ucap Orgrim yang berdiri di tempat latihan. Di depannya sudah terdapat beberapa s*****a; pedang, kapak, palu, serta perisai. “Apa yang harus aku lakukan dengan s*****a-s*****a ini?” Auger berjalan ke depan Ayahnya dan melihat s*****a tersebut. “Sekarang kamu pilih salah satu, kamu akan latihan menggunakan s*****a yang kamu pilih.” “Tapi aku sama sekali belum pernah memegang s*****a-s*****a itu, Yah. Aku tidak yakin aku bisa menggunakannya,” ucap Auger ragu. “Omong kosong! Kamu adalah anak dari Kepala Suku, kamu pasti bisa. Sekarang cepat kamu pilih salah satu dari s*****a itu!” “Sekarang aku benar-benar seperti di dalam video game saja. Berlatih menggunakan s*****a lalu bertarung. Walau memang seperti inilah yang aku inginkan, tapi apakah aku bisa?” Auger menatap s*****a-s*****a itu dan memilih dengan hati-hati. “Baiklah, aku akan memilih pedang saja, yang lain aku tak yakin bisa mengangkatnya.” “Pilihan yang cukup buruk untuk seorang Ogre dari anak Kepala Suku. Haha,” ucap Orgrim dengan tawa khasnya. “Aku kan aslinya manusia, mana bisa aku mengangkat palu atau kapak sebesar itu seperti dirimu. Dasar orang tua Ogre!” “Baiklah kalau begitu, kita mulai latihannya! Sekarang coba kamu pegang dengan kedua tangan lalu ayunkan pedang itu dari atas ke bawah,” ucap Orgrim sambil memperagakan gerakan, lalu Auger mengikutinya. “Ulangi seperti itu sampai sepuluh kali, setelah itu lanjut ke gerakan berikutnya.” Auger mengulanginya sampai sepuluh kali. “Coba ayunkan dengan sekuat tenaga, biarkan tenagamu mengalir ke dalam pedangmu!” kata Orgrim tegas. “Aku tak menyangka mengayunkan pedang seperti ini bisa begitu menguras tenagaku,” batin Auger sambil menyelesaikan ayunan kesepuluh. “Baiklah, sekarang gerakan berikutnya. Ayunkan pedang dari sisi kanan ke depan dengan lurus seperti kamu ingin menebas sesuatu, lalu berganti dari sisi kiri. Ulangi sampai sepuluh kali!” “Sepertinya aku sudah mulai terbiasa mengayunkan pedang walaupun tenagaku sudah mau habis.” “Aku lelah, Yah,” ucap Auger terengah-engah. “Kalau begitu kamu istirahat dulu. Ini minum!” Orgrim menyodorkan kantung minuman yang terbuat dari bahan kulit. “Ternyata botol minuman di sini masih seperti ini.” “Ini terbuat dari kulit, Yah?” tanya Auger. “Iya. Kulit harimau. Kantung minuman itu adalah bukti bahwa kamu sudah sanggup menghadapi pertarungan.” “Menghadapi pertarungan?” “Iya. Ketika kamu sudah sanggup menghadapi pertarungan, kamu harus membuktikannya dengan cara melawan harimau dan mengambil kulitnya untuk dijadikan kantung minumanmu sendiri.” “Yang benar saja, bisa mati aku kalau harus melawan harimau.” “Kantung minuman ini adalah tradisi klan kita. Yang sudah memiliki kantung minuman tersebut adalah bukti bahwa orang itu sudah menjadi petarung yang hebat karena berhasil mengalahkan harimau yang ganas. Dan kantung minuman ini hanya bisa didapatkan sekali seumur hidup, jadi jika kelak kamu mendapatkannya, kamu harus menjaganya dengan sungguh-sungguh.” “Baik, Yah.” “Sekarang kita lanjutkan lagi latihannya!” Orgrim dan Auger berdiri berdampingan. “Sekarang, kamu ikuti gerakan Ayah. Mari kita gabungkan tiga gerakan tadi, dimulai dari mengayunkan pedang dari sisi kanan.” “Kanan! Kiri! Atas, hempaskan!” Orgrim memperagakan gerakannya. Auger memperhatikan. “Kamu mengerti?” “Mengerti!” jawab Auger tegas. “Sekarang kamu lakukan sendiri, gabungkan tiga gerakan itu lalu ulangi sampai sepuluh kali.” “Baik, Yah.” Auger mulai melakukan gerakan yang diperagakan oleh Ayahnya itu. “Hempaskan dengan sekuat tenaga, Auger!” teriak Orgrim, “Ketika kau mengayunkan pedang dari atas, hempaskan ke bawah dengan sekuat tenaga, seakan kau ingin membelah bumi.” “Iya!” Auger mengikuti perintah Ayahnya walau ia sudah kelelahan. “Baiklah, sekarang aku akan mengajarkanmu Kin, dan kita lihat apa Kin-mu itu.” “Kin?” “Itu adalah kekuatan yang berasal dari elemen alam. Sejak lahir monster di sini sudah memilikinya, tapi tentu saja itu berbeda dari yang lain. Dan ini harus dipelajari agar kekuatan itu bisa keluar dan dapat mengendalikannya.” “Lalu Kin Ayah itu apa?” “Kin Ayah adalah petir—“ “Benarkah. Coba perlihatkan kepadaku, Yah. Aku bisa melihatmu mengeluarkan petir dari dalam tubuhmu itu, begitu kah?” “Ya, benar sekali.” “Wow ... cepat, Yah cepat!” Orgrim berkonsentrasi dan mengalirkan energi dari dalam tubuh lalu menghempaskannya dari kedua telapak tangannya itu, “Thunder Blast!” Ia mengarahkan serangannya ke salah satu pohon di sana, dan pohon itu tersambar dengan ledakan lalu terbakar. Auger menyaksikan Ayahnya menghempaskan kumpulan listrik yang berkumpul di kedua tangannya itu dengan sangat kagum dan berbinar-binar. “Aku ingin melakukan itu, Yah. Ayo cepat ajari aku!” Auger tampak bersemangat. “Haha. Tenang, Nak. Ke mana rasa lelahmu yang tadi itu, sepertinya tenagamu sudah kembali, ya.” Auger hanya tertawa kecil. “Baiklah, mari kita lihat seperti apa Kin-mu itu.” “Sekarang kamu berkonsentrasi terlebih dahulu. Rasakan kekuatan yang berada di dalam tubuhmu itu. Setelah kamu merasakannya, kamu harus mencoba mengeluarkannya. Coba lakukan!” Auger melakukannya. Ia berkonsentrasi dengan sangat tenang. Ia memejamkan mata dan mulai merasakan ada kekuatan yang mengalir di dalam tubuhnya. “Aku merasakannya, Yah. Kekuatan itu mengalir ke sana ke mari di dalam tubuhku.” “Baiklah, kamu harus fokus lagi, rasakan lagi kekuatan itu. Lalu kamu mencoba mengeluarkannya dengan mengumpulkan kekuatan itu berada di satu titik, yaitu telapak tanganmu.” Auger berkonsentrasi lagi, mencoba untuk mengalirkan kekuatannya berada di kedua telapak tangannya. “Apapun yang muncul di kedua telapak tanganmu, itulah yang menjadi Kin-mu.” Auger masih fokus dan terus mencoba mengalirkan kekuatannya itu. Kemudian mulai muncul percikan api yang sangat kecil dari kedua telapak tangannya itu. “Ayah! Aku mengeluarkan api.” “Fokus, Auger!” tegas Orgrim. “Rasakan lagi kekuatannya dan keluarkan yang lebih besar.” Auger terus mencoba memperbesar volume api di telapak tangannya, tapi ia hanya mampu sampai sebesar buah apel. “Tenagaku habis, Yah. Aku tak sanggup lagi untuk memperbesarnya,” ucap Auger yang kelelahan. “Baiklah, kalau begitu coba hempaskan ke salah satu pohon.” Auger menghempaskan bola api itu ke salah satu pohon di sana, tapi tentu saja tak menimbulkan ledakan yang dahsyat seperti Ayahnya. Akibat dari hempasan itu pun tak berpengaruh besar, hanya melubangi sedikit pohon itu dengan ukuran yang lebih besar sedikit dari sebuah apel. Tapi dengan begitu tenaganya terkuras habis yang membuat Auger menjadi lemas dan terjatuh dari ke tanah. “Tenagaku habis, Yah,” ucap Auger yang sangat kelelahan. “Baiklah kalau begitu, kita sudahi latihan hari ini.” Orgrim membantu anaknya untuk berdiri, “Kamu sudah berjuang dengan baik. Bagus, Nak!” “Terima kasih, Yah ....” Auger terjatuh lagi, tapi kali ini ia pingsan. Orgrim khawatir lalu dengan cepat ia menggendong anaknya untuk dibawa pulang. Sebelum Orgrim beranjak dari tempat latihan, ia melihat sekeliling. Seperti ada sesuatu yang aneh pada pohon yang tadi terhempas oleh kekuatan Auger. Lalu ia mendekati pohon itu. Pohon itu ternyata memiliki lubang sampai tembus ke belakangnya. “Bukankah hempasan tadi tak berhasil membuat itu berlubang? Terlebih lagi apinya pun sudah padam setelah terhempas,” batin Orgrim. Ia menyandarkan Auger yang sedang pingsan pada pohon itu. Lalu Orgrim meraba-raba pohon itu perlahan dengan hati-hati. “Lubang ini sangat aneh.” Orgrim menatap Auger, diam dan berpikir. Cukup lama Orgrim menatap Auger dan pohon itu sampai akhirnya ia memutuskan untuk segera pulang karena hari sudah sore. Namun yang terjadi pada pohon itu masih menjadi misteri bagi Orgrim. Akhirnya Orgrim sampai di pemukiman setelah berjalan satu kilometer dari tempat latihan. Sebelum masuk ke pemukiman, di depannya ada gerbang dan pos penjagaan yang terbuat dari kayu. Di sana ada dua penjaga sekaligus petarung terkuat di klan Ogre ini. Mereka adalah Sin dan San, si Kembar Barbar, itulah julukannya. Mereka adalah sahabat baiknya Orgrim sejak kecil. Sin sebagai Kakak bertarung menggunakan dua buah palu besar, dan San sang Adik bertarung menggunakan dua buah kapak besar. Itulah sebabnya mereka mendapat julukan si Kembar Barbar. Karena mereka pun tak segan-segan untuk menghabisi dan menghancurkan tulang-tulang musuhnya. Oleh sebab itu mereka ditugaskan untuk menjaga gerbang. “Ada apa dengan Auger, apakah dia terluka?” tanya Sin. “Tidak, Kak. Sepertinya ia lelah setelah latihan,” sahut San “Iya. Ia hanya kelelahan. Mungkin aku terlalu keras melatihnya karena ini latihan pertamanya,” jawab Orgrim sambil perlahan meletakan Auger di atas meja yang terdapat di pos penjagaan tersebut. “Ada apa, Orgrim? Sepertinya ada yang sedang kau pikirkan,” tanya Sin mengernyitkan dahi. Orgrim menarik napas, “Tadi sewaktu kami latihan, aku mengajarkannya Kin. Lalu ia berhasil mengeluarkan Kinnya, yaitu api.” “Wow ... hebat. Tak banyak yang memiliki Kin api itu.” “Benar! Tapi ia hanya dapat mengeluarkannya sebesar buah apel saja. Lalu ia mencoba menghempaskannya ke salah satu pohon di sana. Tapi akibat dari hempasan itu pun tak berpengaruh besar, hanya melubangi sedikit saja dan tak sampai tembus apalagi menghancurkan pohon itu.” “Lalu?” sergah Sin. “Setelah itu Auger pingsan, dan aku menggendongnya untuk pulang. Tapi sebelum itu aku melihat kembali sekeliling, dan aku melihat pohon yang terkena hempasan Auger itu menjadi berlubang sangat besar bahkan sampai tembus ke belakang.” San mendekat dan memicingkan mata.  “Kalau memang benar terjadi dengan apa yang kita pikirkan, mungkinkah?” ucap San. “Aku pun berpikir demikian. Tapi kalau memang benar, aku takut kalau nanti Auger tak dapat mengendalikan kekuatan yang luar biasa itu,” jawab Orgrim. “Benar! Bahkau kau yang Kepala Suku di sini saja tidak memiliki kekuatan seperti itu, dan kau tidak bisa mengajarkannya untuk mengendalikan kekuatannya itu,” sahut Sin. “Jika memang benar.” Orgrim menarik napas, “satu-satunya cara adalah mencari orang itu. Hanya dia yang memiliki kekuatan itu, dan hanya dia yang bisa mengajarkan Auger.” “Tapi dia sudah lama pergi, dan kita tidak mengetahui keberadaannya saat ini,” sahut Sin. “Begitu juga terlalu beresiko untuk mencarinya kalau kita sampai keluar wilayah,” sambung San. Orgrim sejenak terdiam, berpikir cukup lama. “Kalau begitu aku akan coba mengajarkan Auger dengan semua kemampuan yang kupunya, walau aku yakin tidak sampai ke tingkat itu, setidaknya ia dapat mengendalikan kekuatannya meski di tingkat yang rendah.” Lalu Orgrim menggendong Auger yang belum tersadarkan diri untuk di bawa ke rumah mereka dan menceritakan semua kejadian itu kepada istrinya, Melina.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD