Episode 3 : KDRT

1802 Words
“Keberanian dan keegoisan yang selalu bisa mengubah segalanya tanpa terkecuali menciptakan kehancuran.” **** Terdengar suara pintu kamar dibuka dari luar kemudian disusul dengan langkah masuk. Tak lama setelah itu, pintu juga langsung ditutup. Bisa Arunika pastikan, itu Dimas. Aroma parfum Dimas teramat Arunika hafal. Aroma parfum yang selama tiga tahun terakhir menjadi aroma baru dalam hidup mereka. Karena semenjak Arunika hamil Dika, Aroma parfum Dimas yang sebelumnya tidak bisa Arunika terima. Dulu, di setiap mencium aroma parfum Dimas yang lama, Arunika langsung mual dan muntah parah. Saat di mana Arunika merasa sangat bahagia karena di kehamilan pertamanya yang sungguh tidak mudah, Dimas selalu menjadi suami siaga. Namun kini, semuanya sudah sangat berubah. Arunika tidak bisa menjadi bagian dari hidup Dimas lagi. Bahkan meski Dimas akan memohon layaknya pengemis tak beda seperti ketika dulu Dimas meminta Arunika menggantikan Kenanga menjadi mempelai. Tanpa terkecuali, meski kini ada Dika di antara mereka. Arunika tidak mau dimadu. “Dek?” “Talak aku, Mas.” Arunika masih bersikap tenang sambil terus meringkuk membelakangi kedatangan Dimas. Dalam dekapan Arunika, Dika yang sempat menangis ketakutan, sudah terlelap. “Aku tidak akan melakukan itu apalagi kita sudah ada Dika, Dek!” Balasan Dimas barusan terdengar sangat egois. Sudah tidak berinisiatif meminta maaf setelah menikahi Kenanga tanpa terlebih dahulu izin pada Arunika dan sampai berani membawanya pulang, kini Dimas justru tidak mau melepas Arunika. Seolah dirinya Nabi yang bisa adil bahkan sempurna. Ingin rasanya Arunika berucap kasar bahkan lebih, tapi Arunika masih berusaha elegan. “Yang Mas mau begitu, kan?” Arunika sengaja mengatur suaranya agar tidak sampai terdengar ke luar karena biar bagaimanapun, kamar mereka tidak kedap suara. Arunika tak hanya menoleh, tapi ia beranjak duduk menghadap Dimas. “Mas menjandakan istri, demi menikahi mantan terindah Mas yang sudah menjanda, membuat Dika tidak punya papah lagi!” Gestur tubuh Dimas sungguh sulit Arunika artikan. Antara kesal, menyangkal, tapi cenderung malu. “Dek, aku beneran sayang ke kalian tapi aku juga enggak mungkin membiarkan Kenanga berjuang sendiri. Apalagi sampai detik ini, aku masih belum bisa melupakan Kenanga. Aku memang sudah sepenuhnya menyayangimu, tapi rasa buat Kenanga tetap masih sangat kuat. Aku janji aku akan adil! Aku sayang kamu, sumpah aku sayang kamu dan aku akan adil!” janji Dimas sambil membingkai wajah Arunika menggunakan kedua tangannya. Detik itu juga Arunika langsung mengipratkan kasar kedua tangan Dimas dari wajahnya. “Adil? Adil kepala Mas! Sampai detik ini saja Mas masih belum bisa membuat mamah Mas mau menerimaku bahkan Dika cucunya!” Arunika segera menghapus air mata yang telanjur jatuh. Ia melakukannya dengan cepat. Tak rela rasanya air matanya harus jatuh untuk orang yang jelas-jelas telah melukainya dan fatalnya, melukai Dika! “Sampai detik ini aku masih berjuang sendiri, sementara Mas hanya sibuk mengobral janji!” “Dari dulu Kenanga sudah menjadi menantu idaman orang tua Mas, bahkan sampai detik ini. Namun, andai orang tua Mas tahu alasan Mas justru menikahiku bukan karena aku hamil Dika seperti skenario palsu yang Mas ciptakan. Ah sudahlah, aku saja yang terlalu bodooh. Benar kata mamah Mas, aku memang bodooh. Masih saja berharap pada laki-laki pengecut bin lemah yang selalu tidak berdaya pada cinta pertamanya!” “Tidak usah bawa-bawa Dika. Karena andai Mas benar-benar menyayangi Dika, Mas bisa mengeyampingkan ego sekaligus nafssu Mas!” “Satu hal yang mungkin Mas lupa. Keharmonisan rumah tangga kuncinya ada di kebahagiaan istri, Mas. Mas enggak harus kasih aku nafkah melimpah, nafkah cukup saja sudah cukup. Semacam istri cantik dan terawat, istri pinter masak, termasuk pinter memuaskan di ranjang, semua itu cerminan dari suami. Kalau suami biasa membuat istri bahagia dan nyaman, otomatis istri juga bisa memanjakan sekaligus memuaskan suami. Intinya, segala sesuatunya selalu saling timbal balik!” “Buat apa memelihara dan memanjakan gundik yang hanya akan menyayangi Mas bila Mas sedang banyak uang dan memiliki kehidupan mapan? Iya kalau gundik-nya hanya Mas yang pakai, yang namanya gundik kan otomatis celup sana celup sini asal dikasih imbalan!” “Dek!” Dimas merasa muak karena Arunika sudah terlalu banyak bicara. “Intinya, enggak ada gunanya bertahan dengan laki-laki yang doyan selingkuh sama hobi kawin! Jadi, tolong talak aku sekarang juga!” Arunika mengeluarkan semua unek-unek yang sudah membuat dadanya bergemuruh. “Dek, jaga ucapanmu! Seumur-umur aku hanya menikahi kamu dan Kenanga. Sedangkan alasanku menikahi Kenanga karena untuk menghindari zina atas persetujuan orang tua kami! Kenanga rela jadi istri kedua tanpa banyak menuntut apalagi memintaku menceraikan kamu! Kenanga sungguh menghargai kamu sementara kesalahannya di masa lalu karena aku andil bersalah!” tegas Dimas sambil menatap tajam, tatapan yang dikuasai amarah pada Arunika. Sebelumnya, Arunika belum pernah melihat Dimas emosional layaknya sekarang. Bahkan ketika pria di hadapannya dicampakkan oleh Kenanga di dua hari sebelum hari pernikahan mereka digelar, sedangkan alasan Kenanga mencampakkan Dimas karena Kenanga selingkuh dan sudah sampai hamil! “Sudah lumrah kasus begini terjadi, Mas. Sampai kapan pun bila memang sudah sayang ataupun benci, urusannya memang susah.” Arunika mengangguk-angguk pasrah. “Sudah tidak perlu diributkan lagi. Aku mundur, aku terima semua ini, biar Tuhan saja yang menilai, membalas apa yang telah Mas lakukan padaku dan Dika.” Arunika berjuang keras untuk mengambil keputusan terbaik. “Tidak perlu dijelaskan karena pasti tetap aku yang disalahkan. Intinya, bila Mas sungguh menghargaiku sebagai ibu dari anak Mas, tolong talak aku. Aku bersumpah tidak menuntut apa pun. Aku hanya minta Dika, benar-benar hanya Dika!” Dimas membuang pandangannya dari Arunika. “Aku tidak akan melakukannya! Kamu dan Dika harus tetap di sini!” tegasnya lirih. Dari luar, seseorang membuka pintu kamar mereka dan itu Kenanga. Tanpa menyapa bahkan sekadar untuk basa-basi, Kenanga berdiri di ambang pintu bak manusia tak berdosa. Kenyataan yang langsung mengalihkan perhatian khususnya perhatian Arunika. Namun dengan cepat Arunika menepisnya. Arunika merasa malu sendiri melihat Kenanga yang hanya memakai celana hot pan sangat minim dan membuat selangkangann Kenanga kelihatan. “Jangan pernah bertahan dan mencoba menaklukkan makhluk-makhluk bucin. Apalagi pada mereka yang masih saja mau menerima padahal sudah berulang kali terluka oleh orang sekaligus cinta yang sama.” Hati kecil Arunika menasihati dan dalam diamnya, Arunika membenarkan. “Sayang ayo, katanya mau mandi bareng!” rengek Kenanga benar-benar manja. Tak peduli, meski di sana ada Arunika. Namun dari yang Kenanga lihat, wanita yang usianya delapan tahun lebih muda darinya itu tampak tidak baik-baik saja. “Iya, sebentar lagi. Sayang tunggu di kamar dulu. Malam ini aku tidur sama Sayang kok,” sanggup Dimas penuh sayang. Merinding! Jangan tanyakan bagaimana perasaan Arunika sekarang. Arunika yang masih menunduk sampai tidak bisa menitikkan air mata sekalipun jauh di lubuk hatinya, Arunika sudah meraung-raung tak sanggup merasakan sakit yang tiba-tiba menghajarnya tanpa jeda. “Sebelum urus yang lain, bereskan dulu urusan kita, Mas!” tegas Arunika yang sekadar melirik Dimas saja sudah tidak sudi. Arunika tak peduli meski harus berurusan dengan siksa neraka karena telah berani dan dicap durhaka pada suami. Apa yang Arunika lakukan sekarang karena wanita muda berambut lurus tebal warna hitam itu tengah berusaha menjaga kewarasan. Arunika memiliki Dika yang juga telah menjadi korban keegoisan Dimas. Masa depan Dika masih sangat panjang dan Arunika harus bisa memberikan semua yang terbaik, bahkan meski tanpa Dimas dalam kehidupan mereka. “Kamu kenapa sih, Run? Kamu sudah hampir tiga tahun sama Dimas, sedangkan aku baru tiga bulan. Kamu sudah selama itu, tapi kamu masih saja serakah enggak mau berbagi Dimas yang sudah menjadi suamiku! Jangan mentang-mentang kamu masih bocah, kamu selalu ingin dimengerti!” tegur Kenanga yang masih bertahan di ambang pintu. Tangan kanannya masih menahan kenop pintu di sana. Refleks Arunika menoleh dan menatap Kenanga. “Oh ....” Teramat berat apa yang Arunika rasakan sekarang. Arunika sampai harus berpikir keras hanya untuk melanjutkan ucapannya karena pikiran Arunika mendadak kosong. Hancur, langit kehidupan Arunika seolah runtuh. Dimas, laki-laki yang sempat ia jadikan alasan bertahan menjalani kehidupan justru memperlakukannya bak tawanan yang tak boleh merasakan kebahagiaan apalagi kebebasan. “Jadi kalian sudah tiga bulan? Luar biasa ya?” Arunika tersenyum getir sambil melirik Dimas yang seketika langsung menepis. Dimas terlihat bingung tapi cenderung malu. Wajah Dimas sampai terlihat menjadi pias. “Memangnya bapaknya anakmu ke mana, Mbak? Selingkuh apa kamu yang selingkuh seperti saat kamu nyaris menikah dengan Mas Dimas, yang kamu selingkuh sampai hamil itu? Eh, selingkuh sampai hamil berarti menikmati banget, kan, ya?” “ARUNIKA FITRI!” bentak Dimas. Arunika tidak terima dan tidak mau ditindas bahkan meski itu oleh Dimas. Ia menatap Dimas penuh ketegasan. “Aku hanya bertanya dan memang ingin tahu, Mas. Salahku di mana? Menurut Mas aku kasar tidak sopan apa bagaimana? Aku bertanya seperti tadi karena fakta. Dia pernah menyelingkuhi Mas sampai hamil dan dia menikah dengan laki-laki lain padahal saat itu, dua hari lagi merupakan hari pernikahan kalian!” tegas Arunika. “Kamu sudah tahu apa yang kamu lakukan tidak sopan, tapi kamu masih saja melanjutkan!” balas Dimas makin meledak-ledak. Matanya seolah nyaris loncat dari rongga hanya untuk mencabik, memberi pelajaran pada Arunika agar wanita muda itu menyesal telah berani kepadanya. Dika sampai terbangun dan menangis ketakutan. Buru-buru Arunika merengkuhnya, mendekapnya agar Dika mendapatkan ketenangan walau hanya sebentar. “Tidak sopan mana dengan wanita yang menikahi suami orang, Mas? Termasuk suami yang diam-diam menikah lagi dengan wanita yang telah menyelingkuhinya, padahal membahagiakan anak dan istrinya saja, suami itu masih belum mampu?!” lantang Arunika sambil menatap Dimas dengan tatapan menantang. Tepat setelah Arunika berhenti berbicara, Dimas langsung menamparnya sekuat tenaga. Bersama Dika yang masih ia dekap, Arunika yang memiliki perawakan mungil langsung terbanting dan berakhir meringkuk di tempat tidur. Emosi yang menguasai Dimas memang membuat pria berusia tiga puluh tahun itu menggunakan tenaga penuh hanya untuk menampar Arunika yang jelas bukan tandingannya. “Sekarang bahkan Mas tega menamparku padahal baru saja, Mas janji Mas akan adil!” Arunika sesenggukan dan susah payah menahan tangis yang nyaris pecah. Sikap Dimas yang langsung berubah menjadi sangat kasar menyerupai ibu Mirna, membuat Arunika makin mantap untuk bercerai. Arunika langsung berusaha bangkit dari sana sambil terus mendekap Dika yang masih menangis. Arunika ingin secepatnya pergi dari sana tanpa mau dilukai lagi. “Aku marah kepadamu karena kamu telah menginjak-injak harga diriku, Dek!” Dimas masih menatap Arunika dengan tatapan yang dipenuhi amarah. Tak banyak perubahan dan sungguh membuat Arunika kecewa. Orang bilang, laki-laki yang sudah berani selingkuh dan dibutakan oleh cintanya, akan melakukan segala cara demi mendapatkan kebahagiaan bersama cintanya. Tanpa terkecuali, melakukan hal fatal semacam melukai istri bahkan darah dagingnya sendiri. Dan Arunika sungguh tengah merasakannya. Ia menjadi korban KDRT suaminya, padahal adanya rumah tangga mereka karena dulu, suaminya yang mengemis padanya. “Aku tetap mau cerai, Mas. Bila Mas tetap tidak mau apalagi sampai memukulku lagi, ... aku akan melaporkan Mas ke polisi!” tuntut Arunika. “Selanjutnya, Mas cukup lihat, ... bahwa tanpa Mas, tanpa kalian, hidupku dan Dika akan berkali-lipat lebih bahagia dari ketika kami menjadi bagian dari kalian!” sumpah Arunika menatap Dimas sambil berlinang air mata. Bersambung ....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD